03

20.3K 1K 12
                                    

🌸🌸🌸

Aku langsung masuk ke dalam rumah. Lelah, itulah yang aku rasakan. Mengikuti suami ke Surabaya sungguh melelahkan. Andre tidak pernah mengajakku jalan-jalan selama di sana dengan alasan sibuk. Aku praktis cuma tinggal di hotel. Andre selalu pergi pagi dan pulang malam. Entahlah, urusan macam apa yang harus dia urus. Aku tidak terlalu peduli. Mungkin dia bertemu wanita Monica itu, aku juga tidak peduli.

Perasaanku sudah hampa pada Andre. Aku sendiri tidak tahu kenapa masih saja tidak mengungkit prihal perselingkuhan Andre padanya. Apa yang aku tunggu, aku sendiri tidak tahu.

Andre masuk kamar tepat setelah aku akan mengganti pakaian. Aku urungkan niat itu dan menatapnya. Dia terlihat ingin mengatakan sesuatu.

"Aku...aku pergi dulu, Nggi."

Aku mengerjap.

Andre berdehem, "tidak lama. Masih ada urusan mendesak yang harus aku lakukan saat ini."

Kenapa kamu tidak jujur saja, Mas? Dan katakan kalau sebenarnya kamu ingin bertemu dengannya, benar kan?

Pikirku.

"Anggi?" Panggil Andre.

"Ini sudah malam, Mas. Emang gak bisa di tunda besok pagi?" Tanyaku, mencoba mengingatkan.

Andre menggaruk rambutnya.

Aku merasakan rasa lelah yang semakin lelah karena kami masih melanjutkan sandiwara ini. Bersikap seolah tidak ada yang salah dalam rumah tangga kami.

Memuakkan.

"Baiklah, pergilah, Mas. Percuma aku menahan, toh kamu tetap akan pergi, kan?"

Andre diam.

Aku mengangguk, mempersilahkan suamiku untuk pergi.

"Mungkin aku pulang larut, tidak usah menungguku," katanya sebelum meninggalkan kamar.

Kamu tidak pulang pun aku tak peduli lagi, Mas.

Setelah Andre pergi, aku juga keluar kamar.

🌸🌸🌸

Aku membuka pintu dengan tergesa karena tengah menyiapkan sarapan untuk diriku sendiri. Andre tidak pulang. Entahlah, aku tidak mau ambil pusing.

"Lama sekali buka pintunya," gerutu tamu yang nyelonong masuk begitu saja.

Dia adalah mertuaku, Mama Diana.

Aku mengekor di belakang, "aku lagi masak, Ma."

Mama mendengus dan menatap sekeliling, "di mana Andre?" Katanya ketus.

Mertuaku memang seperti itu. Suka bicara kasar padaku. Aku tahu jika sejak awal dia tidak pernah menyukai hubunganku dengan Andre. Hanya saja, dia terpaksa memberikan izin bagi Andre untuk menikah denganku karena anak laki-laki satu-satunya itu begitu mencintaiku.

Cinta yang saat ini sudah patut di pertanyakan.

Pokoknya ada saja kurang dan salahnya aku di mata Mama Diana. Ada saja celah untuk menyalahkanku. Tapi selama ini aku tidak pernah ambil pusing karena Andre berada di pihakku, menguatkanku.

Tapi sekarang...aku ragu.

"Mas Andre...sudah berangkat," terpaksa aku berbohong, entah untuk apa.

"Dia sudah berangkat sejak tadi dan kamu baru masak?" Sinis Mama.

Nah, kan!! Apa aku bilang!

Aku memilih diam. Tidak mau berdebat dengannya pagi-pagi begini.

"Kamu itu jadi istri harus rajin. Bisa-bisanya suami berangkat kerja tanpa sarapan..."

Aku cuma mendengarkan ocehan Mama dalam diam. Malas menanggapi dan memilih lanjut sibuk di dapur saja.

Debat dengan wanita itu tidak akan ada habisnya. Mama Diana adalah tipe orang yang tidak bisa di bantah. Jadi, percuma tarik urat juga.

🌸🌸🌸

"Harusnya Mama bilang kalau mau datang..." Keluh Andre ketika makan malam.

Aku diam, memilih sibuk dengan makananku sendiri. Namun telingaku tetap saja mendengar obrolan dua orang lain yang duduk denganku saat ini.

"Kalau bilang, memang ada yang berubah?" Mama Diana sewot, dia menatapku dengan geram. Wajar sih, seharian ini aku hampir mengabaikannya. Habis aku pusing mendengar segala ocehan tidak jelasnya.

"Ya paling tidak aku bisa izin nggak masuk..." Kata Andre dengan suara amat pelan, hingga aku ragu apakah Mama mendengar suaranya.

Mama mendengus, "Mama itu yah heran, kapan sih kalian mau punya anak? Sudah lama loh kalian ini menikah!"

Aku menatapnya. Nafsu makanku seketika lenyap. Kalau bicara dengan Mama, pasti ada saja topik ini.

Andre berdehem, "Ma...udahlah, namanya juga belum di kasih, mau bilang apa?" Katanya sambil melirikku.

Tapi aku tak peduli. Perasaanku tidak karuan saat ini, jadi aku berdiri, "maaf, kepalaku pusing, aku mau tidur dulu. Selamat malam."

Aku melangkah pergi.

Namun aku masih bisa mendengar Mama mengatakan...

"Istrimu itu mandul, Ndre! Sampai mati juga gak bakalan punya anak! Bukannya lebih baik kamu ceraikan dia dan menikah dengan gadis lain?"

"Ma!"

Aku menghapus air mata yang menetes sebelum masuk kamar.

Apakah benar aku mandul? Selama ini baik aku dan Andre tidak pernah periksa ke dokter. Kami sama-sama yakin dan percaya jika suatu saat kami akan memiliki anak...tinggal menunggu waktu dan bersabar.

Tapi ucapan Mama barusan benar-benar menghunjamku begitu rupa. Apalagi Mama malah menyuruh Andre menceraikanku dan segera menikah lagi...

Ya Tuhan...tolong aku...

🌸🌸🌸

TBC

21042020

Coming (Back To You)Where stories live. Discover now