30

6.6K 398 11
                                    

🌺🌺🌺

Mira menatap Rehan dengan sorot tajam dan tak percaya. Beberapa saat lalu, Rehan baru saja mengatakan jika dia mencintai Anggi Kartika, sahabat Rehan zaman kuliah dulu. Mira tentu saja sudah mengenal perempuan itu, karena dulu sering main ke rumah sebagai teman.

"Katakan pada Mama kalau kamu cuma bercanda," tandas Mira. Dia menyukai Anggi. Tapi, tidak untuk di jadikan menantu. Dia tidak rela Rehan yang masih lajang bersanding dengan Anggi yang berstatus janda. Sebaik apapun Anggi, dia tetap tidak rela.

"Ma! Aku tidak pernah bercanda untuk urusan seperti ini. Aku mengatakan ini pada Mama agar Mama tahu dan bisa membantuku bicara pada papa tentang Anggi," sahut Rehan.

Mira menggeleng, "Mama tidak sudi, Rehan! Camkan itu!" Bentaknya.

Rehan menggusuk rambutnya, "Ma, apa selama ini aku selalu membantah semua keinginan Mama dan papa? Kali ini saja, cuma kali ini, biarkan aku menentukan apa yang aku mau."

Mira menggeleng. Masih syok dan tentu saja perasaan tidak rela itu semakin besar.

"Apa yang kamu lihat darinya, Han? Statusnya saja sudah jan--"

"Please, Ma! Jangan ungkit hal itu. Aku mencintai dia apa adanya!" Sela Rehan.

Mira menatap manik mata putranya yang terlihat sungguh-sungguh. Dia bisa melihat dan merasakan keseriusan Rehan. Selama ini dia mencoba menjodohkan Rehan dengan banyak gadis namun selalu gagal. Rupanya ini sebabnya!

"Kamu sadar apa yang sudah kamu katakan?"

Rehan mengangguk, "bantu aku bicara dengan papa."

Mira menggeleng, "sampai matipun Mama tidak akan rela kamu bersanding dengan perempuan itu, Rehan. Ingat itu!"

Hancur hati Rehan mendengar ucapan wanita yang telah melahirkannya itu. Dia duduk dengan lesu. Menatap meja kaca di depannya dengan kosong.

"Kalau kamu nekat tetap berhubungan dengannya, kamu berarti mau melihat Mama cepat mati!" Ancam Mira serius.

Rehan melotot, "jangan bicara sembarangan, Ma!" Celanya.

Mira mendengus, dia berdiri, menatap tajam ke arah Rehan.

"Akhiri hubungan kalian sebelum terlambat, Rehan! Jika sampai papamu tahu, Mama tidak akan membantumu sama sekali andai dia mengirimmu jauh dari sini. Ingat itu!"

Setelahnya Mira beranjak meninggalkan Rehan yang patah hati. Dia bimbang. Di satu sisi, dia tidak mau kehilangan Anggi untuk kedua kalinya. Tapi, disisi lain, dia juga tidak bisa hidup damai dengan amarah orangtuanya.

Rehan tidak tahu harus berbuat apa. Pikirannya buntu. Kemudian dia meraih benda pipih ajaib dan menghubungi Nadia. Cuma perempuan itu yang mengerti dirinya di situasi semacam ini.

Beberapa saat kemudian, Rehan sudah duduk berhadapan dengan Nadia yang bertambah subur seiring perutnya yang semakin membuncit. Mereka duduk di wahana permainan anak-anak. Karena saat Rehan meminta bertemu, Nadia tengah menemani si kembar bermain di mall.

"Jadi, langkah apa yang harus aku ambil, Nad?" Tanya Rehan setelah dia menceritakan masalahnya.

Nadia menghela nafas, mengelus perutnya di saat dia merasakan tendangan dari dalam sana.

"Kamu mau saran wajar atau saran ekstrem?" Nadia balik tanya.

Kening Rehan berkerut, "please, Nadia. Bukan saatnya."

Nadia tersenyum paham, "oke. Aku mengerti posisi kamu, Han. Menurutku, jika memang kamu amat sangat serius, tetap pertahankan Anggi dan buktikan pada ortu kamu jika kalian pasti bahagia. Masa iya, mereka nggak akan luluh begitu liat anak semata goleknya happy, kan?"

Masih saja Nadia menyelingi dengan canda. Itulah hebatnya Nadia. Makanya baik Rehan maupun Anggi, sama-sama nyaman curhat padanya.

"Tapi, Mama ngancam..."

Nadia menggeleng, "aku yakin Tante Mira nggak serius, Han. Aku juga tahu kalau Tante Mira sebenarnya menyukai Anggi. Beliau cuma 'gengsi' dengan status Anggi. Itu saja."

Rehan mengangguk. Dia memang sering mendengar sang Mama memuji Anggi di saat nama perempuan itu muncul pada pembicaraan mereka.

"Apa ada yang salah dengan status janda, Nad?"

Nadia terkekeh, "cuma orang picik yang masih mempermasalahkan hal itu. Memangnya apa yang salah? Lagipun, siapa yang mau jadi janda? Nggak ada, Han! Aku yakin!"

Rehan mendesah.

"Aku tanya kamu, Han. Apa kamu sungguh-sungguh mencintai Anggi?"

Rehan mengangguk.

"Kalau begitu, pertahankan! Kamu tahu betapa sulitnya mendapatkan Anggi, kan? Dia jadi janda juga bukan karena kesalahannya. Ingat, Han! Aku yakin kamu lebih tahu masalahnya dari siapapun."

"Menurutmu begitu?"

Nadia berdecih, "jangan jadi cowok melow, Han! Nggak bagus!"

"Matamu melow!" Rehan sewot.

Nadia tergelak, "aku cuma mengatakan, jika kamu sungguh-sungguh, maka terus maju. Tapi, jika masih ada keraguan di hatimu, lebih baik hentikan sebelum semuanya terlambat. Aku nggak mau ada yang sakit hati. Kamu paham maksudku," ujarnya serius.

Rehan terdiam.

🌺🌺🌺

Yana berdiri di tengah rel kereta api. Dia memikirkan nasibnya yang menyedihkan. Dia ingin mengakhiri hidupnya. Dia tidak mau menanggung malu.

Suara kereta api mulai terdengar. Jantung Yana bertalu-talu. Inilah akhirnya, pikir Yana dramatis.

Dia memejamkan mata. Kereta semakin mendekat. Yana sudah siap dengan rasa sakitnya. Dia sudah siap dengan kematiannya.

Tut...Tut...!!!!

Selamat tinggal dunia...

🌺🌺🌺

TBC

23062021

Maaf ya kalau up-nya lama... Hidup di dunia nyata tak seindah angan, makanya susah cari waktu buat nulis... Senggang sedikit, lebih baik istirahat atau menyelesaikan pekerjaan domestik di rumah.

Oh akhir-akhir ini Wiwi habiskan waktu 'langka' dengan baca cerbung di KBM-app... Ada yang tahu? Pengen punya akun di sana dan mulai nulis tapi merasa insecure 🤣🤣 karena tulisan Wiwi jelek 🤣🤣 diri ini tak siap dengan bully-an 🤭

Oke, see you next 😘😘

Coming (Back To You)Where stories live. Discover now