12. Salah paham

1.6K 95 3
                                    

Setelah bel pulang berbunyi, Olivia merapikan buku-buku kualitas rendahnya dengan hati-hati, lalu memasukkan semuanya ke dalam tas usangnya yang bahkan tidak pernah di ganti walaupun ribuan musim telah berlalu. Ia belum sempat membeli tas selama ini, karena ada banyak kebutuhan yang lebih penting, selain tentu saja bayar hutang pada rentenir. Dan beginilah bentukan tasnya sekarang, buruk dan di beberapa tempat sudah rusak.

Setelah menghela nafas beberapa kali dan melihat keadaan di luar kelas yang sudah sepi, ia beranjak keluar. Derap langkahnya terdengar ke seluruh penjuru koridor. Siswi-siswi yang lain pasti akan merasa tengah berada di dalam scene seram film hantu, kemudian berlari ketakutan setelah mendengar sedikit suara aneh dari dahan kayu yang menggores tembok. Berbeda dengan Olivia yang malah merasa nyaman, semua orang tahu bahwa ia adalah gadis aneh yang suka suasana sepi tanpa teman, dan Olivia pun mengakuinya. Lagipula buat apa mempunyai teman yang banyak kalau mereka semua memakai topeng berlapis untuk saling mengelabui satu sama lain .

Sesampai di parkiran Olivia langsung mendekat ke arah sepedanya, dan betapa terkejutnya dia karena sepedanya sudah berubah warna dari merah muda menjadi berwarna warni bekas cat semprot. Dia melirik hati-hati ke arah kedua bannya sambil berdoa semoga saja benda itu tidak kempes. Menghela nafas lelah setelah melihat ternyata kedua ban sepedanya kempes parah.

Olivia tahu betul siapa yang melakukan ini. Sudah pasti ke 5 anak orang kaya itu, yang tidak tahu cara bercanda seperti apa. Andai saja mereka tahu bagaimana susahnya Olivia mendapatkan sepeda ini, pasti mereka akan menangis tersedu-sedu sambil meminta maaf, ya itu kalau mereka punya hati, tetapi sepertinya mereka tidak punya, ingat hal apa yang terakhir kali anak-anak itu lakukan kepada Olivia.

Olivia hanya menghela nafas, berharap kejadian seperti ini tidak akan pernah terulang lagi. Masih untung sepedanya yang jadi korban, bukan dirinya.

"Nona Olivia."

Dengan kesiapan diri yang masih marah di dalam hati kepada anak-anak orang kaya itu, Olivia refleks menoleh ke arah orang yang menegurnya dengan sedikit aneh, seolah-olah gadis lemah seperti dirinya akan siap untuk memukul seseorang. Namun senyum cerah dari pria paruh baya yang tadi baru saja berbicara membuat Olivia merasa reaksinya terlalu berlebihan.

Pria itu tengah mendorong speda, yang terlihat tidak ingin sama sekali ia naiki. Olivia Merasa pernah melihat orang ini, tetapi ntah di mana.

"Ini speda dari tuan Jeremy," katanya membuat Olivia bingung.

"Aku sopirnya tuan muda Jeremy. Dia menyuruhku untuk membelikan sepeda untuk nona Olivia," katanya lagi.

"Itu untukku?" Olivia menunjuk sepeda itu.

"Iya nona. Tadi ia melihat speda nona di coret-coret, lalu ia menyuruhku untuk membelikan nona yang baru. Awalnya ia yang ingin memberikan ini secara langsung, tetapi ia sedang ada hal mendesak yang harus di lakukan," jawab pria itu. Memangnya apa urusan yang terlalu mendesak untuk siswa SMA.

"Aku tidak bisa menerimanya. Bawa saja kembali," tolak Olivia. Ia berfikir seharusnya Jeremy tidak perlu berlebihan seperti ini. Olivia tidak pernah mengharapkan untuk di bantu. Terlalu besar hal yang harus di korbankan sepertinya jika menerima bantuan dari Jeremy.

Mengacuhkan orang tadi, Olivia meraih sepeda miliknya dan mendorongnya meskipun agak sulit karena kedua bannya kempes.

Melihat itu pria paruh baya tadi segera merebut speda Olivia dan menggantikannya dengan yang baru. Lalu dia pergi tanpa mengatakan apa-apa lagi.

Olivia hanya ternganga melihat kepergian pria itu karena belum sempat mengatakan apa-apa. Setelah itu ia memandang sepeda yang sudah berada di tangannya, bingung harus mengambilnya atau tidak.

PELAKOR KECIL (Tamat)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora