💔 Part 21💔

1.9K 61 16
                                    

Julian menowel bahunya. Lelaki itu sedikit mendekat hingga parfumnya yang segar dan menguarkan kesan maskulin, mendominasi pernapasan Fiona.

"Hei, Little Girl, mereka menunggu responmu. Aku sangsi kalo kamu berani pidato singkat," bisiknya setengah mengejek. "Kalo berani pun, pasti belepotan."

Fiona mendelik tajam. Walau tinggal di panti asuhan dan hanya lulusan SMA, bukan berarti ia tidak percaya diri berbicara di depan publik.

Sewaktu SMA, ia sering menang lomba pidato dan lomba debat. Selain itu, juga sudah berpengalaman berakting sebagai model di depan kamera.

Jadi, tidak ada istilah demam panggung bagi Fiona.
Saat itu ia hanya canggung karena tidak mengerti harus apa dan bagaimana. Sebab tidak ada scene ia berbicara di forum dalam skenario Bu Yesi.

"Fio, apakah ada yang ingin disampaikan?" tanya Bu Yesi, lembut.

"Tidak ada, Mami. Hanya ingin berterima kasih," sahut Fiona, polos.

"Silakan, Fio."

Fiona berdiri dan menghadapkan wajahnya ke arah forum. Semua orang terpukau memandangi gadis imut berparas blasteran itu.

"Saya sangat berterima kasih atas sambutan dan penerimaan Bapak Ibu sekalian. Semoga ke depannya, kita dapat bekerjasama lebih baik." Fiona menangkupkan sepasang tangan di depan dada, sebagai tanda penghormatan.

"Sama-sama, Nona Fiona!"

Bersahutan para kepala cabang perusahaan menanggapi ucapan terima kasih Fiona.

Bu Yesi lantas menegaskan beberapa teknis kebijakan terbaru, sekaligus menyatakan mundur dari pengelolaan perusahaan sebab setelah pengalihan saham founder ke Julian, maka Julianlah yang bakal menjadi pucuk pimpinan.

Hampir dua jam mengikuti forum rapat direksi, membuat Fiona agak gemetar karena lapar.

Snack dan minuman sudah tersaji, tetapi itu belum cukup bagi Fiona yang semenjak positif hamil, nafsu makannya meningkat.

Ia mulai melirik kue dan makanan ringan lainnya milik Julian yang masih utuh dalam piring kecil. Mengincar punya Bu Yesi, ia mana berani? Maka milik Julian adalah yang paling memungkinkan.

"Kamu nggak lapar?" tegurnya pelan, agak malu.

Julian mengerutkan alisnya sesaat. Fokusnya teralih dari pemaparan tupoksi baru maminya. Ia menatap snack-nya yang masih utuh, lalu pandangannya berpindah ke piring snack Fiona yang licin tandas. Bola mata lelaki itu berputar pada jam tangan di pergelangan tangan kirinya.

"Baru jam setengah sebelas siang. Kamu lapar lagi?"

"Dedek bayi yang lapar," sahut Fiona, polos sekaligus memelas.

Julian berdebar. Tatapannya melesat ke perut Fiona. Tiba-tiba, kehangatan memenuhi ruang batinnya.

"Mau makan apa?" Ia bertanya dengan suara rendah.

"Stik daging sapi. Bakso. Roti keju. Nanas."

"Bayi, kok, makannya banyak betul." Julian bersungut-sungut. "Kupesankan online. Pake grabfood."

"Nggak mau." Mata Fiona mendadak basah. "Belikan langsung."

"Kamu ...." Julian nyaris mengomel, tapi lidahnya karam begitu menyaksikan air mata Fiona. 

"Ya udah, aku beli sendiri." Fiona hendak bangkit, tetapi Julian cepat-cepat menahannya.

"Oke aku yang beli. Tapi--"

"Uangnya akan kuganti," potong Fiona cepat, masih dengan suara bisik.

"Hem." Julian hanya mengangguk, seraya menahan senyum. Ia bangkit, lalu menyela pembicaraan maminya.

Has llegado al final de las partes publicadas.

⏰ Última actualización: Nov 26, 2022 ⏰

¡Añade esta historia a tu biblioteca para recibir notificaciones sobre nuevas partes!

Istri Rahasia CEODonde viven las historias. Descúbrelo ahora