Danton, My Destiny 4 | Malam Minggu

5.2K 457 32
                                    

Sudah sekitar tiga pekan lamanya aku berada disini. Ditempat yang dijuluki Kota Hujan. Bukan tanpa alasan aku berada disini, aku disini sedang sibuk mengurus pernikahanku yang tinggal beberapa pekan lagi. Mulai dari berkas, periksa kesehatan, menghadap para senior dan lain sebagainya.

Di Bogor aku ditemani calon Om Jeje, Mba Hilda. Alasanku mengajaknya karena Mba Hilda asli orang Bogor. Hari ini bisa dibilang hari terakhirku di Bogor, karena lusa aku sudah akan pulang ke Bandung bersama Mba Hilda.

TOK! TOK! TOK!

Aku mengernyit heran, siapa yang bertamu di malam minggu seperti ini. Apakah ia tamu Mba Hilda, jika ya empunya rumah sedang tidak ada di tempat. Ku beranjak dari medan magnetku menuju pintu. Rasa was-was sedikit menerpa diriku. Pasalnya di rumah ini aku sedang sendiri.

Sebelum membukakan pintu, aku sedikit mengintip siapa yang orang yang datang ke rumah ini. Seorang laki-laki dengan kaos abu-abu tua berkerah. Melihat postur tubuhnya saja aku sudah mengenalinya beberapa pekan ini.

Begitu aku membukakan pintu, "Lama banget kamu buka pintu Ray."

"Salah sendiri nggak ngucap salam."

"Jangan bilang kamu nggak buka HP?" Aku menggaruk kecil pipiku yang tak gatal. Dugaannya sangat tepat aku tak membuka ponselku bahkan tak menyentuhnya sejak tadi sore.

"Maaf," ucapku, "Jadi mau ngapain kesini?"

"Ganti baju, kita makan di luar." Belum sempat aku bersuara, "Tak ada penolakan Rayya!" titahnya.

Segera saja aku menuju kamar untuk mengganti pakaianku. Tak perlu terlalu ribet hanya memakai celana bahan serta sweater berwarna abu-abu, tidak lupa mengganti penutup kepalaku dengan warna senada. Wajahku hanya ku poles bedak tipis dengan lipcream berwarna soft agar tak terlalu pucat.

"Udah ayok!" ajakku setelah mengunci pintu rumah dan meletakkannya di dekat tanaman hias milik Mba Hilda.

"Kok di kunci?"

"Mba Hilda dari sore pergi sama Om Jeje."

"Jeje sudah sampai?"

"Iya tadi siang Om Jeje sampe, terus aku nyuruh Om Jeje sama Mba Hilda buat jalan-jalan."

"Terus kamu dari tadi sendirian?" Aku mengangguk saja. "Yasudah ayo."

Aku menaiki mobil hitam yang tiga pekan belakangan sering ku lihat. Tak usah penasaran siapa yang punya. Jelas saja Yudha Aryasatya yang punya. Ah, bujangan kaya.

"Kita makan dimana?" tanyaku. Em, ini adalah kali pertamaku malam mingguan bersamanya. Biasanya ia akan mengajakku siang atau sore tergantung jadwal dinasnya. Untung saja aku tak suka menuntutnya untuk membawaku jalan-jalan.

"Kamu maunya makan dimana?"

"Dimana aja oke, asalkan enak. Kalau ada makanan pinggir jalan yang enak ya udah kita kesitu aja."

"Yasudah, ke tempat sate kambing langganan Mas aja ya."

"Hm, Okey!" jawabku, "Kak Raffa kemana? Malam mingguan juga?"

"Raffa piket," jawabnya singkat. "Dari tadi Mas belum denger kamu nyebut panggilan biasa kamu ke Mas."

Argh, kenapa si manusia satu ini teliti banget. Ngga tau ya gugup kalau manggil doi Mas.

"Biasain dong. Waktu menghadap aja lancar banget kamu nyebut kata Mas."

"Ih, kan beda tau!"

"Apanya yang beda? Mas ga berubah, tetap Yudha Aryasatya calon suami kamu." Sumpah ya, seneng banget bikin jantung aku ini berdetak lebih cepat dari biasanya. Kalian tau, sejak Danton dateng ke rumah, ia selalu membuatku menerimanya dengan sepenuh hati. Berbicaranya juga menjadi santai jika denganku.

Danton, My Destiny [Terbit di Google Playbooks]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang