Scene 11 : Tamu Tak Diundang

218 46 25
                                        

Menit berikutnya usai pertemuan tak diduga antara Nayla dan Elang, dilanjut dengan sesi tukar wicara di kantin rumah sakit. Rasanya, mereka seperti kembali ke beberapa tahun lalu. Di tempat serupa namun peristiwa juga waktu berbeda, tentunya dalam keadaan dan karakter yang sudah lebih baik.

Dalam diamnya, Nayla tak henti membandingkan sosok lelaki di hadapannya kini dengan  yang dulu ia kenal. Elang masih tinggi, kulitnya masih kecokelatan, yang berbeda hanya garis wajahnya yang menunjukkan terkikisnya masa muda dan berganti kematangan usia. Cengiran bodoh yang sering dilihat, sudah tidak terlihat. Elang sepertinya memilih senyum tipis sebagai ciri khasnya kini.

“Hoy, diem aja lo.”

Nayla mengangkat wajahnya, menatap Elang yang ternyata sudah tersenyum manis. “Time flies but you don’t. Delapan tahun kita gak ketemu, dan lo masih terlihat kaya mahasiswi yang suka bolos kuliah demi karaoke bareng Ashita.”

“Lo juga, masih suka bermulut manis. Angka boleh bertambah, tapi kayaknya kebiasaan lama gak hilang.”

“Itu namanya karakter, Nay. Kalau gua gak kaya gini namanya bukan gua, sama kaya lo. Kalo gak cantik namanya bukan Nayla.”

What—seriously, Lang?? Bener-bener lo ya.”

Lelaki itu tergelak, mencipta lengkungan dalam di antara dua pipinya sehingga menampilkan sisi lain dari wajahnya yang sejak tadi serius. “Itu baru pemanasan, jangan khawatir.”

“Udah gila.” Nayla tertawa lepas lalu tawanya memudar begitu disadarinya bekas luka sayat di dahi Elang. Tidak panjang, namun dalam dan terlihat sakit sepertinya. “Ya Tuhan ....”

“Kenap—ah, ini.” Tangannya memegang dahi yang ditatap Nayla. Dia tersenyum santai. “It was hurt, no tipu-tipu.”

I see, udah pasti sakit kalo bekasnya gak ilang begitu,” timpal Nayla setuju. “Is it because of that accident?”

“Gak sepenuhnya, tapi iya. Cuma berbekas karena gua ngeyel pergi dari rumah sakit sebelum perawatannya betul-betul selesai.”

“Gosh, lo dan kekeraskepalaan lo.”

“Yes, gua dan kekeraskepalaan gua.”

Mereka diam lagi, cukup lama yang terdengar hanya bunyi batu es beradu satu sama lain dan denting peralatan makan bertemu permukaan piring

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mereka diam lagi, cukup lama yang terdengar hanya bunyi batu es beradu satu sama lain dan denting peralatan makan bertemu permukaan piring. Sampai Nayla memberanikan diri bertanya, “Lo udah ketemu dia lagi?”

Kepala Elang terangkat miring. “Siapa?”

Sepasang mata Nayla berputar, malas. “Gak usah muter-muter deh, Lang.”

“Yee, pemanasan dulu dong. Maunya langsung jeder aja nih bu bos.”

“Pemanasan mulu, keburu gosong.”

Elang tertawa, ngakak. “Sumpah, sekarang kok lo jadi lucu sih, Nay?”

“Gue emang lucu dari dulu, lo aja gak pernah betah ngobrol lama-lama sama gue,” sahut Nayla asal, gak bermaksud menyindir atau julid.

Get Ready With Us : FamancyWhere stories live. Discover now