Jurig 3 - Wira, si Pembuat Onar

92 26 34
                                    

"Bayu atos kulem?" (Bayu udah tidur?) tanya Lilis ketika berselonjor di sisi kasur Bayu malam itu.

Bayu yang semula membelakangi Lilis, berbalik menatap ibunya dalam. "Teu acan, Bu." (Belum, Bu.)

"Ibu bade nyarios." (Ibu mau ngomong.)

"Nyarios naon, Bu?" (Ngomong apa, Bu?)

"Enjing urang uih ka kos, nya." (Besok kita balik ke kos, ya.) Lilis mengusap-usap lembut kepala putranya. "Karunya si mamang diantepkeun nyalira." (Kasihan mamangmu dibiarin sendirian.)

Sinar mata Bayu meredup saat kepalanya menimbang-nimbang keputusan yang ingin dia pilih. Selintas ada beban mengganjal dada, tapi tetap persetujuan yang menjadi jawaban.

"Baik, Bu."

***

Ada gemercik membentuk nada menenangkan pagi itu, di dapur. Air keran yang mengalir menyegarkan pikiran Lilis yang sempat carut-marut. Perut besarnya terkadang membuat lelah, apalagi setelah pulang dari pasar sambil menenteng banyak plastik sayuran.

Tangan Lilis terangkat dan dientak sedikit membiarkan air menetes jatuh dari jemari ke wastafel. Gala pingsan tanpa sebab dan itu membuatnya cemas. Bubur kombinasi ayam, hati ayam, bayam, wortel, dan jamur shitake akan baik untuk dia.

Sementara berkutat dengan menu sarapan, Lilis belum tahu kalau sang keponakan sudah bangun, tapi otaknya jadi korsleting entah mengapa.

"Mari kita lakukan percobaan pertama." Ragu Gala berujar di kamarnya.

Cowok itu bergetar seperti tersengat listrik. Bedanya dia punya kulit cerah dan rambut selurus cinta terlarang. Tak gosong dan tak sekeriting mi instan.

Dia perlahan membungkuk dan menggoyangkan telapak tangan di bawah kaki Wira beberapa kali. "Kakinya melayang." Giginya gemeretak menggigit jari penuh kengerian. Ya ampun. Dosa apa aku sampai bisa lihat setan?

Wira merasa risi dan melangkah ke depan. "Rek dikukumahakeun oge ngges jelas aing teh jurig, Belegug!" (Mau digimanain juga udah jelas aku ini hantu, Bego!)

"Heh, dari tadi ngomongnya Sunda kasar mulu!"

(FYI: Bahasa Sunda terbagi atas kasar dan halus. Sunda kasar itu biasanya untuk sesama teman atau yang lebih muda, sedangkan Sunda halus seringnya untuk yang lebih tua. Kalau kalian suka hal berbau Korea, pasti kalian tahu istilah bahasa formal dan informal. Nah, bahasa Sunda kurang lebih begitu.)

"Suka-suka aku, lah!" seru Wira tak mau mengalah.

Gala memperdengarkan helaan dan embusan napas berat, lalu berkata, "Per-percobaan kedua!"

"Bi, beli kembang seribu rupa!" Gala muncul dan memekik di sisi Lilis. Wanita itu hampir serangan jantung dibuat keponakannya yang berhati mulia. "Buat ngusir setan!"

"Sudah kubilang jaga mulutmu. Aku hantu, bukan setan!" protes Wira. Akan tetapi, Gala tak memedulikan ucapan bocah yang tak tahu kapan menyusulnya ke dapur itu.

"Ya ampun, Alo. Ngagetin aja." Lilis memegang dadanya yang berdebar kencang meski bukan karena jatuh cinta. "Tunggu, kamu kapan bangunnya? Sini, Bibi ada masak sesuatu buat kamu."

Gala kebingungan ketika pergelangan tangannya ditarik duduk di meja makan. Lalu ada mangkuk yang masih mengepulkan asap disorongkan ke arahnya.

"Nih, buryam." Lilis tersenyum dan berjalan perlahan ke depan.

"Buryam?"

"Bubur ayam." Lilis mengenyak di seberang Gala. Ada selisip lega kala akhirnya ada kursi menahan bobot tubuhnya. "Nah, tadi mau ngomong apa?"

[DREAME] Jurig - Peliknya Hawa Para PenasaranWhere stories live. Discover now