🌹Part 12🌹

953 51 3
                                    

"Fioo, Mami kira kamu masih di klinik! Mami tadi nyusul, lho. Trus dikasi kabar ama Soni kalo kamu dan Jul ada di sini!"

Sosok ibu peri yang cantik jelita, muncul begitu ceria tanpa tongkatnya. Datang-datang langsung menggaet lengan Fiona.

Julian sontak kaku di tempat, seperti habis ditumpahi lem tembok.

"Mami, sst," desis Fiona seraya mengedipkan mata kiri.

Bu Yesi mengerutkan kening sesaat. Sekilas, dilihatnya sosok Julian, bersama tiga orang tak dikenal.

"Tante Yesi, cepet banget sampainyaa. Padahal, Fio nggak perlu dijemput, bisa pulang sendiri, kok!" Fiona berkata agak nyaring. "Oia, Fio barusan kenalan ama calonnya Kak Jul. Tante udah pernah ketemu?" Gadis itu menuntun ibu mertuanya ke hadapan Azqila.

Julian tegang sekali. Keringat dingin mengucur deras membasahi pakaian di bagian punggungnya. Saking waswas menerka reaksi maminya. Dalam hati berharap, semoga maminya mau menepati perjanjian. Ya, maminya berjanji, jika Julian bersedia menikahi Fiona, maka sang mami bersedia memberikan restu pernikahannya dengan Azqila.

Memang aneh. Tapi itulah jalan yang terpaksa ia tempuh. Demi memperjuangkan cinta. Meski resikonya setinggi pegunungan Himalaya.

Mata Bu Yesi berkilat tajam ke arah Julian. Lantas, bola matanya berputar ke arah Fiona. Tampak ganjil dan sulit diterka.

Bu Nazmi mengambil inisiatif duluan berkenalan dengan Bu Yesi.

Wajah tegang ibu Julian perlahan mengendur. Topeng ramah seperti yang biasa ia tampilkan di hadapan klien, kembali terpasang di wajah awet mudanya.

Dalam waktu singkat, jaksa level nasional yang luwes dan profesional itu berhasil mencairkan forum. Mereka beramah tamah, dilanjutkan makan malam bersama.

Sementara Fiona, pura-pura sakit perut dan izin segera pulang. Ia menemui Soni dan Rudi yang standby di lobi restoran.

"Nyonya besar bawa mobil sendiri, nggak?"

"Bawa," sahut Rudi.

"Ya udah, anterin aku pulang. Julian nggak usah ditunggu. Dia pasti bakal pulang sama Mami."

"Kami emang dikasi pesan agar nganter Nyonya Fio duluan." Soni dan Rudi sedikit membungkuk, menghormati menantu majikannya.

"Siapa yang ngasih pesan?"

"Nyonya Yesi."

"Jadi, beliau tau kalo aku bakal pulang duluan?" Fiona tersentak. "Berarti beliau juga tau kalo kami bakal ketemu Azqila dan orang tuanya di sini?"

Soni dan Rudi saling pandang sebelum mengangguk bersamaan.

Fiona mengganjur nafas dengan kasar. Hidupnya kali ini terasa sedikit terusik.

Fiona tak mengerti, mengapa mami mertuanya membiarkan Julian menikahi dirinya. Bahkan sang mami terlihat sangat sayang dan memenuhi segala kebutuhannya.

Ia teringat saat pertama berjumpa Julian. Mereka berjumpa di Pantai Kuta. Saat itu Fiona berjualan minuman di bawah payung lebar, didampingi beberapa anak-anak gadis seusianya dari panti asuhan tempat tinggalnya.

Waktu itu Julian bersama maminya, sedang berwisata, usai meeting bisnis di hotel bintang lima. Mereka berjalan-jalan, lalu singgah di kedai minuman Fiona yang sederhana.

Tiba-tiba Bu Yesi tercekat memandangnya, mirip orang shock. Lalu, mengecek ponsel dan berkali-kali memandanginya. Seolah-olah ingin mencocokkan sesuatu.

Bu Yesi dan Julian pergi sambil berbincang serius.

Keesokan harinya, tahu-tahu Julian datang lagi. Lelaki muda itu memesan jus buah alpukat, lalu duduk bernaung di kedainya.

Bohong kalau Fiona tidak deg-degan. Cowok itu tampil maskulin dengan parfum mewah khas eksekutif. Kulitnya putih bersih, rambut rapi, dan wajah seganteng aktor terlaris masa kini. Bibirnya juga merah alami seperti bibir perempuan.

