Mengejar Matahari

47 11 3
                                    


Sebelumnya aku menyuruh Jingga untuk langsung datang ke rumahku. Ia memang pernah datang ke rumahku pada saat ia membantuku memilihkan kain untuk didesain menjadi jilbab. Hanya saja, pagi ini ia ada kelas dan aku berencana untuk meminjam dua buah novel di perpustakaan langgananku yang terletak di dekat kampus. Aku memutuskan untuk sekalian saja pergi ke kampus untuk menunggunya.

Pagi itu pukul sepuluh lewat delapan belas menit, angkutan umum tepat berhenti di depan gerbang kampus. Halaman depan kampusku terlihat cukup ramai di waktu sibuk seperti ini. Ada apa ya? Kulihat beberapa mahasiswa membawa selebaran-selebaran kecil di tangan mereka. Kertas-kertas itu diberikan pada mahasiswa-mahasiswa yang berjalan melewati mereka, begitu pula denganku.

Hmm, leaflet tentang Kebangkitan Nasional. Oh ya, hari ini tanggal 20 Mei yang tepat dengan momen Kebangkitan Nasional. Aku berjalan menuju ATM center untuk mengambil uang dari tabungan syariahku. Pandanganku tertuju pada sekumpulan mahasiswa-mahasiswa yang entah dari fakultas atau organisasi mana mereka berasal. Mereka berjajar rapi di atas trotoar di sekitar bundaran kampus kami. Tangan-tangan mereka memegang poster-poster dengan huruf-huruf yang tak bisa aku baca dari tempatku berdiri, karena terlalu jauh.

Aku berhasil mengambil beberapa lembang uang berwarna biru dari tabungan untuk keperluanku dua minggu ke depan. Meskipun aku tinggal bersama kedua orangtuaku, tetapi Papa sering mentransfer uang pada rekening syariahku sebulan sekali untuk keperluanku yang mendadak. Karena sekarang kebutuhan mahasiswaku sudah selesai, jadi biasanya uang itu kupakai untuk keperluan pribadiku. Rencananya, aku ingin menambah koleksi
pakaian jilbabku. Aku tak sabar untuk menggambar desainnya lagi.

Terik matahari pagi ini cukup panas menyorot. Aku heran dengan para mahasiswa yang melakukan aksi pagi ini, apakah mereka tak merasa kegerahan atau takut kulit mereka terbakar karena sinar matahari? Ah ya, aku tahu siapa mereka! Mereka itu adalah anak-anak rohis dari DKM kampus kami, seperti Jingga. Mereka terbiasa melakukan aksi damai ketika ada peristiwa-peristiwa besar. Pantas saja, karena sekarang ada momen Kebangkitan Nasional. Kukeluarkan kertas yang tadi diberikan padaku.

Aku memilih duduk di sebuah kursi di bawah pohon yang paling teduh. Kubaca dengan seksama. Ternyata mereka menghendaki momen Kebangkitan Nasional ini dengan pergerakan yang dimulai dari seluruh elemen masyarakat, tak terkecuali mahasiswa. Kondisi Indonesia memang sudah sangat terpuruk di semua lini. Keadaan darurat inilah yang seharusnya menyadarkan semua masyarakat bahwa selama sistem demokrasi kapitalisme berkuasa, keadaan tidak akan pernah membaik. Hanya kerusakan itulah yang akan tetap ada dan terus mengakar hingga merusak semua tatanan kehidupan. Kita sebagai Muslim wajib untuk memperjuangkan aturan Allah swt di bumi-Nya ini. Itulah isi dari kertas selebaran yang disebarkan oleh para aktivis masjid. Selalu khas dan tak pernah berubah. Mereka selalu menyuarakan Islam sebagai solusi, yang kutahu sejak awal aku menjadi mahasiswa baru mereka tetap konsisten dengan ide mereka.

Sebagai seorang Muslim, meskipun aku sendiri masih sangat kurang ilmunya, aku sepakat dengan apa yang mereka suarakan. Sudah seharusnya Islam dijadikan sebagai satu-satunya aturan, bukan yang lain.

Keringatku mulai menetes dari dahi dan mengalir menuju kening. Memang gerah memakai pakaian jilbab lebar dan kerudung seperti ini. Tetapi aku tak mau merasakan panasnya api neraka di akhirat nanti. Lebih baik menikmati ini semua karena ini adalah ibadah wajib bagiku.

"Assalamua'alaikum warrahmatullahi wabarakutuh! Yaa ayyuhal lazina amanu, ittaqullah...! Wahai mahasiswa, dengarkanlah seruan ini!

'Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya penghidupan yang sempit,
dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. Thaha:
124.'

Inilah yang terjadi dengan Indonesia dan seluruh negeri kaum Muslim lainnya. Aturan Allah sedang dicampakkan, sehingga kita merasakan hidup yang sempit lagi susah. Allah sudah memperingatkannya dalam ayat-ayat Nya. Tidakkah kita yakin dengan ayat Allah? Padahal semua firman-Nya itu adalah benar!

[END] An Ending OvercastWhere stories live. Discover now