Jodoh Ada di Depan Mata

23.7K 575 1
                                    

"Berani sekali kamu memarahi putraku! Bukankah putraku sudah bilang ini bukan salahnya. Jadi, berhenti omong kosong!" seru seorang wanita paruh baya yang sedang merangkul putra gendutnya yang baru beranjak remaja.

Mendengar keributan di samping gerbang sekolah, membuat anak-anak berseragam SMP yang baru saja selesai belajar berkerumun. Mereka saling berbisik satu sama lain. Bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi di antara guru dan orang tua teman sekolahnya tersebut.

"Nyonya, saya melihat dengan mata kepala saya sendiri bahwa anak Anda yang sudah mendorongnya sampai terjatuh. Itu sebabnya saya memintanya untuk meminta maaf," jawab seorang wanita muda yang mengenakan seragam guru yang terlihat begitu pas dengan tubuh rampingnya.

"Dia tidak akan melakukan itu tanpa alasan. Anak ini pasti sudah menghalangi langkah putraku."

Guru cantik berambut hitam panjang itu mengembuskan napas berat. Seolah dia sedang ditekan dari segala sisi saat ini. Pikirannya kacau, bingung harus bagaimana lagi menjelaskan bahwa putranya lah yang bersalah. Wanita paruh baya yang terlihat berasal dari kalangan atas ini tidak mau mengakui kesalahan putranya. Suasana yang begitu bising karena deru mesin kendaraan yang berlalu lalang dan ditambah anak-anak yang mengerumuni mereka, membuatnya semakin pusing.

"Nyonya, tolong dengarkan saya. Saya tadi baru saja muncul dari gerbang, tiba-tiba anak Anda menyalip saya dan dengan kasar mendorong anak ini," jelas guru itu sambil menunjuk bocah perempuan yang ada di sampingnya.

"Berarti sudah jelas, dia yang menghalangi langkah putraku! Siapa kau sampai berani-beraninya menyuruh putraku minta maaf. Guru kemarin sore saja belagu. Kau tahu siapa kami? Heh! Putraku bukan anak yang bisa berada di posisi yang harus meminta maaf, bahkan jika dia memukulinya. Mengerti!" hardiknya sambil mengacungkan jari telunjuk pada guru tersebut.

"Sudah, Bu Cinta. Saya tidak apa-apa." Anak perempuan dengan pakaian kotor karena tersungkur itu angkat bicara.

Guru muda dengan nama lengkap Cinta Aulia Mirza itu mulai terlihat geram. Dia mengetatkan rahang bawah sambil menatap tajam pada ibu muridnya. Tangan mungilnya sudah sangat gatal ingin mendorong wanita bertubuh sedikit berisi itu agar tahu bagaimana rasanya tersungkur. Sambil terus berusaha menekan emosi yang sudah membuncah, guru itu memejamkan mata dan menghembuskan napas berat.

"Ada apa ini?" Suara bariton dari balik punggung wanita paruh baya itu mengagetkan guru muda tersebut.

Seorang pria muda dengan gagah berjalan ke arah mereka dengan tatapan tajamnya. Mata wanita berseragam guru itu membulat dan bibirnya mengatup rapat. Dia terlihat menjadi sedikit gusar setelah kedatangan pria tersebut.

Aduh ... kenapa sih pas banget datangnya. Bisa tamat riwayat pekerjaanku kalau sampai dia kesal, batinnya yang kini memejamkan mata sambil sedikit mengintip.

"A–Anda ... Tahta anaknya Pak Mahardika?" Ibu itu menjadi tergagap saat melihat kedatangan pria itu.

Wanita muda tadi membuka matanya saat mendengar suara tergagap dari orang tua muridnya. Oh, jadi dia tahu Tahta. Bagus.

"Ah, nggak ada apa-apa. Hanya masalah kecil saja. Ayo kita pulang," ajak guru tersebut dengan bergelayut manja di lengan pria tadi.

