Entah mengapa Papa menyuruhku pulang dan mengambil cuti panjang. Tapi aku tak menurutinya dengan mengambil cuti. Untuk apa mengambil cuti jika pekerjaanku juga libur saat anak-anak liburan semester. Tepat dua hari lalu adalah pembagian rapot anak-anak sehingga aku bisa berada di sini sekarang.
Aku sedang menunggu koperku yang sedang diturunkan dari bagasi. Aku mengambil tiket penerbangan pagi, sehingga aku bisa berada di Kota Kembang ini siang menjelang sore hari. Aku sudah mengabari kedua orang tuaku, bahwa aku telah tiba di Bandung. Mereka berpesan agar aku menunggu jemputan yang membawaku ke rumah.
Sepertinya Bandung menyambutku dengan baik. Cuaca hujan ringan membuat julukan Kota Kembang ini menjadi lebih sejuk. Saat aku keluar dari gate kedatangan, aku sudah melihat salah seorang prajurit TNI yang berjalan menghampiriku.
"Selamat siang menjelang sore non Rayya."
Mataku memutar malas mendengar sambutannya, "Lama nggak ketemu kok makin aneh."
"Aneh gimana? Makin ganteng yang ada Ray."
"Tuh kan, makin kePD'an," sahutku.
"Terserah Rayya," jawabnya serta mengambil koperku.
"Kirain Om Arga udah nggak jadi ajudan Papa."
"Wih, masih dong. Lebih baik saya jadi ajudan Papa kamu daripada yang lain."
Aku hanya manggut-manggut saja mendengarnya. Om Arga adalah ajudan di keluargaku. Bukan hanya dia sebenarnya, masih ada dua orang lagi yang bertugas mengikuti kemana Papa pergi dan menetap dirumah membantu Mama. Ketiga prajurit yang menjadi ajudan di keluargaku sudah di anggap keluarga secara tak langsung.
Hubungan kami juga terbilang baik, bahkan kami seperti adik dan kakak. Sebenarnya aku bisa saja memanggil namanya atau di tambah embel-embel abang. Cuman aku tak terlalu nyaman, jadi aku memanggilnya om sama seperti adikku.
"Ini mau langsung pulang atau makan dulu."
"Om laper nggak? Kalau laper ya udah kita mampir aja dulu."
"Kamu kaya nggak tau saya aja."
"Kan kita nggak kenal," candaku.
"Dahlah pulang aja. Kirain ngeselinnya berkurang," keluh Om Arga.
"Bilang aja rindu ga ada yang di ajak debat kan?" godaku.
"Sok tau kamu Ray, ngapain saya nyariin kamu."
"Iyain aja, siapa tau jodoh Om Arga deket."
Om Arga mendengus kesal mendengarnya. Jika orang melihatnya pasti aneh, sayangnya Om Arga tahu aku suka bercanda begitupun dia.
"Jodoh kamu itu yang sebentar lagi dateng," balasnya.
"Aamiin Ya Allah."
"Oh iya, Letnan Raffa juga besok pulang."
"Kakak ada keperluan apa pulang juga?" tanyaku bingung. Bukan maksud melarang, hanya saja ia akan ke Bandung setiap ada urusan dinas sekalian mampir ke rumah.
"Mana saya tau Ray, yang punya urusan kan Letnan Raffa bukan saya."
"Ya aneh aja. Nggak mungkin Kakak ambil cuti."
"Terus kamu disana gimana, enak nggak disana?" Ah kebiasaannya mengalihkan topik.
"Wih enak, banyak cewe cantik," godaku pada orang yang sedang menyetir mobil hitam ini.
"Bohongmu Ray, Ray."
"Ih, nggak percaya lagi. Coba aja aku ada fotonya."
"Halah, kamu tu suka banget ngerjain saya," tawaku sudah tak dapat ku tahan melihat ekspresinya. Om Arga adalah moodboosterku dan adikku dikala penat dengan tugas-tugas kala itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Danton, My Destiny [Terbit di Google Playbooks]
General Fiction𝐂𝐇𝐀𝐏𝐓𝐄𝐑 𝐋𝐄𝐍𝐆𝐊𝐀𝐏 𝐓𝐄𝐑𝐒𝐄𝐃𝐈𝐀 𝐃𝐀𝐋𝐀𝐌 𝐕𝐄𝐑𝐒𝐈 𝐄𝐁𝐎𝐎𝐊❗❗ [𝐋𝐢𝐧𝐤 𝐨𝐧 𝐁𝐢𝐨 𝐖𝐚𝐭𝐭𝐩𝐚𝐝 𝐏𝐫𝐨𝐟𝐢𝐥𝐞] [Follow sebelum membaca] [DON'T COPY MY STORY!] ***** Sebuah kisah romansa antara Prajurit TNI dengan seorang gadi...