Petak 59

557 127 12
                                    

Happy reading!!!
.

.

.

Satu Minggu telah berlalu, kini Rima mulai menerima pesanan catering lagi setelah beberapa hari yang lalu tutup. Biar bagaimanapun, hidup masih terus berjalan, ia masih memiliki tanggung jawab kepada ketiga anak-anaknya.

Sulit bagi Rima hidup tanpa anak sulungnya itu. Namun, ia harus bangkit dan belajar menerima keadaan bahwa Shandy sudah tidak menemaninya lagi. Jika dulu, Shandy yang berusaha menghandle semua jika ada masalah. Sekarang, ia harus belajar untuk menghandle sendirian.

Fiki yang hendak turun ke bawah untuk sarapan tidak sengaja melihat pintu kamar Shandy terbuka sedikit. Langkahnya teralihkan untuk mengecek kamar tersebut walaupun sangat menyakitkan baginya untuk masuk ke dalam.

"Qeela," lirih Fiki mendekati Qeela yang sedang duduk di atas tempat tidur memeluk tas kecil yang biasa dipakai Shandy.

Tanpa basa basi Fiki langsung memberikan pelukan kepada Qeela, ia tahu gimana perasaan Qeela saat ini yang tidak jauh beda dari perasaannya.

"Qeela kangen Abang," lirihnya dalam pelukan Fiki.

"Biasanya Abang pergi ke kamar Qeela tiap pagi pake tas ini, nyuruh Qeela cepet-cepet siap-siapnya,"

"Kalau Qeela masih siap-siap di depan kaca, Abang sering ngusap rambut Qeela dan bilang 'Adik Abang udah gede udah pinter dandan nih, buruan cantik!' Sekarang ngga ada lagi," tangis Qeela dipelukan Fiki membuat air matanya ikut pecah.

Fiki mengusap air matanya sebelum akhirnya melepaskan pelukan, "Cantiknya bang Shan nggak boleh nangis, nanti jelek loh."

"Yuk turun, pasti udah ditungguin mama buat sarapan bareng," ujar Fiki sembari mengambil tas milik Shandy yang sedari tadi dipeluk Qeela.

Saat Qeela pergi dari kamar, Fiki bangkit dari duduknya untuk meletakkan tas ke meja belajar milik Shandy yang masih tertata sangat rapi. Matanya seketika tertuju pada kotak kecil.

"Fiki! Sarapan ka!" terdengar suara teriakan dari bawah yang tak lain adalah Rima.

Tanpa berpikir panjang, Fiki memasukkan kotak kecil itu ke dalam tas sekolahnya dan bergegas pergi ke meja makan untuk sarapan.

"Adek kenapa nangis?" tanya Rima menghampiri Qeela yang baru saja turun

Qeela tersenyum paksa sembari duduk di kursi, "Gapapa mah, cuman inget Abang!"

Tak lama dari itu Fiki datang dan duduk di samping qeela.

"Mama tahu kalian sayang banget sama Abang. Kalian mau Abang bahagia kan? Jadi mama minta ikhlaskan Abang ya! Mama tahu itu susah, gapapa pelan-pelan," nasehat Rima sembari mengambilkan nasi untuk ketiga anaknya.

Tak ada jawaban dari ketiga bocah yang ada dihadapannya itu, mereka hanya mengangguk pelan dan tersenyum. Entah itu terpaksa atau tidak, mereka mencoba dengan pelan.

***
Pukul 9 pagi ini jadwal Farhan untuk sidang. Diantara Shandy, Gilang, Ricky, dialah yang mendapat jadwal paling terakhir.

Sidang kali ini yang paling menyedihkan, sudah mendapatkan jadwal terakhir, ia juga tidak ditemani Shandy. Cuman sidang dia yang tidak lengkap personilnya.

Di kursi tunggu perasaan Farhan campur aduk, antara takut dan sedih. Biasanya ada Shandy yang menghiburnya walaupun terkadang menjengkelkan.

"Krikut! kribo penakut, cemen Lo,"

"Hahahaha kasian dapat paling belakang,"

Farhan tersenyum dalam lamunannya membayangkan kalimat-kalimat ejekan tersebut yang mungkin bakal Shandy lontarkan saat ini. Walaupun tidak mengenakkan tapi kalimat tersebut secara tidak langsung membuatnya lupa dengan rasa takut.

The Maze End [SELESAI]Where stories live. Discover now