13. Caca Gapapa.

6.5K 455 21
                                    

Selamat membaca;)
.
.

.
.

Fyuhh
Jiwa malas ku kembali lagi, makanya aku jarang update.
Gimana ya caranya biar ga males?

.
.
.
.

Setelah pulang dari restoran, Kini Raffi dan Gita berada di dalam kamar milik Raffi, keduanya sama-sama terdiam sehingga Gita mengangkat bicara. Ia menundukkan kepalanya menatap putra satu-satunya "Nak, perkataan bunda tadi serius."

"Bunda mau kamu menjadi pelindung buat Caca, Jangan buat dia sedih ataupun menangis. Dia anak baik, Nak," Tutur Gita, seraya mengusap-usap kepala Raffi yang ada di pahanya.

Raffi mendongkrak menatap bundanya, "kenapa harus Raffi? Bukannya kata bunda dia punya kakak laki-laki? Jadi Yang  seharusnya jagain dia itu kakak laki-lakinya, bukan Raffi. lagian ga ada yang mau jahatin cewek kaya dia," Sahut Raffi, ia sedikit keberatan atas permintaan Oma dan bundanya tadi.

Gita tersenyum, mungkin saat ini Raffi masih belum menerimanya, tapi ia yakin cepat atau lambat pasti Raffi akan mau menjadi pelindung Caca, " suatu saat nanti kamu bakal tau, apa alasan bunda minta kamu menjadi pelindung Caca, bunda harap kamu enggak mengecewakan bunda."

"Waktu gua terlalu berharga buat lindungi cewek kaya Lo," Batin Raffi.


°Caca°

"Papah, Mah. bang Aldi kemana?" Tanya Caca. duduk tepat di samping Mamahnya, di ruang tamu.

"Kerja kelompok," sahut Tomi.

"Yah. Padahal Caca mau minta di ajarin tugas matematika Caca," lirih Caca, sebenarnya tugas matematika yang Caca sebutkan tadi tidak lah sulit bagi Caca, ini hanya lah akal-akalan Caca supaya bisa kembali dekat dengan abangnya.

"Dasar bodoh," Cela Anna menatap Caca sinis, terkadang Caca pun suka binggung dan berfikir sendiri, kenapa sih mamahnya tidak pernah menatap Caca dengan tatapan lembut, seperti Anna menatap bang Aldi dan kak Aini.

Caca hanya tersenyum mendengarnya. Tenang Caca tidak sakit hati kok, lagian kata Mamahnya benar kok, kalau Caca udah pinter mungkin saat ini Caca sudah tidak perlu pergi ke sekolah, buat apa sekolah kalau kita sudah pandai? Bukan begitu? "Mamah bener, Caca ini bodoh. Makanya Caca minta bantuan sama Abang supaya pintarnya Abang menular sama Caca," pungkas Caca.

Anna berdecak kesal, susah sekali untuk membuat Caca menjadi sakit hati padanya.

"Pah, Kita Ke kamar aja yuk? Disini hawanya panas," ajak Anna menggandeng tangan suaminya itu.

Tomi hanya bisa menghela nafas, lagi-lagi ia nurut. Tomi adalah tipe suami yang nurut sama istri.

Caca menatap punggung kedua orang tuanya, lesu. Ia menghela nafas gusar, lalu bergumam pelan, "kenapa susah banget sih, buat Deket sama kalian?"

°Caca°


"Yang sudah boleh tunggu di luar," imbuh Pak Aji atau yang sering di panggil pak Botak, beliau ini selaku guru bahasa Indonesia.

Sekedar informasi hari ini ada ulangan dadakan.

Caca beranjak dari tempat duduknya, "Lo udah selesai Ca?" Tanya Fita, tidak heran Caca kan selalu menjadi yang pertama dalam pengumpulan jawaban ulangan.

Caca mengangguk, "gua ke perpustakaan dulu, nanti kalau mau istirahat duluan aja ya?"

"Nanti gua susul-in Lo dulu, baru kita ke kantin bareng-bareng," ujar Fita menyahuti, ingat Fita itu tidak bisa jika tidak bersama Caca. "Terserah Lo deh."

CACA GAPAPA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang