Take Him Away!

2.7K 116 0
                                    

"Halo, calon keponakan," sapa Bella dengan menekan kalimatnya.

Cinta semakin menajamkan lirikannya. Tangannya terkepal semakin erat hingga urat-urat tipis muncul di permukaan kulit seputih susu tersebut. Rahangnya yang mengetat bahkan membuat gigi-giginya saling menekan dan menenggelamkan satu sama lain.

"Wao, apa kau marah keponakan? Eh, istri tua," ejek Bella dengan senyum liciknya.

"Heh!" ujung bibir Cinta sedikit tertarik ke sebelah kiri.

"Kau menyedihkan. Wanita yang tidak pernah diberi kepastian itu menyedihkan. Bahkan mungkin kau hanya dianggap pemuas nafsunya saja," ujar Cinta sembari menatap jijik ke arah Bella.

Bella menatap nyalang saingan cintanya tersebut. Mereka berdua saling baradu pandang dengan sorot mata yang seolah saling menikam satu dengan lainnya. Atmosfer di ruangan itu panas. Seolah siapa saja bisa terbakar hanya dengan melihat keduanya. Untungnya, tidak banyak orang yang datang ke tempat yang berada di pojok gedung tersebut. Hanya ada dua wanita dan mereka segera beranjak pergi setelah merasa ada yang tidak beres dengan dua orang di depan wastafel tersebut.

"Hah!" Bella memutar bola matanya malas.

"Jangan sombong hanya karena kau menjadi istrinya. Kau bahkan tidak akan bisa mendapatkan seujung kuku Tahta sekalipun. Kau itu hanya sebatas mainannya yang akan dibuang jika dia sudah bosan. Oh, iya. Bukankah kau bilang kemarin dia menghabiskan waktunya denganmu?" tanya Bella dengan ekspresi angkuhnya.

Wanita itu semakin mendekati Cinta. Dengan posisi berhadapan, dia mencondongkan wajahnya ke samping dan berbisik tepat di samping telinga Cinta. "Aku pikir kau sudah tahu aku sedang hamil. Dan kau tahu berapa usianya? Lima minggu."

Cinta menjauh. Satu langkah ke belakang. Wajahnya sudah terlihat memerah karena amarah yang tertumpuk.  Bibirnya bergetar, semua umpatan yang berputar-putar di otaknya ingin sekali dia keluarkan sekasar dan sekeras yang dia bisa. Namun, kewarasannya masih kuat untuk membendung perilaku yang akan membuat malu kedepannya. Cinta memilih tak bersuara dan hanya menatap malas Bella memainkan bibirnya seolah meremehkan.

"Kau ambil saja jika dia berminat. Kalian memang pasangan yang sudah ditakdirkan. Sama-sama pengkhianat. Kotor dan menjijikkan."

Bella menyalangkan mata. Dadanya terlihat naik turun semakin cepat karena amarah yang sudah membuncah. Aura kedua wanita muda itu semakin menggelap. Rasanya tidak ada akan hal yang bisa menginterupsi perdebatan di antara keduanya.

"Kau itu pelakor. Mau beralasan seperti apapun, kau adalah pelakornya. Jika kau ingin bersaing denganku sebaiknya berkaca dulu seberapa menjijikkannya dirimu. Bahkan kau tidak ada seujung kuku denganku. Lihatlah bagaimana kau bisa menikah dengan Tahta, jika bukan karena jebakan murahan itu, mana mungkin kau bisa bersama dengannya. Jika sampai wartawan tau, itu akan menjadi aib yang memalukan seumur hidupmu, dan kau tau bagian yang terbaiknya apa? Semua keluargamu, bahkan jika kau punya anak, mereka semua akan terlihat menjijikkan karena ulahmu," seru Bella sembari menunjuk Cinta dengan mata yang hampir menggelinding dari tempatnya.

Cinta membeku. Netranya bergetar dan detak jantung memburu. Genggaman yang sebelumnya sudah melemah, kini kembali dia eratkan. Bahkan kuku jari yang pendek itu seolah tengah mengoyak kulit telapak tangannya. Kata-kata kekasih Tahta itu bak sebilah pedang dengan bara api yang menghunus langsung ke jantungnya. Terbakar. Ya, wanita yang tengah berdiri mematung itu sedang terbakar oleh kobaran api kemarahan. Namun, dia juga tidak bisa menyangkal. Semua itu benar. Dia memang sama menjijikkannya dengan wanita ular tersebut. Menggunakan cara kotor untuk mendapatkan orang yang dia suka.

