37: His Confessions

2.1K 277 98
                                    

Gulungan awan menyelimuti sebentang langit menambah kadar kegelapan malam. Salju yang turun begitu lebat nyaris menutupi keseluruhan aspal jalanan di mana sebuah mobil tengah melaju tenang. Sejauh ini tak ada hambatan sampai suatu ketika beberapa pohon besar yang tumbang bergeletakan mengakibatkan mobil tersebut mau tak mau harus berhenti melaju.

Pintu mobil terbuka, sosok Sehun keluar sembari melesatkan sedikit umpatan kesal, "Astaga." Kepulan asap mengudara dari mulutnya bersamaan dengan ringisan pelan sebab dinginnya udara benar-benar nyaris membekukan tubuhnya.

"Oppa!"

Mendengar suara seseorang memanggil, Sehun menoleh ke belakang dan mendapati Rosé keluar dari mobil. Segera ia berlari kecil menghampiri gadis itu lalu meletakan dua tangannya di atas kepala Rosé berupaya menghalau butiran salju. "Masuklah! Saljunya lebat sekali. Nanti kau bisa sakit."

Bukannya menuruti perintah Sehun, Rosé justru sibuk mejulurkan leher dan memperhatikan batang-batang pohon yang tumbang di depan sana. Ia memandang Sehun cemas, "Kita tidak bisa lewat?"

Pertanyaan retoris gadis itu hanya dijawab dengan helaan napas oleh Sehun. "Kita cari jalan lain. Ayo masuk!" ujar pria itu cepat-cepat membuka pintu mobil dan menuntun Rosé masuk ke dalam sana sebelum akhirnya mengambil langkah segera menuju kursi kemudi.

Menggosokan tangan yang terasa begitu beku, Sehun hendak menyalakan mesin mobil tetapi pergerakan Sehun tertahan oleh tindakan Rosé yang tiba-tiba saja mencondongkan tubuh dan mengulurkan tangan menyingkirkan butiran salju yang bertengger di atas surai kecoklatan milik Sehun. Untuk beberapa saat Sehun terpaku pada wajah cantik natural yang hanya berjarak beberapa senti dari matanya.

Pandangan Sehun jatuh pada sepasang bibir sewarna ceri yang menyeret sejumlah gejolak aneh ketika momen di mana ia pernah memagutnya mendadak berkeliaran di benak. Sehun refleks membuang arah tatap dan menarik napas dalam-dalam ketika sadar bahwa ia tak semestinya berpikiran liar.

Rosé yang melihat kelagat aneh Sehun kemudian segera menjauhkan diri seraya berucap pelan, "Maaf. Ada butiran salju di rambutmu. Jika dibiarkan, itu bisa menyebabkan sakit kepala."

Tak ada jawaban dari Sehun di sana. Pria itu sibuk menenangkan debaran yang datang tiba-tiba sembari sepasang tangannya menggenggam erat stir guna memutar balik arah mobilnya. Suasana di dalam kendaraan tersebut tergulung canggung.

Rosé sesekali melirik Sehun yang fokus mengemudi dari ekor matanya. Tanpa sadar ia memainkan kuku-kuku lantaran gugup menyergap. Melempar pandang pada sekitar jalanan, Rosé tak menemukan apapun kecuali kegelapan di antara jajaran pohon-pohon besar di tepian.

Ini sudah sekitar satu jam mereka berkendara, tetapi tak kunjung menemukan jalan besar utama yang ramai kendaraan. Mereka terus mengaluri jalanan penuh lika liku yang mana tak ada satupun kendaraan yang melintas. Membuka ponsel pun percuma sebab tak ada jaringan sama sekali saat badai salju begini. Mendadak kerisauan menghantui diri Rosé saat malam terus menjelma larut.

"Oppa." Sebab tak mampu menahan kerisauan di hati, Rosé akhirnya memberanikan diri memanggil Sehun yang nampak tenang-tenang saja.

"Hm?" Pria itu menjawab tanpa menoleh barang sebentar. "Kita ada di mana sekarang?"

Masih dengan arah pandang horizontal, Sehun menjawab ringan, "Aku juga tidak tahu."

"Oppa!!!"

Baru ketika rengekan Rosé terdengar, Sehun mengalihkan atensi pada sosok gadis yang kini menampilkan raut cemberut dengan sepasang alis yang bertaut. Menggigit bibir bawahnya pelan, Rosé melirihkan kalimat, "Aku takut."

FAKE: The Scandal [END]Where stories live. Discover now