9. Matahari terbenam

248 47 7
                                    

Ketiganya, bapak, Renjun, dan Jaemin berada disatu kamar. Mengunci pintu dan menutup mulut agar tak terjadi suara yang berisik. Sedang apa mereka? Sedang main petak umpet, bersembunyi menghindar dari ibu.

Sesuai perkataan bapak kemarin lusa, hari ini adalah hari bahagia.

"Jangan rame, nunggu ibu ke belakang dulu. Nanti kita kagetin, oke?"

Renjun dan Jaemin mengangguk. Bapak berdiri di balik pintu, dan kedua anaknya menunggu di belakangnya.

Suara ibu dari luar terdengar, tengah mencari keberadaan mereka agaknya. Seperti waktu, ini sudah siang, ibu tengah pusing mencari anggota keluarga yang tiba-tiba menghilang seperti tertelan bumi.

"Lama? Aku kebelet pipis nih!" Renjun menyilangkan kakinya, menahan rasa buang air yang telah di ujung.

Bapak mendecak, menahan rasa kesalnya dengan Renjun yang sangat tak bisa diajak berkerja sama.

"Nanti dulu, ibumu kayanya udah diem deh. Bapak intip ya!"

Tangan bapak membuka kunci, dengan kepala yang menongol sedikit dari balik pintu. Matanya memicing, melihat keadaan sekitar yang sudah tenang dan terdiam. Tak ada tanda-tanda di mana ibu berteriak memanggil nama mereka.

"Aman woy! Ayo ke sana!"

Pintunya semakin terbuka, dengan hati-hati bapak keluar diikuti kedua anaknya. Renjun berjalan, mendorong kursi roda Jaemin sambil tertatih-tatih. Dia ingin berlari langsung menuju kamar mandi. Rasanya aneh, menganggu dan membuatnya meningkat darah. Dia benci masa-masa ini. Ingin bahagia, namun malah ada halangan.

"Emhh!" desah Renjun tertahan. Jaemin mendongak ke atas, melihat Renjun yang tengah menggigit bibir.

"Kamu kenapa?" tanya Jaemin lirih.

"Kebelet! Yahh, keluar sedikit!"

"Bapak, Renjun ngompol!"

"Sstt! Berisik banget daritadi. Tahan dulu napa, bapak nggak tau ibumu ada di dapur atau kamar mandi!"

Oke, Renjun menahan.

Mereka kembali berjalan, sangat pelan. Pintu kamar mandi terbuka, yang pasti ibu tak ada di sana. Tak ada juga di dapur.

Oh, satu tempat. Pasti antara depan atau belakang rumah.

"Eh, denger nggak itu?" Bapak mengernyit, mencoba fokus untuk mencari sumber suara. Seperti suara kucuran air.

Bapak dan Jaemin saling pandang. Mereka yakin bahwa ibu ada di belakang sedang menyirami tanamannya. Langkahnya menjinjing, tak ingin sama sekali rencananya gagal hanya karena kesalahan sedikit berkibat fatal. Bapak menghela nafas, melihat kotak merah itu kembali.

Mata mereka mengintip, mendapati ibu yang tengah berdiri dengan selang biru mengucurkan air membasahi pohon jambu yang masih kecil.

Bapak menarik nafas dalam-dalam. Berjalan kembali mendekati ibu, sesuai rencana akan mengkagetkan.

Tangannya terulur, sampai menyentuh bahu ibu, membuat perempuan itu terjengkat kecil.

"Heh! Ngagetin aja!"

"Selamat ulang tahun!!" teriak Renjun dan bapak berbarengan.

Ibu membentuk raut muka kebingungan. Dia tak mengerti apakah ini semua. Dia hanya heran, di antara muka bahagia Renjun dan Bapak, hanya Jaemin yang terdiam menunduk dan terkikik pelan.

"Ulang tahun? Kan udah telat dua bulan..."

Malu, bapak sungguh malu. Ini alasan kenapa dia merayakan hari enam bulannya, karena dia lupa hari ulang tahun ibu.

1. The Best Step Brother | JaemRen ✓Where stories live. Discover now