1. Jaemin setuju

2.2K 139 25
                                    

Selamat pagi semuanya. Selamat beraktivitas kembali.

Ini sudah pagi, ayo bangun dan semangatkan dirimu.

Seperti pemuda satu ini yang sudah bangun dari subuh tadi. Tak malasnya dia bangun sebelum ayam berkokok.

Jaemin Pradana, pemuda berjenis kelamin laki-laki ini tetap selalu semangat setiap harinya.

Pagi hari menurutnya adalah waktu yang paling ia tunggu. Memejamkan mata dengan waktu yang lama itu sangat tidak enak, loh. Seperti membosankan bagi Jaemin.

Jaemin telah membersihkan berasnya, sekarang tinggal memasukkan beras itu ke dalam mejikom, lalu memencet tombolnya ke bawah.

Sekarang harus memasak apa? Jaemin bingung. Di dapur hanya ada dua butir telur dan bumbu-bumbu lainnya.

"Yaudahlah, goreng telur sama nyambel aja."

Karena jam masih pukul lima pagi, dan kalau Jaemin masaknya sekarang, pasti nanti telurnya udah benyek dan nggak enak. Akhirnya Jaemin memutuskan untuk menuju ke meja kerjanya terlebih dahulu.

Roda kursi itu dia putar ke depan, dengan perlahan namun pasti, yang penting nyampe.

Tangannya tergerak mengambil gunting yang berada di tengah meja, dengan susah payah dan akhirnya bisa mencapainya.

Dengan telaten, Jaemin menggunting kardusnya sangat rapi. Setelah menjadi persegi, Jaemin tempelkan kardus itu di atas alas yang tak lain juga kardus.

Selesai, tinggal step mewarnainya saja. Sayangnya warna hitam habis, dan akhirnya Jaemin menggunakan warna biru tua untuk mewarnai alasnya.

"Pagi, Nak."

Jaemin menengok ke belakang, menatap Pak Arta yang tak lain dan tak bukan adalah bapaknya sendiri.

"Pagi juga. Bapak kok udah bangun jam segini?" tanya Jaemin sambil mengoleskan kuas itu ke atas alas rumah-rumahannya.

"Iya, Bapak mau ke sawah pagi ini."

"Ngapain, Pak? Inget loh, lambung Bapak masih belum sembuh, nanti kedinginan terus kumat, aku nggak mau ikut-ikutan."

"Jahat banget kamu. Bapak sendiri lagi sakit malah nggak mau ngurusin."

Jaemin menyudahi kuasnya, dia memutar kursi rodanya menghadap bapak yang sedang mengambil capil dan timba di sudut tembok rumah.

"Bukan gitu, loh. Bapak ini udah tua, jangan terlalu mikirin kerja, kalaupun harus ke sawah kan bisa nanti agak siangan biar ada hangatnya matahari."

"Bapak udah gede, nggak usah ngomongin orang tua!"

Jaemin memegangi kepalanya yang sudah pusing kalau soal berdebat sama bapak.

"Au ah, Pak. Emang mau ngapain ke sawah pagi-pagi?"

"Ngambilin keong," jawab bapak dengan ketus.

Jaemin menggengam tangan bapak. "Makan dulu, aku gorengin telur bentar."

"Nggak usah, nanti aja pas pulang. Nggak lama kok."

Okelah, Jaemin udah lelah. Perkataan apapun yang dia celotehkan kepada bapak pasti tidak akan digubris.

Bapak keluar rumah meninggalkan Jaemin yang melanjutkan proses pewarnaan pada rumah mainannya.

Bapak berjalan menyusuri jalan kampung dengan tenang. Jarak dari rumah ke sawah emang nggak jauh, palingan cuman dari rumahku ke pasar.

Sawah luasnya tak seberapa itu, cukuplah buat penghasilan utama buat rumah selain dari barang jualannya Jaemin.

Bapak melipat celananya sampai atas lutut, baru dia masuk ke dalam tanah becek sawah.

1. The Best Step Brother | JaemRen ✓Where stories live. Discover now