Baby

1.9K 262 37
                                    

Sesuai janjinya, Rosé mengosongkan jadwalnya selama weekend. Jennie sendiri tidak tahu apa yang Rosé lakukan sehingga gadis itu bisa membebaskan diri dari jadwal yang padat. Terlepas dari hal itu, ia merasa bahagia sekarang karena dapat menghabiskan waktu bersama Rosé. Apalagi ini adalah weekend, bukankah ini waktu yang pas untuk bersantai dan bergelayut manja dengan pasangan masing-masing?

Seperti saat ini, Jennie dan Rosé sedang menonton film terbaru. Duduk berdua di atas sofa dengan posisi Jennie yang berada dalam dekapannya. Hangat dan nyaman. Sungguh, ini lebih dari sekedar rumah. Bukan hanya sebagai tempat pulang atau berlindung, tapi sebagai sesuatu yang mampu menenangkan hatinya dikala gundah, memberikan kehangatan ketika dingin menyerang, memberikan rasa nyaman ketika tubuhnya resah.

Rencananya, hari ini mereka hanya berdiam di rumah saja. Sementara mengunjungi Lisa dan Jisoo perlu diundur hingga besok. Mereka terlalu merindukan satu sama lain karena kesibukan masing-masing.

"Rosie, apa kau masih sering bertemu dengan Suzy?"

Suara Jennie terdengar seperti anak kecil yang sedang merajuk. Ditambah lagi dengan wajah cemberutnya, menunjukkan jika dia masih terganggu dengan keberadaan wanita yang satu itu. Ini adalah salah satu kebiasaan Jennie yang tidak pernah berubah. Dia sedang merajuk, tapi justru terlihat sangat menggemaskan.

Sedangkan Rosé saat ini sedang berusaha menahan tangannya agar tidak mencubit pipi Jennie yang menyembul itu, seolah-olah memancing siapapun untuk menariknya gemas.

"Kenapa?" Sengaja. Ia ingin melihat Jennie dalam mode cemburunya lagi.

"Jawab saja!"

"Memangnya kenapa jika kami sering bertemu?"

"Rosie!"

"Apa?"

"Kau sudah berjanji!"

Lagi-lagi Rosé perlu menahan dirinya agar tidak tertawa puas saat mengerjai Jennie. Lihat saja wajahnya dengan pipi mengembung lucu itu, siapa yang tahan untuk tidak menggodanya?

"Janji apa?" Balas Rosé lagi belum ingin mengakhiri.

"Hubby!!" Jennie terlihat begitu kesal sekarang, matanya terlihat membara dan bibirnya semakin maju.

"Apa- AW! Jennie lepas! Sakit!"

Sayangnya, Rosé selalu melupakan fakta bahwa Jennie sesungguhnya adalah kucing yang sangat garang, atau bahkan bukan kucing melainkan macan betina? Lihat saja bagaimana keadaan dengan cepat berbalik. Apa yang Rosé harapkan? Rengekan dari seorang Jennie? Tidak semudah itu. Bahkan sekarang dirinya yang perlu merengek agar Jennie melepaskan cubitannya dari perut.

"Jennie, ini sakit! Aku serius!"

Jennie seakan tuli. Ia bahkan dengan sengaja sedikit menekan cubitannya di perut Rosé.

"Unnie! Sakiiitt!"

Tidak tanggung, Jennie kini memelintirnya.

"OH SH*T!!"

"Kau bicara apa barusan?!"

Rengekan kecil tadi saja tidak merubah apapun dan sekarang gadis itu bicara kasar pada Jennie? Maka bersiaplah dengan cubitan maut.

"AH! Iya sa-sayang, maaf. Ini sakit, sungguh!"

Melihat Rosé yang sesekali memejamkan matanya untuk meredakan rasa perihnya diikuti dengan meringis ditambah dengan panggilan yang sangat jarang itu, akhirnya Jennie melepaskan Rosé. Ia sedikit mengambil jarak dari Rosé kemudian melipat tangannya di dada. Tidak ada tatapan menyesal dari mata Jennie. Ia justru menajamkan tatapannya.

P R A G M AOù les histoires vivent. Découvrez maintenant