Komen kalian mood bgt sih, lucu-lucu, sayang deh❤️
✨✨
"Besok temen gue dari Bandung ke sini. Lo nggak boleh nongol pokoknya."
Baru juga Anin menapak tangga terbawah, suara Gagah membuatnya kesal. Anehnya Gagah masih menatap akuarium besar tanpa menoleh padanya tapi kok bisa tahu kalau ia yang turun.
"Ini rumah bukan punya lo doang kali," protes Anin tidak terima.
Gagah berbalik dan bersandar di tembok, memperhatikan Anin yang duduk di sofa sambil makan cokelat. "Makan mulu nggak gendut-gendut lo."
"Rese, banyak komen!" Anin melahap cokelatnya. "Gendut gue di tempat yang seharusnya. Lo nggak lihat body gue seksi gini, Bang?"
"Hueeekkkk!" Gagah langsung pura-pura mau muntah. "Makanan lo ngumpul di pipi doang!"
"Chubby itu imut tau, Bang." Anin nyengir. "Gemesin nggak adek lo ini. Harusnya lo bangga. Di antara banyak kemungkinan muka-muka adek lo, lahirnya yang cakep kayak gue. Lo juga cakep kok, masa adeknya enggak."
"Gue cakep, adek gue enggak!" putus Gagah, berbalik lagi menatap akuarium. "Pokoknya besok lo kurung diri di kamar."
"Nggak mau. Berkali-kali temen lo ke sini masa gue yang jadi korban. Lo sana yang pergi. Cari makan kek, cari cewek, atau cari masalah terserah."
"Jajan lo kan masih banyak abis ngerampok gue, Nin. Lo bisa diem di kamar sampai temen gue pulang."
"Pelit amat. Itu belanjaan nggak ada seperempat dari gaji lo sebulan. Lagian kenapa sih lo nggak ngebolehin gue nongolin hidung?"
"Males gue nanggepin mereka pasti minta-minta nomor lo. Kesetiaan pertemanan gue diuji kalo mereka minta nomor adek gue."
Anin tertawa. Ternyata karena itu. Gagah tidak pernah bilang padanya dari dulu, sih. "Harusnya lo bersyukur kalo temen lo ada yang naksir gue."
"Nggak ada bersyukur-bersyukurnya." Gagah kembali berbalik. "Soalnya yang minta nggak cuma satu. Dan gue tau tabiat mereka."
"Kalo tau mereka nggak bener terus lo temenin, berarti lo nggak bener juga dong?" tebak Anin.
Gagah melotot. "Bukan itu. Gue lebih suka pukul orang asing daripada temen gue sendiri."
"Maksudnya?" Anin mengernyit. "Kenapa harus mukul?"
"Kalo lo disakitin sama mereka, kan gue yang mukul. Emang lo bisa, ha?" tanya Gagah. "Udah nurut aja. Besok mendekam di kamar. Titik."
"Salah gue apaan dah." Anin menggerutu. "Perasaan gue palingan cuma lewat, nggak caper-caper, nggak kepo."
"Mereka yang caper."
"Ya kenapa salahin gue? Gue juga diem aja. Masa muka polos gini ada bakat ngelonte?"
"Mulut lo, Nin!" Gagah mendelik dan dibalas tawa oleh Anin.
"Apa ini sore-sore udah ribut?"
Suara itu membuat keduanya menoleh ke arah pintu. Terlihat si papa baru pulang ngantor.
"Abang nih, Pa. Masa mau ngurung aku di kamar besok. Nggak boleh keluar katanya."
Melihat delikan papanya, Gagah langsung beraksi. Ia mendekat dan menyalami papanya. "Eh, Pak Dandi. Ganteng amat, Pak. Dahinya berkilau."
Tidak jadi marah, Dandi langsung mengusap dahinya dengan bangga. "Gunawan ini."
"Gunawan?" tanya Gagah bingung.

DU LIEST GERADE
GlowApp (Aplikasi Cari Jodoh)
Jugendliteratur[Pemenang Wattys 2022 Kategori New Adult] Berawal dari sindiran pedas trah Kakek Sadewo, Anin sebagai cucu perempuan satu-satunya yang belum punya pacar merasa tertekan. Demi membawa teman kondangan agar sindiran julit para tantenya terbungkam, ia m...