Kau Hanyalah Tamu

2.7K 116 0
                                    

Tahta yang baru saja sampai di apartemennya mengambil sebotol air dari dalam kulkas dan meneguk perlahan minuman tak berwarna tersebut. Dia menyalakan ponsel berwarna hitam miliknya, ada beberapa pesan dan panggilan tidak terjawab dari kekasihnya. Pria yang terlihat letih itu memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku, belum ada niatan untuk membalas pesan-pesan tersebut, tubuhnya masih terasa lelah untuk memainkan benda pipih itu.

Tahta berjalan ke arah sofa dan duduk di sana sambil menyandarkan tubuh kekarnya. Dia ingin beristirahat sejenak dari aktivitas yang menguras otak. Hari ini banyak sekali urusan internal perusahaan yang harus diselesaikannya, termasuk menangani proyek danau biru yang sedikit bermasalah. Matanya menyapu setiap sudut apartemen, rasanya sudah lama sekali dia tidak melihat kondisi rumahnya. Semenjak kehadiran Cinta di tempat tersebut, Tahta tidak pernah lagi menaruh perhatian pada apartemennya. Dia akan segera pergi saat pagi, dan pulang tengah malam untuk tidur. Begitulah setiap hari.

Tahta menghela napas berat mengingat perbuatannya itu. "Kenapa kau memilih jalan ini. Kenapa kau jadi seperti ini, Cinta?

Pria yang hanya mengenakan kemeja dengan dasi yang sudah berantakan dan celana formal tersebut memejamkan matanya. Dia mencoba menenangkan diri dari isi kepalanya yang sudah terasa semrawut layaknya benang kusut. Baru saja dia bisa merilekskan pikiran, Tahta dikejutkan oleh suara pintu yang tiba-tiba saja dibuka dengan kasar.

"Sayang!"

Seorang wanita berbalut mini dress berwarna merah dengan panjang hanya setengah lutut, berjalan dengan pasti ke arah Tahta. Pria yang baru saja ingin bersantai dibuat terkejut karena kedatangan kekasihnya yang begitu tiba-tiba.

"Bella, ada apa kau ke sini?" tanya Tahta berdiri menghampiri wanita dengan muka masamnya.

"Aku menghubungimu berkali-kali, tapi tidak ada jawaban. Bukankah kau sudah berjanji tidak akan pulang cepat? Kau ingin bertemu dengan wanita ular itu?"

"Tadi aku ada meeting penting dengan beberapa klien di dekat sini. Aku juga baru saja sampai," jelas Tahta yang terlihat sedikit frustrasi.

Bella terdiam sejenak menatap lekat manik mata Tahta. Dia sedang mencoba mencari tahu kebenaran dari sorot mata pria itu. Kekhawatirannya kali ini benar-benar tidak beralasan. Dia bahkan sudah hampir gila memikirkan bagaimana rencananya dengan Bimo, jika sampai Tahta jatuh ke dalam genggaman Cinta.

"Aku takut kau akan mengkhianatiku dan meninggalkan aku, Sayang." Bella memeluk tubuh kekar Tahta dengan manja.

"Tidak akan. Aku hanya sangat lelah hari ini dan ingin segera istirahat," ucap Tahta sambil membalas pelukannya.

Wanita yang bagian atas tubuhnya terbuka lebar, dan menampakkan dua tonjolan besar itu mulai melakukan aksinya. Dengan sengaja dia menciumi leher dan pundak Tahta dengan lembut. Menghirup aroma maskulin dari ceruk leher yang menggoda tersebut. Selama dua tahun terakhir, dia masih belum bisa mendapatkan kunci utama untuk mempertahankan hubungan mereka. Bella harus bisa mendapatkan tubuh Tahta agar bisa tetap tinggal di sisinya.

Dalam permainan ini, Tahta terlihat begitu menikmati permainan Bella. Dia memejamkan mata, saat bibir seksi nan kenyal wanita itu menyapu lehernya. Rasanya dia dibuat terbang oleh kenikmatan hingga bisa sesaat membuat otaknya terasa lumpuh. Namun, kesadaran pria itu tiba-tiba kembali, saat Bella mulai membuka satu kancing bajunya.

"Kita tidak bisa melakukan ini, Sayang," ucapnya sambil mendorong tubuh Bella menjauh dengan lembut.

