👑 Al Cemburu 👑

327 33 1
                                    

Ost. Jessie J || Flashlight

🍉🍉

“Mas, kalau nanti Mas punya anak. Mas mau berapa?” Pertanyaan itu tiba-tiba meluncur dari gadis cantik di sampingku.

Anak? Ngadon aja belum kok udah ngomongin anak. Aya-aya wae!

Bukannya aku gak tergoda dengan tubuh gadis di sampingku. Aku laki-laki normal yang gak menolak lekuk tubuh Delina. Hanya saja aku gak ingin merusak masa depannya. Dia masih tujuh belas tahun, perjalanannya masih panjang. Dan aku gak mau dia merasa terbebani jika mengandung anakku. Aku ingin dia menikmati masa remajanya dengan puas.

Aku menoleh. Menatap wajah cantik yang masih setia menatap langit penuh bintang di atas sana.

“Kenapa nanya gitu?” Aku balik bertanya.

“Pengen tau aja. Jadi, berapa?” Dia menoleh dengan wajah penasaran.

“Dua belas,” sahutku santai sambil kembali menatap langit.

Malam ini sangat sempurna. Berkat rengekan gadis itu, aku duduk berdua bersamanya di bawah pohon mangga depan rumah. Menatap indahnya bintang yang bertabur di atas sana. Melihat bulan yang iri pada kami berdua.

Romantis sih, tapi banyak nyamuk! Mana udaranya dingin banget. Paling enak sambil peluk istri emang!

Mata berhias bulu mata lentik itu mendelik. “Banyak amat dua belas, mau bikin grub sepak bola apa gimana?” tanyanya setengah protes.

“Saya mau bikin keduabelasan gen gledek. Buat ngalahin gen petir itu.”

Sudah waktunya gen petir tergantikan oleh selusin anak-anakku yang lucu-lucu. Menciptakan klan baru in the world, keduabelasan gen gledek.

“Aku maunya dua aja. Cowok semua.”

“Kenapa cowok semua? Biasanya perempuan itu paling suka anak cewek.”

“Kalau cewek nanti caper sama Mas Al, aku gak suka. Biar aku yang jadi satu-satunya ratu di rumah ini,” ucapnya seraya tersenyum manis.

Aku menyentil pelan keningnya. Dasar perempuan! Di mana-mana selalu pengen menang sendiri.

“Mas,” panggilnya.

“Hmm."

Delina menggeser duduknya lebih dekat. Harum shamponya tercium saat ia merebahkan kepalanya di pundakku. Aku mengelus rambut halusnya yang terurai. Sesekali mencium pucuk kepalanya. Wangi banget, aku suka.

“Mas, apa kita bisa terus kayak gini? Duduk berdua menatap indahnya langit malam sambil ngomongin masa depan.”

Aku juga bertanya, apa bisa kita terus seperti ini? Seandainya aku bisa menggambar masa depan pasti kanku lukiskan gambar terindah yang hanya ada kita berdua. Diwarnai oleh pelangi tanpa hujan ataupun badai yang menyesakkan. Tapi, kembali lagi itu semua hanya dalam kata seandainya.

Tapi, tetap saja aku menjanjikan sesuatu yang semu. Janji yang bahkan aku gak tahu apa aku bisa menepatinya. Janji yang justru menjadi luka terdalam untuk hatinya.

“Kita akan terus kayak gini dalam tiga waktu. Esok, lusa dan selamanya.”

Delina menegakkan kepanya. Manik hazelnya menatapku. Binar cinta penuh harap terlihat di sana.

“Janji?” Ia mengangkat kelingkingnya.

Tanpa ragu aku ikut mengangkat kelingingku dan menautkannya dengan kelingkingnya. Dia tersenyum lantas masuk ke dalam pelukku.

The Secret Marriage (TAMAT) Where stories live. Discover now