Dia harus sedikit menarik lengan pria yang masih menatap curiga ke arahnya itu. Sebelum benar-benar pergi dari lokasi tersebut, dia berhenti tepat di samping wali muridnya.

"Lain kali mengajari anak untuk mengakui kesalahannya itu lebih baik, atau perlu saya yang mengajarinya besok?" bisiknya dengan kedipan sebelah matanya dan melenggang pergi.

Wanita paruh baya itu sedikit terkesiap mendengar ucapannya. Dia masih terlihat kebingungan dengan situasi yang baru saja terjadi. Apa hubungan guru muda itu dengan anak Mahardika? Dia tidak boleh mencari masalah dengan keluarga superior itu jika ingin hidup dengan tenang dan pekerjaan suaminya aman, pikir wanita paruh baya tersebut.

Sedang pria yang dipanggil Tahta tadi sedang mengemudi mobil mewahnya dengan santai sambil sesekali melirik ke arah kursi penumpang di sampingnya.

"Apa kau bertengkar dengan wanita tua tadi?"

"Ehm ... itu hanya masalah kedisiplinan siswa saja," jawab wanita yang sedang merapikan rambut panjangnya.

"Akan sulit menghadapi orang-orang seperti mereka di sini. Dia teman pemilik sekolahan itu. Sebaiknya kau menyerah saja dengan pekerjaanmu itu dan nikmati hidupmu."

Wanita berseragam guru itu menengok ke arahnya. "Aku sangat menikmati hidupku saat bisa bersamamu dan melihatmu, seperti sekarang misalnya."

"Haiish ... mulai lagi. Sepertinya aku harus meminta ibu untuk mencarikan jodoh untukmu. Aku takut otakmu akan semakin tidak beres."

"Kenapa harus susah-susah mencari kalau jodohku sudah ada di hadapanku," ucap Bu Guru itu sambil mengedip-ngedipkan mata dengan genit.

Tahta mengacak rambutnya dengan gemas. "Sebaiknya jangan lagi buka mulut bawelmu itu jika masih ingin sampai rumah dengan selamat."

Wanita cantik itu mengerucutkan bibirnya sambil menatap kesal pada Tahta. Namun sejurus kemudian bibir yang maju beberapa mili ke depan itu sedikit demi sedikit tertarik ke atas membentuk sebuah lengkungan yang indah. Pria muda tampan itu terus saja di tatap penuh arti oleh lawan jenisnya sepanjang perjalanan.

"Cinta, kita sudah sampai," ucap Tahta mencoba menyadarkan wanita yang seolah sedang terhipnotis tersebut.

"Cinta!"

Satu jentikan jari di depan muka berhasil mengembalikan kesadarannya.

"Ah, iya?"

"Apa kau sudah puas menatapku?"

"Sebenarnya sih belum, tapi mau bagaimana lagi ...," jawabnya dengan lesu.

"Baiklah, aku pulang dulu. Terima kasih sudah mau menjemput ku, Tahta."

Tahta mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil. "Hei, berapa kali aku bilang untuk memanggilku kakak? Aku lebih tua darimu," protesnya menatap wanita yang hendak berjalan ke arah gedung apartemennya.

"Baiklah-baiklah, terima kasih kakak yang tampan, adik cantik ini mau pulang dulu."

Wanita itu berkata dengan dibuat-buat semanis mungkin dan melayangkan cium jauhnya pada Tahta sebelum melenggang pergi.

Bersambung ....

****************


Catatan Author : Cerita ini hanya fiktif belaka. Apabila ada kesamaan nama tokoh, latar, kejadian, atau tempat dengan para pembaca, berbahagialah.

Mungkin inspirasinya berasal dari kalian. :)

Terima kasih banyak atas dukungan kalian. Lope lope sekebon, Kesayangan.

[NOT] A Perfect MarriageWhere stories live. Discover now