Demi menyelamatkan panti asuhan yang tergusur, Fiona terpaksa menerima pernikahan kontrak dengan Julian. Sayangnya, saat tiba masa bercerai, ia hamil. Fiona juga terjebak situasi yang sangat mengerikan. Ia terancam kehilangan segalanya. Akhirnya, ia...
Dua puluh menit kemudian, mobil berhenti di halaman sebuah klinik mentereng. Bangunannya bercat shabby chic ungu dengan gaya modern minimalis klasik Eropa. Terpampang papan nama bertuliskan dr. Yudha Aksara, SpOG.
Julian dan Fiona memasuki klinik dan terus ke meja resepsionis. Ada dua petugas yang standby di situ. Ruang tunggu sudah dipenuhi pasien yang mengantri periksa kandungan.
"Selamat sore, saya Ners Rheina, dengan ibu siapa?" Salah satu petugas berpakaian ungu, menyapa ramah. Ada name-tag bertuliskan Ners Rheina di dada kirinya.
"Saya Fiona Zevanya. Mau periksa kandungan, Suster." Fiona duduk di depan perawat itu setelah dipersilakan oleh petugas administrasi.
"Oh, Nyonya Fiona, istri Tuan Julian, ya?" Ners Rheina tergopoh membungkuk hormat, sambil sekilas melirik segan ke arah Julian yang berdiri di belakang Fiona. "Mari, mari, Nyonya, saya periksa tekanan darah, berat dan tinggi badannya dulu." Dengan gesit dan sigap, perawat itu melakukan pemeriksaan dasar.
Julian duduk di ruang tunggu, tak jauh dari meja resepsionis. Ia membunuh jemu dengan memainkan ponsel. Di sisinya, Sony si bodyguard, dan Rey si sopir, ikut menemani sambil berbincang santai.
"Tensi normal. Ibu masih kurang berat badannya. Dengan tinggi 170 cm dan berat 50 kg, itu terlalu kurus. Apakah Bu Fiona kurang nafsu makan, mual, dan muntah?" tanya Ners Rheina.
"Iya, Bu." Fiona mengangguk.
"Oke, berhubung Bu Fiona adalah keluarga Bu Yesi, investor klinik ini, maka berhak fasilitas periksa tanpa melalui antrian. Silakan masuk, Bu. Pak Julian boleh mendampingi." Ners Rheina berdiri dan siap mengantar Fiona, dengan penghormatan lebih.
Fiona menerima perlakuan khusus itu tanpa merasa di atas angin. Ia bukan gadis yang gila pujian. Hanya matre. Wajar jika orang-orang menghormati diri, mengingat latar belakang statusnya sebagai menantu tunggal keluarga besar almarhum Tuan Yuana. Fiona sadar diri. Andai mereka tahu latar belakang aslinya, pastilah dirinya dipandang sebelah mata.
"Ayo, Tuan, silakan dampingi Nyonya Fiona," kata Sony, membuyarkan keasyikan Julian main ponsel.
"Dia bisa sendiri, kok," tolak lelaki muda itu dengan jengkel.
"Iya, iya!" potong Julian, agak keras. Memancing tolehan kepala seisi ruang tunggu. Sambil bersungut-sungut, lelaki tampan maskulin itu bangkit. Astaga, pikirnya dongkol. Sampai hal sekecil ini pun dirinya diatur dan disorot.
Julian melangkah ogah-ogahan. Perasaan terbelenggu, berdingkit-dingkit dalam dadanya. Gerah dan menyesakkan. Semenjak menikah dengan Fiona, hidupnya tak lagi damai. Entah mengapa. Maminya seolah tahu, kalau ia dan Fiona hanya nikah pura-pura. Sang mami jadi paranoid dan over protektif.
Julian menggeram dalam hati.
Awas kau, Fiona. Akan kujadikan hidupmu bagai di neraka!
***
Bersambung On going at KBM App
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.