Aaahhh, si*lan! Kurang sebentar lagi dan aku bisa mendapatkannya, geram Bella.

"Sayang aku milikmu. Kau bisa melakukan apa saja padaku. Bukankah kita juga akan menikah nantinya?" Kembali wanita tersebut mengeratkan pelukannya.

Tahta hendak membuka mulut untuk menjawab Bella, tapi kembali menutupnya rapat saat mendengar suara seseorang menekan tombol dari luar. Tahta mengarahkan tatapan tajamnya ke pintu, dan Bella, dia bersikap acuh dan terus memeluk mesra kekasihnya.

Tidak lama pintu berwarna putih itu dibuka. Seorang wanita muncul dari baliknya. Wajah datar wanita cantik itu seketika berubah saat menyaksikan pemandangan di hadapannya.

"Kau?"

Tahta mengalihkan pandangan ke arah Bella dengan santainya. Dia sama sekali tidak terkejut ataupun gugup dengan kedatangan Cinta. Tahta mencium kening Bella dengan lembut sebelum akhirnya mendorong tubuh Bella agar melepaskan pelukannya.

"Sudah malam, pulanglah dulu. Aku akan menemuimu besok."

Bella menganggukkan kepalanya dengan manja. Mereka seolah sedang bekerjasama dengan sengaja menunjukkan cintanya di hadapan Cinta. Wanita seksi itu tiba-tiba mengecup bibir Tahta sebelum berbalik pergi. Tidak dipungkiri kedua orang yang ada di sana terkejut dengan aksi Bella. Ya, meskipun tidak terlalu kentara, Tahta juga sedikit membelalakkan mata mendapat ciuman mendadak tersebut.

Bella melenggang pergi begitu saja, melewati Cinta yang membeku di tempatnya. Matanya tertuju pada Tahta, menyapu setiap sudut tubuh pria yang sudah menjadi suaminya tersebut. Ada bekas lipstik menempel di kerah dan bajunya, ada bercak merah tipis juga di leher itu. Napas Cinta memburu menyaksikan kemesraan suaminya dengan wanita lain. Dadanya bahkan terlihat naik turun dengan begitu cepat. Dia mengepalkan erat kedua tangan untuk menekan emosi yang sudah bergejolak di dalam hatinya.

Tahta berdecak kesal saat kedua mata mereka saling beradu. Dia mengalihkan wajahnya dengan malas dan mengambil jas yang tergeletak di sofa sebelum akhirnya berbalik pergi.

"Tidak bisakah kau sedikit menghargaiku? Setidaknya jangan membawanya pulang untuk bermesraan," protes Cinta yang sudah tidak tahan untuk tetap diam.

"Ini rumahku, dan kau sebagai tamu harusnya tahu diri," jawab Tahta tanpa menatap istrinya dan melangkah pergi meninggalkan Cinta.

Deg!

Rasa sakit tiba-tiba saja menjalar di dadanya mendengar jawaban Tahta. Sakit, dan sangat sakit hingga membuat Cinta tak bisa berkata-kata lagi. Tangisnya pun bahkan tak bersuara. Dia terkulai di sofa bekas ditempati oleh suaminya. Aroma maskulin pria itu masih menempel di sana, membuat hatinya serasa semakin hancur berkeping-keping. Aroma yang merangsek masuk ke indera penciuman ini, membuatnya terbayang oleh kemesraan suami dan kekasihnya.

"Aku tamu? Baiklah, jika ini yang kau inginkan. Lakukan saja apa yang ingin kau lakukan, Tahta. Aku hanya perlu bertahan di sini selama enam bulan, hanya itu." Tangis Cinta pecah seiring berakhirnya gumaman tersebut.

Dia merasa sudah tidak sanggup lagi untuk menggenggam tangkai itu. Dulu Cinta berpikir dengan mengambil mawar tersebut, dia bisa menikmati keindahannya, memiliki sepenuhnya. Namun, semua itu salah. Dia harus berurusan dengan duri-duri tajam saat ingin memetik mawar yang terlihat indah tersebut.

Setidaknya aku sudah berusaha untuk meraihmu.

Bersambung ....

[NOT] A Perfect MarriageOnde histórias criam vida. Descubra agora