7. FAKTA BARU

19.4K 2.3K 134
                                    

"Mau kemana lo malem-malem gini?" suara itu mampu memberhentikan langkah kaki Vega.

Vega berbalik, memandang Bima yang baru saja pulang dari kantor, "Mau pergi,"

"Nggak! Lo tetep di rumah, belajar! Bentar lagi lo kelas 12 dan gue nggak mau tau lo harus kuliah di Jerman!" tegas Bima.

"Gue mau kuliah disini."

Raut wajah Bima berubah masam, "Nggak ada gunanya lo disini!"

"Gue udah bukan lagi anak kecil yang selalu harus nurut sama lo." perkataan Vega barusan membuat rahang Bima mengeras.

"Kalau lo bukan bocah lagi, harusnya lo paham! Harusnya lo berubah jadi lebih baik! Bukan jadi cewek murahan yang keluar malem-malem! Di sewa berapa lo sama om-om? Hah?!" Bima makin melantangkan bicaranya.

"Bim..."

"Kalau lo merasa bersalah atas kematian Ayah sama Mamah harusnya lo dengerin semua kata gue!" Bima mendekat, mengepalkan kedua tangannya.

"Itu udah takdir, Bim." ucap Vega lirih, bibirnya bergetar, ia menahan air matanya agar tidak jatuh dan terlihat lemah.

"Kalau aja lo nggak ngelakuin hal bodoh waktu kecelakaan Ayah, harusnya Ayah masih hidup!"

"Bima!"

Plak!

Satu tamparan keras berakhir di pipi kiri Vega. Ia memegang pipinya yang terasa begitu panas.

"Apa?! Hah?! Kalau lo nggak mau ikutin semua kemauan gue, lo pasti nyesel!"

"Gue nggak mau ke Jerman, gue mau tuntaskan semua penyelidikan gue tentang Rara. Gue nggak akan berangkat ke Jerman sebelum gue tau siapa yang udah buat Rara koma."

Bima tertawa hambar, "Mau sampai kapan lo menyelidiki kasus itu? Bukankah anak itu harusnya sudah tidak bernapas?"

"Bima! Rara itu temen kecil gue, dia yang selalu ada kalau gue butuh, bukan lo!"

Plak!

"Jalang kurang ajar!" Bima menampar sebelah pipi Vega. Membuat Vega meringis.

"Harusnya lo nggak minta adik kayak gue, bukankah hidup lo akan tenang kalau gue nggak dilahirin? Nyesel lo sekarang minta Tuhan buat lahirin adik kayak gue? Hah?"

Mata Vega berkaca-kaca, ia memakai jaket yang ia genggam di tangannya.

Andre, Sekertaris Bima, yang mendengar kegaduhan itu lantas menghalangi jalan Vega.

"Vega, tunggu dulu saya mau bicara." ujar Andre.

"Nggak perlu! Urus saja bos lo itu!"

"Tapi Vega—"

"Nggak usah bilang apapun ke Vega tentang saya." potong Bima.

"Tapi Pak, Vega harus tau tentang—"

"Nggak perlu kasih tau ke Vega. Itu biar menjadi urusan saya."

***

Disinilah Vega berada di markas Clevior. Setidaknya Vega merasa sedikit nyaman saat berada disini.

Ia sesekali memegang pipinya yang masih terasa panas akibat tamparan dari Bima tadi.

Vega menaiki tangga sembari membawa segelas minuman bersoda, matanya terus menelisik semua anggota Clevior yang berada di bawah. Menikmati minuman bersoda sembari melihat aktivitas masing-masing anggota Clevior dari atas sedikit membantu ia lebih tenang.

"Kok bengong?" Kania menyenggol lengan Vega.

Vega hanya tersenyum sambil menggeleng.

"Mata lo nggak bisa ngelak, Ve." ujar Kania.

DISHARMONIDonde viven las historias. Descúbrelo ahora