"Apa sekarang kau sudah sadar dari khayalan bodohmu itu? Tidak usah merasa istimewa karena kita sama-sama jal*ng."

"Stop!" Seru seorang gadis yang tiba-tiba muncul dari bilik kamar mandi. Kedua wanita yang tersentak itu menoleh bersamaan ke arahnya, membulatkan mata lebar menatap gadis dengan rambut kuncir kuda tersebut. Kedua netra gadis itu menunjukkan kilatan penuh amarah.

"Na–Nana?" gumam Cinta seolah tidak percaya dengan apa yang dia lihat.

Nana yang sedari tadi menguping pembicaraan mereka dari balik bilik itu tidak tahan mendengar penghinaan yang terlontar untuk kakaknya. Awalnya dia tidak mengira itu adalah kakaknya. Dia hanya berpikir sedang mendengarkan siaran langsung perebutan kekasih. Namun, setelah nama Tahta dilontarkan oleh suara yang asing baginya, dia menyadari suara sebelumnya itu adalah kakaknya. Nana masih mencoba menahan diri untuk mencari informasi lebih jauh tentang apa yang terjadi, tapi kesabarannya habis. Wanita yang selalu melindunginya kini sedang butuh perlindungan.

Nana melangkah pasti dengan wajah suramnya mendekati Bella. Bella mundur satu langkah ke belakang saat menyadari anak gadis berpakaian kasual dengan sepatu sneaker bersol tinggi itu semakin mendekatinya.

"Ma–mau apa kau?" ucap Bella dengan mata bergetar saat mendapat tatapan mematikan dari Nana. Mereka bersitatap. Nana terlihat sedikit lebih tinggi dari Bella. Hal itu menguntungkan baginya untuk semakin menekan lawan dan membuat mentalnya menciut.

"Aakh!" pekik Bella kesakitan karena rambutnya dengan cepat ditarik ke belakang oleh Nana, hingga membuat wanita itu mendongak ke atas. Bella bergerak ke sana ke mari mencoba melepaskan diri. Namun hal itu malah membuatnya semakin kesakitan.

Cinta hanya bisa mematung di tempatnya. Dia tahu betul tempramen adiknya itu. Tidak akan ada yang bisa lolos dari amarahnya jika dia sudah menginginkan hal tersebut. Itulah perbedaan di antara mereka. Nana sosok wanita yang tidak bisa mengontrol ucapan dan emosinya. Dia akan menyampaikan apapun yang terlintas di kepalanya saat itu juga.

Nana yang memang berpostur tinggi dan sedikit berisi tersebut bisa dengan mudahnya mengancam Bella tanpa perlu mengeluarkan tenaga yang besar. Apalagi dia juga pernah ikut perguruan silat saat masih di Indonesia.

"Ambil saja pria tidak tahu diri itu. Kami tidak butuh! Dan kau wanita jal*ng si*lan, jangan pernah mengganggu kakakku lagi. Dia tidak selevel dengan pelac*r murahan sepertimu. TAKE–HIM–AWAY!" ujar Nana tajam, menekankan kalimat terakhir dan melepaskan rambut Bella dengan kasar.

Nana meraih tangan Cinta dan membawanya pergi dari tempat yang serasa tak ada oksigen di sekitarnya. Sebelum pintu tertutup, Nana masih sempat mengarahkan pandangan mengancamnya pada Bella yang diam mematung. Mengarahkan tangan yang sebelumnya tertuju pada matanya ke arah wanita dengan rambut berantakan tersebut.

Cinta masih diam menutup mulutnya rapat-rapat. Otaknya sedang bekerja keras memikirkan cara untuk menjelaskan segalanya pada Nana. Ini mungkin akan menjadi sejarah paling memalukan seumur hidupnya di hadapan Nana. Rasanya dia ingin menghilang dan lenyap dari permukaan bumi ini. Namun, tentu saja tidak bisa. Dia masih harus memberikan penjelasan pada gadis yang jika marah bahkan lebih menyeramkan dari tokoh Jang Man Woel pemilik Hotel Del Luna itu.

Bersambung ....

[NOT] A Perfect MarriageWhere stories live. Discover now