Fiona hampir-hampir mengira cowok itu benar-benar aktor, kalau Julian tidak memperkenalkan diri dengan cara arogan.

"Kamu kenal aku?" Wajah ganteng unlimited itu bertanya acuh tak acuh sambil membuka kaca mata hitam.

Fiona waktu itu menggeleng polos.

"Kamu nggak kenal?" Cowok itu tampak penasaran. Setengah tak percaya.

"Aktor baru, ya?" celetuk Fiona.

Senyum Julian mengembang. Berani sumpah, Fiona serasa menyaksikan bunga-bunga merekah serempak di depannya saat lelaki muda itu tersenyum.

"Aku sempat ilfeel karena kamu nggak kenal aku. Padahal, aku pemilik tanah tempat kamu jualan. Tapi, karena kamu ngira aku aktor, hatiku jadi seneng."

Ucapan itu sukses memancing cibiran Fiona. Kekagumannya rontok seketika. Ia paling tak suka cowok narsis.

"Maaf, ya, Mister. Saya pikir ini tempat umum yang tiap orang bebas naruh lapak di sini."

"Tidak lagi, sejak tanah ini aku beli 2 jam lalu," sahut Julian, arogan.

Fiona terbelalak. Mata kebiruannya berkilau gusar, memancarkan pesona tersendiri.

"Aku baru tau. Maaf, Mister."

"Nggak masalah. Setelah kamu tau, aku minta kamu tutup kedai. Aku mau nawarin pekerjaan yang lebih menjanjikan. Hanya dua bulan, tapi penghasilannya bisa sampai ke anak cucumu."

Hati Fiona tergerak.

"Oke. Kerjaan apa, Mister?"

"Menikahlah denganku."

***

Kenangan pertemuan pertama yang mengejutkan itu, terlintas di benak Fiona, saat ia termangu di depan jendela dalam kamar mewahnya.

Sampai detik ini, alasan Julian menikahinya, masih tidak masuk di akalnya. Awal nikah dulu, Fiona tak memusingkannya. Ia terlalu senang karena mendapat jalan keluar dari masalah pelik yang menyangkut diri dan panti asuhan tempatnya bernaung.

Sekarang, akhirnya ia berpikir ulang. Apa alasan Mami Yesi ngotot mempertahankannya? Apakah dirinya mengingatkan Mami Yesi pada seseorang? Mustahil ujuk-ujuk sayang. Sementara ada calon menantu lain yang lebih intelek, cantik, sopan, dan alim.

Fiona mulai gerah karena merasa dirinya diawasi ketat. Sebanyak apa pun harta yang diguyurkan padanya, jika harus menghilangkan kebebasan seperti ini, lama-lama Fiona lelah juga.

Ia tidak suka menikahi Julian. Tak pernah juga berencana hamil anak lelaki itu. Julian memang memiliki semua kriteria lelaki yang diidamkan wanita milenial. Wanita yang mengukur cinta dari banyaknya harta dan keindahan fisik semata.

Fiona matre, tapi dia tidak sudi menjual cinta demi harta. Dia tidak tertarik pada lelaki manipulatif semacam Julian. Karena sifat manipulatif itu melekat pada mendiang ayahnya. Penipu dan tukang selingkuh ulung. Itulah ayahnya.

Fiona membenci ayahnya, meski sang ayah sudah meninggal karena gagal napas. Paru-parunya rusak terserang TBC kronis, akibat ketahanan tubuh tergerogoti virus HIV/Aids.

Karena kelakuan si tampan Julian sebelas dua belas dengan ayahnya, maka Fiona juga membencinya.

Siang itu, dirabanya perut yang masih rata, dengan tatapan kosong.

Membayangkan nasib Azqila kelak di tangan Julian, membuatnya kasihan.

Fiona bukan gadis jahat. Ia hanya suka dan perlu uang. Ia tak tega ada gadis sebaik Azqila, ditipu Julian mentah-mentah.

Mami Yesi juga keterlaluan. Semestinya tak membiarkan putranya berencana poligami diam-diam seperti ini. Entah apa isi pikiran Mami Yesi ini.

Fiona terdiam bingung. Haruskah ia menanyakannya?

Salah, bukan itu pertanyaannya, melainkan; berhakkah ia menanyakan hal itu?

***
Bersambung

Di KBM App tayang lebih cepat

Novel ini sedang proses terbit

Borneo, 16.01.2022

Istri Rahasia CEOWhere stories live. Discover now