Bab 36: Perseteruan

4.6K 463 67
                                    

Seungcheol menatap surat yang digenggamnya dengan tatapan kosong. Sesekali mulutnya membuka untuk mengembus nafas. Sesekali matanya terpejam dan keningnya berkerut. Sudah lima menit dia habiskan hanya untuk mengamati kertas itu, dan meski dia sudah membacanya berulang kali, pandangannya tetap terpaku di sana.

Ketika pintu ruang kerjanya dibuka pun dia tetap bergeming. Lee Eunjung melangkah masuk, sebisa mungkin berusaha agar sepatu tumit tingginya tak menimbulkan suara. Dia melirik ke dalam ruangan dan memanggil atasannya dengan hati-hati. "Kau belum pulang?"

Baru saat itu kesadaran Seungcheol kembali. Dia segera memasukkan surat yang dipegangnya ke dalam map. "Masih ada yang harus kuselesaikan."

Eunjung berhenti melangkah tepat di depan meja kerja Seungcheol. Dia membasahi bibirnya sebelum meletakkan sebuah amplop di atas meja. "Seungcheol, maaf...aku baru sempat memberikan surat pengunduran diriku. Tolong diterima."

Seungcheol melirik surat itu, lalu menatap gadis di hadapannya dengan tampang ragu. "Apa kau sudah punya rencana jika keluar dari perusahaan ini?"

Eunjung tertunduk. "Belum. Tapi sepertinya aku akan kembali ke Daegu."

Melihat Seungcheol memasang ekspresi bersalah, gadis itu segera menambahkan, "Aku masih punya tabungan, dan aku bisa mencari pekerjaan sampingan. Tenang saja, ada banyak jalan untuk bertahan hidup."

Seungcheol terdiam. Membayangkan gadis itu akan kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya membuatnya tak tega. Maka dia bertanya lagi, "Apa tak sebaiknya...aku memindahkanmu ke kantor cabang lain?"

Sang sekretaris tersenyum getir. "Seungcheol, kita sudah membahasnya bukan? Jeonghan tetap tidak akan tenang jika aku masih bekerja di perusahaanmu. Lagipula aku juga butuh beristirahat dan fokus menjaga ayahku."

Seungcheol menghela nafas. Begitu berat rasanya mengambil keputusan. Dia tak tega harus memaksa Eunjung berhenti, namun pikirannya saat itu juga tak bisa lepas dari sosok Jeonghan. Sejak pertengkaran mereka tempo hari, perasaan bersalah tak kunjung berhenti mengusiknya. Dia bahkan tak punya hati untuk menghubungi Jeonghan. Sebelum dia bisa mendapatkan keputusan, Jeonghan pasti tak akan sudi bertemu dengannya.

"Sesungguhnya aku tak mau membuatmu kehilangan pekerjaan. Tapi..." Seungcheol menundukkan wajah. "Aku tak bisa berpisah dari Jeonghan. Maafkan aku..."

Senyum lemah terukir di wajah Eunjung mendengar ucapan itu. "Tidak apa-apa. Aku yang seharusnya tahu diri. Lagipula jika terus berada di sini, akan sulit bagiku untuk move on."

Seungcheol kembali memandang Eunjung dengan raut wajah bersalah, membuat gadis itu tak enak hati. "Jangan khawatir, Minseok juga mengajakku fokus bermain biola. Dia bilang dia akan membayarku untuk tampil bersamanya di beberapa pertunjukkan mendatang, karena pada kesempatan yang lalu aku batal tampil bersamanya."

Biola adalah topik yang selalu bisa membuat Lee Eunjung tersenyum ceria, mendorong Seungcheol ikut tersenyum menyaksikannya. "Jika kau memerlukan bantuan, jangan pernah sungkan menghubungiku. Aku pasti akan membantumu."

Lee Eunjung tak akan berdusta jika dia terenyuh mendengarnya. Tak pernah sekalipun Seungcheol gagal menyentuh hatinya dengan kebaikan. Sikap seperti itulah yang membuatnya sulit melupakan masa lalu. Namun dia tahu, ini saatnya untuk melangkah maju, menutup buku kenangan mereka.

"Kau sudah sangat banyak membantuku. Aku janji tidak akan merepotkanmu lagi," itu ucapan terakhir yang Eunjung utarakan sebelum dia pamit meninggalkan ruangan.

Ketika pintu tertutup, dia menemukan keberadaan Mingyu di luar ruangan. Pria itu sedang bersandar pada dinding lorong, memandanginya.

"Kau tak akan mengubah keputusanmu?" tanya Mingyu tanpa berbasa-basi.

My Long Time AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang