lost

79.9K 5.7K 37
                                    

Dua bulan belakangan ini, sikap Bian benar-benar berubah. Cowok itu menjadi kasar pada Andrea dan juga sering menghilang tidak ada kabar. Seperti sekarang, Bian menghilang. Tidak bisa dihubungi. Lagi.

"Dek, anterin gue dong please!" rengek Andrea sambil mengguncangkan tubuh Rio yang masih tidur. Sedari tadi Rio hanya menjawab dengan deheman malas.

Hari ini Andrea ada kelas pagi. 2 bulan belakangan ini ia selalu diantar Bian. Sebenarnya Andrea sudah tidak mau lagi merepotkan Bian. Seperti yang ia katakan beberapa bulan yang lalu. Tapi Bian tetap kekeuh ingin mengantarjemput Andrea. Namun, sekarang Bian tidak bisa dihubungi. Padahal ini sudah jam setengah 8 dan kelas akan dimulai pada pukul 08.00. Ia pun langsung mencari adiknya. Andrea ingat Rio tidak ada kelas pagi hari ini.

Andrea tambah mengguncangkan tubuh Rio dengan tak sabar, sambil menarik-narik selimut yang dari tadi masih menutup tubuh Rio sempurna.

"Apasih rese banget, cowok lo emang kemana?!" tanya Rio kesal karena tidur nyenyaknya diganggu. Dia berbicara setelah duduk bersila di kasur dan berusaha membuka matanya yang masih sangat mengantuk.

"Nggak bisa dihubungin, please banget anterin gue, ini udah mau telat." pinta Andrea memohon dengan nada bergetar seperti ingin menangis.

Andrea tidak tahu mau meminta antar siapa lagi. Mobil Andrea sedang diservice. Sopir keluarga sedang mengantar mama Andrea ke kafe. Arik sudah berangkat ke sekolah. Papanya juga sudah pergi ke kantor pagi sekali. Ojol juga pasti akan lama datang kalau pesan jam segini. Harapan satu-satunya hanya Rio.

"Huh! Oke tunggu 5 menit gue cuci muka dulu." jawab Rio akhirnya mau karena tidak tega melihat kakaknya yang hampir menangis. Ia pun beranjak dari kasurnya menuju kamar mandi.

"Cepet, gue tunggu di depan." Alhamdulilah ada pertolongan, batin Andrea mengucap syukur. Kelas pagi akan dimulai dengan dosen yang killer. Itu yang membuat Andrea kalang kabut. Masalah sampai di sana tepat waktu dia serahkan pada Rio. Adiknya itu sangat jago salip menyalip dalam permotoran. Pasti Andrea tidak akan telat.

Dan yap! Tidak sampai 15 menit setelah Rio siap untuk mengantarkan Andrea. Kini mereka berdua sudah sampai di parkiran fakultas Andrea.
Andrea sampai takjub melihat sang adik mengendarakan motor seperti Rossi. Tikung sana tikung sini. Sebenernya tadi Andrea takut saat dibawa ngebut. Tapi tak apa, syukurlah dia tidak telat.

"Makasih, ntar gue traktir seblak deh." ucap Andrea sambil menepuk bahu Rio saat sudah turun dari motor besar itu. Dia melepas helm lalu menyerahkannya pada sang adik.

"Nggak doyan." jawab Rio sambil menerima helm, "Beliin gue martabak aja tiap hari."

"Yeu, nglunjak." balas Andrea lalu melihat arloji di tangannya, "Gue duluan udah mau telat nih. Dadah Riri!" pamit Andrea lalu melambaikan tangan kepada Rio sambil berlari kecil menuju kelasnya.

"Tai, jangan panggil gue Riri!" balas Rio dengan kesal.

©©©

"Muka lo lemes banget, kenapa?" tanya Jingga pada Andrea yang sibuk menggeser geser layar ponsel. Sok sibuk.

Kelas pagi sudah selesai, kini Andrea dan teman-temannya tengah berada di kantin fakultas.

"Iya tuh, kaya orang banyak masalah tau nggak. Cerita kek." timpal Letta, teman Andrea yang lain.

"Gue kepikiran aja," jawab Andrea akhirnya bersuara tak lagi sok sibuk dengan ponselnya.

"Kepikiran apa? Ngomong jangan setengah-setengah deh."

"Bian nggak bisa dihubungin dari tadi, gue aja tadi dianterin Rio. Dan kayaknya dia juga nggak ke kampus hari ini." jelas Andrea.

"Kalian lagi ada masalah?" tanya Jingga.

"Enggak, orang kemarin gue abis jalan sama dia."

"Gue tanya Davi sama yang lain juga pada bilang nggak tau." lanjut Andrea dengan nada pasrah. 'Yang lain' maksutnya teman-teman Bian yang lain. Andrea sangat khawatir kepada Bian. Dari tadi setelah selesai kelas Andrea langsung menelpon Bian tapi tetap saja tidak bisa dihubungi. Tanya kepada teman-teman Bian pada bilang tidak tahu.

"Coba lo yang tanya Davi, Ren." pinta Andrea menoleh pada Mauren yang sedari tadi hanya diam.

Davi atau Maldavi lengkapnya, adalah teman cs Bian sekaligus pacar Mauren.

"Emm, sebenernya gue mau kasih tau lo tadi malam," ucap Mauren sedikit ragu. Davi sudah memperingatkan Mauren untuk tidak memberitau Andrea tentang keadaan Bian. Itu semua juga perintah Bian sendiri. Tapi Mauren juga tidak tega melihat Andrea yang bingung seperti sekarang ini.

"Apa Ren? Jangan bikin gue tambah khawatir." desak Andrea tak sabaran.

"Bian sama Davi ke club tadi malem. Bian mabuk berat, Davi nggak ikut minum. Dia cuma nganterin Bian. Gue tau dari Davi. Sebenernya gue nggak boleh bilang sama lo tentang ini. Bian nggak mau buat lo khawatir." jelas Mauren.

Andrea menghela nafas berat. Ia sangat terkejut. Dengar kalimat pertama saja dia sudah sangat emosi. Bisa-bisanya Bian melanggar janji untuk tidak pergi ke club lagi. Dulu sebelum mereka berpacaran memang Bian sering pergi ke club malam untuk sekedar bersenang-senang. Andrea benci pemabuk.

Saat Bian mengajak Andrea berpacaran dulu, Bian sendiri yang berjanji untuk meninggalkan dunia malam itu. Masalah apa yang sampai membuat Bian harus mabuk-mabukan? Andrea harus mencari tau dari Bian sendiri. Andrea juga merasa dua bulan belakangan ini Bian banyak berubah.

"Sorry Rea, gue malah bikin lo tambah kepikiran gini." sesal Mauren.

"Nggak papa, gue malah sangat berterimakasih sama lo." jawab Andrea sambil tersenyum tulus.

Teman-teman Andrea yang lain hanya diam mendengarkan pembicaraan. Mereka sangat tau jika Andrea sedang seperti ini akan sangat sensitif.

"Gue pulang duluan ya, maaf gue malah jadi ngrusak suasana gini." ucap Andrea tidak enak. Dia berniat akan menemui Bian di apartemen cowok itu.

"Nggak kok santai aja, lo hati hati ya. Jangan terlalu dipikirin." ucap Jingga menasihati.

Andrea mengangguk seraya tersenyum, lalu pergi meninggalkan kantin fakultas. Dia akan pergi dengan menaiki ojek online.

©©©

BIREA✓ [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang