15

1.8K 270 10
                                    

🥀Tak akan ada ibu peri dari setiap tangis yang aku keluarkan. Tidak untuk hari ini, tidak untuk hari esok. Tidak untuk selama-lamanya. Yang ada hanya diriku sendiri di sini.🥀

🌹🌹🌹

"Habis dari mana kamu?" tanya Laras begitu Ayara membuka pintu rumah.

"Rumah Ray, Ma," jawab Ayara pelan. Ia ingin sekali berbohong untuk menyelamatkan dirinya saat ini, tetapi ia membenci hal itu. Ia tak ingin membohongi orang tuanya. Sebisa mungkin tidak. Toh, sebenarnya berteman dengan Rayyan bukanlah hal yang salah.

"Ray, teman lama kamu itu?" tanya Laras memastikan.

Ayara mengangguk pelan.

"Mama, kan, sudah bilang untuk menjauhi Ray, kenapa kamu masih main sama dia?" Laras mulai meninggikan suaranya.

"Dia anak baik, Ma."

"Dia suka ikut tawuran! Sudah terkenal namanya! Kamu kalau bergaul tolong dipikir dulu, Aya!"

"Dia nggak membawa pengaruh buruk apapun sama Aya."

"Memang kamu tahu apa? Yang kamu tahu hanya bersenang-senang, Ay. Belajar aja nggak benar, sudah mau bicara masalah pengaruh baik dan buruk!"

Apa? "Ma, Aya belajar dengan benar selama ini," sanggah Ayara.

"Mana buktinya? Kamu juga tetap seperti ini, nilai juga nggak ada perubahan."

"Aya sudah-"

"Kamu bilang sudah belajar dengan benar, dengan giat, tapi kenyataannya kamu malah mempermalukan Mama, Aya!" bentak Laras.

"Mempermalukan?" Tenggorokan Ayara serasa tercekat. Sejauh ini ia berusaha untuk menjadi pintar, untuk menjadi anak yang membanggakan, tapi kenyataannya ia hanya mempermalukan Ibunya?

"Iya! Nggak bisa dibanggakan, nggak membawa nama baik buat orang tua!"

"Ma," panggil Ayara serak. "Apa Aya benar-benar setidak berharga itu?"

Laras menghela kesal. "Menurut kamu? Memang kamu sudah membanggakan Mama dan Papa dari segi apa? Memang kemampuan kamu itu apa? Kamu kira menyanyi dari kafe ke kafe itu bisa menjadi sesuatu yang dibanggakan?" tanya Laras sinis. "Enggak, Ay! Yang ada itu hanya mempermalukan Mama!"

Ayara menatap nanar Ibunya yang balik menatap penuh amarah. "Apa pernah, sekali saja, Mama bertanya, atau setidaknya hanya berpikir, apa yang sebenarnya Aya mau?"

Entah apa dampak dari ucapan Ayara itu bagi Laras, namun kini tatapan itu melunak. "Apa? Menyanyi, kan?"

"Bukan, Ma."

"Lalu?"

"Kasih sayang dari Mama dan Papa." Ayara langsung berjalan naik tanpa mempedulikan reaksi dari Ibunya. Ia tak lagi peduli karena air mata itu sudah tak terbendung lagi.

Saatnya kembali ke dunia nyata, Ay!

🌹🌹🌹

Ayara menutup pintu kamarnya dengan kasar.

Tak berguna, tak membanggakan, hanya mempermalukan orang tua. Semua kalimat hinaan itu mengalir di benak Ayara. Terputar kembali dengan membawa seribu hujaman tajam pada hatinya.

Ia hanya ingin disayangi oleh kedua orang tuanya. Apa itu berlebihan?

Ia sudah mencoba segala cara untuk menjadi seorang anak yang orang tuanya harapkan pada dirinya. Bangun lebih awal untuk mengulang kembali materi, tidur lebih larut untuk memahami materi yang ia tak bisa. Nilai demi nilai yang baginya memuaskan, ternyata masih belum cukup untuk orang tuanya. Masih kalah dibandingkan Aryana.

AYARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang