28. As Long As We're Together

504 107 11
                                    

(Senin, 30 Januari 2017)

Brooklyn menginap di rumah Mamanya sejak kemarin.

Malam ini, kami bertolak kembali ke St. Anna. Tobias, seperti yang sebelum, sebelum, dan sebelumnya, pulang duluan, menolak mentah-mentah permintaan Tante Yvonne untuk mengantarkan adiknya ke St. Anna. Jadi dengan senang hati kutawarkan Brooklyn tumpangan, karena aku juga yang tiba-tiba memboyongnya beberapa waktu lalu. Aku tidak akan melupakan perjalanan konyol itu. Kalau saja ada kasetnya, aku tidak bakal bosan menyetelnya seharian.

Isi ransel Brooklyn tidak jauh berubah. Dia membawa kaus-kaus lamanya, plus dua kaus baru berwarna jingga dan hijau neon. Jaket sintetis biru kumal miliknya digantikan oleh reversible bomber hijau pinus yang masih gres. Tidak lupa, Brooklyn menukar jins bututnya dengan sehelai jins baru yang tidak lagi menggantung di pergelangan kaki. Malam ini, Brooklyn tetap terlihat menawan dengan jersey Rockets merah dan sweatpants.

Rasanya, seluruh tujuan hidupku tercapai hanya dengan melihatnya kutangan begitu.

"Selamat jalan, Sayangku." Tante Yvonne memberkati kening Brooklyn dengan tanda salib sebelum mengecup putra gantengnya itu dengan sayang. "Tuhan memberkati."

Brooklyn memeluk Tante Yvonne erat-erat, kemudian melepasnya. Yang terakhir, kami melambaikan tangan pada Raynhart yang bergeming di gerbang utama. Matanya hampa. Dia pasti sedih dan berpikir, mengapa kakaknya mesti kembali ke Malang secepat ini. "Hei." Aku menepukkan tangan di depan wajah anak itu. "Tunggu kami. Semester depan, lihat aku dan Brooklyn di sekolahmu. Oke?"

Aku menepuk pelan pundak kerempeng Raynhart sebelum berlari ke sisi mobil untuk membantu Brooklyn memasukkan ransel ke bagasi. Aku melambaikan tangan sekali lagi padanya, kemudian masuk. Mobil melaju perlahan meninggalkan Jalan Tukad Balian.

Aku mendekatkan wajahku pada Brooklyn yang sedang melipat lengannya di dada. "Gimana?" Aku memasang cengiran menyebalkan. "Sudah kangen Raynhart?"

"Lumayan." Brooklyn menggerutu. "Kok bisa, ya? Baru saja minggu lalu aku berantem sama dia gara-gara dia nggak sengaja bawa pulang controller-ku!"

Aku tergelak. Brooklyn sangat menggemaskan ketika berusaha menampik rasa kangennya pada Raynhart. Relasi mereka selama ini tidak jauh berbeda dengan kakak-adik kebanyakan: sering berantem dan cepat baikan. Aku cuma berharap Raynhart akan menjawab telepon-telepon dari Brooklyn pada akhir pekan setelah ini.

"Tapi, Agatha," Brooklyn tiba-tiba menyela, "kamu ingat, kan, kalau semester depan kita masuk ke SMA yang sama?"

Aku mengacak-acak rambutnya dengan gemas. "Aku nggak punya alasan untuk lupa."

***

Posted on: June 12, 2021.

We're InvincibleWhere stories live. Discover now