35. Jangan Bicara Sembarangan

5K 722 63
                                    

"Sir, saya dapat laporan dari pembina lain jika kelompok tiga belum kembali ke area perkemahan. Sudah tiga puluh menit sejak kelompok terakhir kembali, tapi kelompok tiga masih belum datang."

"Gimana bisa? Sudah dicari?"

"Tim kita sedang menyisir daerah sekitar track jelajah."

"Coba tanya pada kelompok sebelumnya, apa ada yang merubah tanda?"

"Kelompok satu dan dua sudah ditanya, tidak ada yang merubah tanda apapun. Kalaupun ada yang merubah, seharusnya kelompok empat dan seterusnya juga tersesat. Tapi mereka tidak."

"Ya Tuhan, bagaimana bisa."

"Langkah selanjutnya apa yang harus kita lakukan, sir?"

"Suruh semuanya istirahat pada tenda masing-masing. Jangan ada yang boleh keluar dari area perkemahan. Nanti jika menjelang subuh kelompok tiga belum ditemukan, kita kabari orang tua mereka." Sir Thomas merasa was-was, diliriknya jam yang melingkar di tangannya. Sudah pukul tiga pagi, sebentar lagi menjelang subuh dan keenam siswanya masih belum ditemukan.

"Baik, sir." Sepeninggalnya miss Claire dari pos pembina, sir Thomas semakin resah. Kenapa acara campingnya jadi berantakan? Bukan ini yang dia rencanakan. Acara jelajah ini memang ilegal, sengaja dihapus dalam rundown acara karena menuai kontroversi dalam pengajuan proposal. Tapi dengan nekad, sir Thomas dan beberapa pembina lain mengadakan jelajah malam.

Waktu berjalan begitu cepat, jarum jam mulai bergerak ke angka lima. Seperti yang dikatakan sir Thomas tadi, mau tidak mau pihak sekolah harus menghubungi keluarga dan jadwal acara pada hari itu terpaksa dihentikan sebelum keadaan kembali normal. Barusan ada pembina yang melapor jika penyisiran sudah dilakukan di sekitar track, namun tidak ditemukan tanda-tanda keberadaan kelompok tiga. Jika ingin melakukan penyisiran lebih jauh diperlukan tim pembantu.

***

"MASSS! MAS MARAAAA!"

"Apa? Ini baru jam lima, dek. Ngapain teriak-teriak kamu?" Suara Risha terdengar hingga ruang gym yang terletak di samping kolam.

"Kenapa malah nangis? Sini."

"APA??!! ANAKMU ILANG INI LHOO. PIYE TAH IKI?!"

"Sini duduk dulu. Tenang, nih minum."

"Gak mauuuu. Michelle, mas. Chells ilang di hutan, barusan pembinanya telfon. Ayo samperin ke sana." Tangisan Risha tidak terbendung mendengar bocah nakal itu hilang di hutan. Perasaan menyesal menyeruak, harusnya waktu itu dirinya tidak memberi izin. Harusnya Risha mengikuti kemauan gadis itu untuk membiarkannya tetap di rumah.

"Hilang? HILANG?!!" Tangan Mara mengepal, reaksi untuk menahan amarah.

"Ayo kesana, jemput Michelle mas."

"Iya, tenang dulu. Saya mau ganti baju. Kamu tunggu di luar, bawa barang seperlunya saja." Perkataan Mara terasa tajam, agak menakutkan bagi Risha. Dirinya sangat takut sekarang, perasaan bersalah dan khawatir bercampur aduk menjadi satu.

"Dimana kamu dek. Cepet pulang, mami kangen."

Tidak jauh berbeda dengan kondisi Risha, putri bungsu keluarga Narendra saat itu sedang berselancar di alam mimpi ketika ayah dari bayi besarnya menelpon dan memberi kabar hilangnya Andy.

"Na, masih disana?"

"Ya."

"Bagus, sekarang siap-siap. Asisten saya bakal jemput kamu kesini. Saya sudah siapkan pesawat buat kamu."

Ditengah tangisnya, Nana masih dilanda kebingungan antara mimpi dan nyata. Putranya hilang, Andy hilang dari semalam belum juga ditemukan. Bagaimana bisa?

ME VS MAMIWhere stories live. Discover now