Start

2.3K 205 10
                                    

Happy reading!!
.
.
.

Siapa yang tak kenal dengan Maulana Fajri Akbar Pramana atau yang kerap disapa dengan panggilan Aji. Seorang anak pertama sekaligus anak terakhir bagi kedua orang tuanya, ya benar ia adalah seorang anak tunggal.

"Cantik, aku rindu kamu!" sapanya kepada langit malam yang penuh dengan bintang.

"Apa kamu salah satu diantara bintang-bintang itu?"

Namun, siapa sangka ia pernah memiliki seorang adik perempuan cantik, Cantika Putri namanya. Hanya saja Tuhan lebih menyayanginya hingga dipanggil terlebih dahulu.

Baru empat tahun mereka bersama hingga pada akhirnya harus terpisah dan Fajri kembali dengan title pertamanya yaitu sebagai anak tunggal bukan seorang kakak lagi.

Di balkon kamarnya, Fajri selalu menghabiskan setiap malamnya sebelum tidur. Kesepian!

Itu yang dirasakan setiap harinya, walaupun ada teman-teman yang selalu ada untuknya. Semua terasa berbeda jika kembali ke istana megahnya.

"Apakah seperti ini yang diimpikan setiap orang, menjadi anak tunggal!" cengirnya masih dengan menatap langit malam.

Satu jam sudah Fajri duduk di balkon, secangkir teh hangat sudah tinggal cangkirnya.

***
"Ini gimana sih susah banget ah elah," emosi Fiki menghadapi soal matematika di bukunya.

Hampir sejam Fiki berada di meja belajarnya bergelut dengan soal-soal matematika yang baginya sangat mematikan. Bagaimana tidak, ia sangat tidak suka dengan satu mata pelajaran ini.

"Kak ajarin ini dong!" suara dari bocah remaja yang tiba-tiba masuk dari pintu kamarnya

"Apasih, liat kaka lagi mumet gak sih! Minta bantuan Abang sono" emosi Fiki, ia paling malas diganggu pada saat lagi pusing dan banyak kerjaan.

Banyak kerjaan? Tidak! Hanya PR matematika.

"Ish kakak, Abang mana mau lagi sibuk tugas kuliah," rengek Qeela.

Syaqeela atau yang kerap dipanggil Qeela adalah adik bungsu Fiki yang sekarang tengah duduk di kelas 9 SMP.

"Trus lu kira gue lagi rebahan dengerin musik!" bantah Fiki

"Kan emang iya, itu suara apa?"

"Ya.. ya tapi kan" Fiki tak bisa mengelak, memang suara musik itu keluar dari hp nya.

"Ah berisik lu, keluar! Ganggu banget," usir Fiki yang sudah sangat kesal diganggu adik bungsunya.

"Berisik banget sih! Ganggu banget tau nggak kalian, pusing nih tugas gue numpuk!" terdengar sahutan dari sebrang kamar.

Siapa lagi kalau bukan Shandy, anak sulung di keluarga Fiki alias abangnya.

"Ini adik lu rusuh," adu Fiki membalas teriakan Shandy.

***
Baru saja Fajri masuk dan hendak menutup pintu balkon tiba-tiba terdengar suara motor, ia tahu siapa yang datang.

Fajri langsung turun untun membukakan pintu, sebenarnya bibi lah yang akan membukakan pintu tapi di ditolak Fajri.

Seseorang dari luar yang akan mengetuk pintu, tapi ternyata pintu sebelah kanan sudah mulai sedikit terbuka.

"Assalamu'alaikum" salamnya sembari nyelonong masuk pelan.

"Wa'alaikumsalam!" jawab Fajri di balik belakang pintu sebelah kiri yang masih tertutup.

"Allahuakbar!" teriak Fiki terkejut mendengar sahutan dari Fajri.

"Dasar tuyul," lanjutnya dengan nada meninggi, tangannya memegang dada untuk menstabilkan detak jantung yang berdegup kencang.

"Lu yang kayak tuyul, malem-malem gini keluyuran gangguin orang!" ejek Fajri mengumpat tawa karena melihat mimik wajah Fiki yang lucu akibat terkejut

"Heleh bilang aja Lo seneng ada temen di rumah! Hidup Lo kan kesepian," ledek Fiki.

"TTP aja deh tujuan Lo kesini mau ngapain?"
elak Fajri berjalan menjauh dari Fiki menuju tangga untuk menutupi rasa senangnya. Ia terlalu gengsi mengakui bahwa dia sangat senang kalau ada temannya berkunjung. Itu membuat dirinya tidak kesepian lagi.

"Biasalah!" cengir Fiki seraya mengikuti Fajri berjalan menuju tangga.

***
"Bi, Mami sama Papi belom pulang?" tanya Fajri berjalan turun tangga menuju ke meja makan.

"Belom den," jawab bibi sembari menata sarapan pagi untuk Fajri.

Mendengar jawaban dari sang bibi, raut wajahnya muram. Tidak napsu makan sekali jika pagi-pagi harus merasakan hal seperti ini.

Bukankah hal ini seharusnya biasa baginya, hidup dalam kesunyian dan kesendirian. Lagi-lagi ia teringat sosok adiknya.

"Andai kamu ada di sini adik cantik, kakak pasti nggak sendirian!" lirihnya membayangkan adiknya sedang duduk di kursi sampingnya dan makan bersamanya.

Huhhhh, Aji mengusap kasar wajahnya.

"Bi Aji berangkat dulu udah kesiangan,"

Tidak jadi sarapan pagi, mood sudah hancur ditambah dengan jam sudah menunjukkan pukul 06.45 WIB. Setiap tidak ada maminya di rumah, pasti Fajri sering bangun kesiangan

Fajri berlari menuju bagasi untuk mengambil motor sport merahnya.

Beberapa saat sebelum melaju gawai di sakunya berdering. Sudah bisa ditebak siapa yang menelpon.

Fiki? Tentu saja bukan!

"Assalamu'alaikum, jangan lupa sarapan" suara seseorang dari sebrang sana.

"Wa'alaikumsalam, nanti di sekolah. Udah ya Aji buru-buru nih" Fajri langsung menutup telpon dan melajukan motornya dengan kecepatan yang tinggi.

Fajri sangat malas jika sepagi ini harus mendengar ocehan-ocehan yang seharusnya sudah tidak ia dapatkan diumurnya yang hampir menginjak 17 tahun. Bukan pagi ini, tapi setiap hari.

***
Fajri langsung duduk dan menyandarkan kepalanya di meja. Iya, dia sudah sampai di sekolah lebih tepatnya di kelas XI MIPA 1.

"Ada apa Lo?" tanya Fenly yang tengah duduk memainkan ponsel disebelahnya

"Oh gua tau,.. Ajiii jangan lupa sarapan ya!" oceh Fenly mengikuti gaya bicara Mami Fajri.

Fenly adalah teman sebangku sekaligus sahabat Fajri, oleh karena itu ia paham betul sikap Fajri. Tidak semuanya! hanya hal-hal kecil dan sikap-sikap yang biasa dilakukan Fajri.

"Bisa diam gak lu!" kesal Fajri yang merasa di ledek.

*
*
*
Hai jumpa lagi nih kita

Terimakasih yang sudah mampir
Jangan lupa vote dan comment jika ada saran

Rindu dengan segala yang ada padamu
-Fajri-

16/06/2021 ~ 22/03/2022

The Maze End [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang