26-Unexpected Truth-

26 5 0
                                    

"Lo yakin bibi bakal suka sama cangkir teh yang kita bawain?" tanya Sehun pada kekasihnya yang sekarang sedang menuntunnya melewati jalan yang belum dikenalnya di Busan.

"Sehun, percaya deh sama gue. Dia bakal suka banget." Luhao meyakinkannya.

Musim panas sudah berakhir, dan mereka pikir adalah hal yang sopan untuk mengunjungi bibi Luhao saat mereka masih mempunyai waktu. Sehun gelisah selama perjalanan dalam bus ke Busan, dan sekarang bahwa dia benar-benar berjalan menuju rumah kekasihnya, dia bisa merasakan kegelisahannya memburuk.

Itu bukan karena dia takut akan bibi Luhao –bukan. Ia adalah seorang wanita yang sangat ramah. Kenyataannya, Sehun sebenarnya menikmati mengobrol dengannya kapan pun ia menelfon untuk memeriksa keadaan Luhao.

Bukan, dia gelisah karena dia tidak yakin jika ayah Luhao tidak ada disana. Dan melihat dari bagaimana Luhao tidak secerewet biasanya, anak yang lebih tua itu pasti merasakan hal yang sama.

Akhirnya, mereka sampai di lingkungan sekitar dimana bibi Luhao tinggal dan Sehun sudah bisa merasakan jantungnya berdetak lebih cepat.

Mereka berdiri didepan rumah tembok kecil dengan kebun bunga kecil didepannya. Luhao membunyikan bel pintunya.

"Lo udah siap?" tanya Luhao, menggenggam tangannya.

Sehun mengangguk, menggenggam tangan Luhao sebagai balasan. Anak yang lebih tua tersenyum dan Sehun berharap senyum itu tidak menghilang apa pun yang mungkin menunggu mereka dari sisi lain pintu.

Bibi Luhao membuka pintunya dan setelah melihat dua anak yang sudah sangat ia nantikan kedatangannya itu, ia berlari untuk memeluk mereka. "AKHIRNYA! Kupikir kalian berdua tersesat atau apa."

Ketika ia melepaskan mereka, Sehun membungkuk padanya, menghasilkan sebuah tamparan kecil dilengannya dari wanita itu. "Sehun, kamu nggak perlu membungkuk gitu sama bibi setiap kali kita ketemu. Kita bukan orang asing –kenyataannya kita keluarga. Kamu bisa manggil bibi ibu kalau mau."

"Mommmmm," Luhao merengek. Semenjak obrolan kecil mereka ditelfon beberapa waktu setelah Luhao keluar dari rumah sakit, mereka sepakat bahwa sekarang Luhao akan memanggilnya dengan sebutan ibu. Menganggapnya sebagai ibunya sendiri. Bagaimanapun juga, wanita ini yang telah merawatnya dengan penuh kasih seperti anaknya sendiri sejak ia kecil.

Bibinya terkekeh sebelum mengantar mereka masuk ke rumah. "Oke, oke. Kamu bisa nganggep bibi sebagai ibu mertuamu."

Luhao facepalm sedangkan Sehun dan bibinya tertawa.

"Buat dirimu nyaman Sehun." Ia menunjuk kearah ruang tamu.

"Oh! Kita bawain bibi sesuatu." Sehun memberikannya sebungkus kotak yang dia sendiri lupa membawanya daritadi.

"Oh! Seharusnya nggak perlu repot-repot!"

Luhao memandangi bibinya dengan kecurigaan yang menggelikan. "Terus kenapa ibu terus-terusan ngirim chat buat bawain sesuatu dari Seoul?"

Bibinya menatapnya tajam. "Luhao sayang, kamu nggak keberatan kan ngasih Sehun tur keliling rumah? Aku mau nyiapin makan siang buat kalian." katanya, benar-benar merubah topik.

"Nggak banyak yang bisa dilihat," bisik Luhao, tapi bagaimanapun juga dia mengambil tangan Sehun dan memimpinnya berkeliling rumah –menunjukkan banyak hal seperti koleksi berharga cangkir teh bibinya, koleksi kesayangan buku komiknya, dan tumpukan album foto yang bibinya simpan bertahun-tahun. Luhao memberitahunya bahwa ibunya dulu sangat terobsesi untuk mengambil setiap foto dirinya ketika dia kecil. Sehun tidak bisa membantu selain tertawa karena Luhao tidak tahu bahwa dia melakukan hal yang sama, selalu mengambil foto dari Sehun.

Miss ReplaceWhere stories live. Discover now