Chapter 9 : An Ambush

506 73 3
                                    

Bisa dibilang aku tidak mempunyai motivasi serta semangat sedikitpun dalam menjalani hidup sebagai Arthur Goodman, aku merasa semua hal terasa sia-sia. Semua ini hanyalah sebuah permainan untuk makhluk-makhluk di atas sana.

Anael mengiming-imingiku pembalasan dendam terhadap pembunuhku.

Namun sama halnya ketika ingatanku hilang tentang siapa yang membunuhku, rasa dendamku juga ikut menguap. Tidak ada keinginan untuk kembali dan membuat seseorang tersebut menyesal karena telah membunuhku.

Hidup enggan, matipun tidak bisa.

Aku ingin bertanya pada Anael apakah ketika aku bertarung hingga mati, itu bisa disebut dengan menjalani hidup dengan sungguh-sungguh? Dan apakah kematianku tidak diganjari neraka? Secara logika seharusnya tidak apa, tetapi aku tidak ingin mencobanya dulu. Sebaiknya aku harus menanyakan pada Anael, tetapi sialnya dia tidak terlihat selama beberapa hari ini. Sehingga aku harus menunda terlebih dahulu tindakan bertarung hingga mati tersebut.

Maka ketika George serta teman-temannya menghadang dan menghajarku di tengah perjalanan pulang setelah berlatih berpedang.

Aku tidak tinggal diam dan mati konyol.

Isabella hari ini sibuk, sehingga dia tidak bisa mengantarkanku ke tempat berlatih, jadi dia menyuruhku untuk pergi sendiri saja. Dia berkata jaraknya tidak terlalu jauh, walau melewati beberapa hutan yang agak lebat tetapi masih dekat.

Di salah satu hutan tersebutlah George mencegatku.

"Kau hebat juga berpedang." George terlihat lebih besar hari ini, ditambah dengan teman-temannya yang berumur 11 tahunan. Membuat dirinya lebih besar hati.

Di pinggang George tidak ada lagi pedang kayu yang dia pakai ketika aku mengalahkannya, sekarang pedang kayu tersebut digantikan dengan pedang yang asli.

George mengunuskan pedang padaku.

Silau matahari yang terpantul dari pedang menusuk mataku.

"Kita lihat apakah kali ini kau sehebat kemarin?"

Teman-temannya juga ikut mengunuskan pedang. Aku menghitung jumlah mereka ada 5, termasuk George.

Sial... apakah anak ini benar-benar ingin membunuhku? Bagaimana mungkin aku mengalahkan yang mempunyai postur lebih besar dan pedang asli. Sedangkan aku sendiri, berbadan kecil, serta pedang kayu murahan yang mulai membusuk?

Semua teman George menebaskan pedang secara bersamaan, satu-satunya cara untuk menghindar adalah melompat ke belakang. Dan aku berhasil menghindari tebasan tersebut.

Sebelum mereka sempat menebaskan pedang kembali, aku menendang lumpur basah ke arah mereka.

Lumpur berhasil mengenai mata dua orang di tengah, mereka refleks menyentuh mata mereka dan membuat kacau formasi mereka. Sehingga mereka lengah dan aku mempunyai waktu untuk kabur.

George menyadari aku menghilang dan memerintah temannya untuk mengejarku.

Aku berusaha lari dengan kencang.

Sambil lari aku sesekali menengok ke belakang, mereka hampir mengejarku.

Aku tidak dapat lagi berlari dengan lebih cepat, dibandingkan dengan anak-anak yang hampir beranjak remaja ini. Kakiku masih terlalu pendek.

Hanya tinggal menunggu waktu hingga mereka berhasil meraih kerah bajuku. Aku harus berusaha agar setidaknya keluar dari hutan ini.

Jarak mereka semakin dekat, namun ujung hutan belum juga terlihat.

Reincarnated BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang