ENAM

3.5K 534 194
                                    

6

Perasaan bersalah selalu merasuki mimpi-mimpiku, namun aku tak kunjung bisa terbangun. Segala kenangan bersama Atsumu terputar kembali, berantakan bagai gulungan film dalam kaset rusak. Aku tersadar, saat ini aku berada ditempat yang sangat gelap. Suara Atsumu yang berkali-kali memanggilku, suna yang menangis, dan kak kita-shin yang berusaha menenangkan Atsumu.

Apa aku sedang koma? Atau sedang berjalan lebih dekat menuju kematian?

Katanya, orang yang akan mati akan melihat kembali kilas balik hidupnya. Lantas, apa yang harus aku lihat saat ini? segala kebodohanku, keegoisanku, dan ketidakpekaanku terhadap kakak kembarku? Aku tak akan bisa bertemu mama dan papa dengan perasaan bersalah sebesar ini.

Tuhan, jika boleh. Aku ingin kau mengabulkan satu permintaan egoisku ini. biarkan aku terbangun dan tinggal satu malam saja, untuk menghabiskan waktu bersama saudara kembarku, Atsumu. Dialah orang yang paling berarti bagiku selama duapuluh tahun lamanya.

“Tsumu,..”

Ah, tuhan mengabulkan permohonanku.

“akhirnya lo bangun.” Aku sangat merindukan suaranya itu.

Tubuhku saat ini terasa sulit untuk digerakkan. Aku bahkan mengerahkan seluruh tenagaku untuk menoleh kearah Atsumu yang berada disebelah kiri. Rupanya, kami ditempatkan diruangan yang sama, bahkan ranjang kami disusun berdempet seperti ini.

Ini pasti kerjaan Atsumu.

“berapa lama gw tidur kali ini?” Tanya-ku. Aku merasakan jari jemari Atsumu yang menggenggam tanganku dengan lembut.

“satu malam” jawabnya.

“kalau lo tidur berapa lama?” Tanya-ku, lagi. Mengingat saat itu Aatsumu terkapar lebih dulu daripada diriku.

“Cuma beberapa menit, dan gak tidur sampai sekarang.”

Iya, ya. Atsumu adalah orang yang kuat, ia tak akan tertidur lama hanya karena pukulan seperti itu.
“Lo bisa sakit juga ternyata.”  Kedua mataku menyorot infus pada punggung tangannya, serta perban yang membalut sebagian kepalanya.

“gak sedih? Kepala gw sakit banget, Sam.” Tanya Atsumu dengan wajah seriusnya.

Aku tertawa sejenak kemudian berkata “gw sedih, bodoh. Sedih banget karena kakak kembar gw harus berjuang sampe kayak gini.”

Atsumu memiringkan posisi tidurnya sambil menatapku lekat-lekat.

“jangan ngomong seolah-olah lo gak berjuang.” Ia mengacak-acak helaian rambutku.

Suasana ini, kenapa terasa menyakitkan ya?
Sungguh, aku tak ingin pergi. Aku ingin tinggal disini, bersama Atsumu lebih lama lagi.

“samu, mulai sekarang lo harus bisa hidup dengan kedua kaki lo sendiri.” Atsumu mendekat dan memelukku erat.

“ini pelukan selamat tinggal?” Tanya-ku.

“lo gak mau balik peluk gw?” Ia balik bertanya.

Mendengar hal itu, aku segera membalas pelukannya. Tangisku benar-benar pecah ditengah keheningan malam. Berbeda denganku, Atsumu benar-benar sangat tegar. Aku tak mendengar suara tangisnya sedikitpun.

Yang saat itu Atsumu katakan memang benar. Ia tidak akan merasa sedih berkepanjangan jika aku pergi. Tak apa, setidaknya aku tahu kalau ia akan baik-baik saja tanpaku.

“sakit, Tsum.” Mendadak napasku tersendat. Aku meletakkan kedua tanganku tepat didepan dada.

“sshtt—tidur aja ya, sebentar lagi sembuh, kok.” Ucapan Atsumu saat itu terdengar meyakinkan ditelingaku. Dia benar, sebentar lagi aku akan sembuh dan tak akan merasakan sakit lagi.

When You're Gone - Miya Osamu [END] ✓Where stories live. Discover now