4. BUKTI

55.3K 4.3K 170
                                    


Mungkin pembuktian tidaklah begitu penting bagi sebagian orang, tetapi, sebenarnya hal itu cara untuk mengetahui keseriusan—

Mahasiswi calon istriku—

Selesai mata kuliah, seluruh mahasiswa dan mahasiswi membereskan buku-buku dan perlengkapan mereka. Satu-persatu dari mereka melangkah pergi keluar ruangan, entah untuk pulang atau sekedar bermain dengan teman sebaya.

Ari tetap di tempatnya, menatap Shaula dan teman-temannya yang sedang sibuk membereskan alat tulis dan memasukkan ke dalam tas masing-masing.

"La, mau ikut kita ke kafe yang baru dibuka di dekat kampus, nggak? Sekarang kita bertiga jarang ngumpul, tau," ajak Erika seraya menenteng tas ranselnya.

"Iya, nih. Ula sekarang makin sibuk, jarang bisa diajak ngumpul," sahut Aishwa membenarkan ucapan Erika.

"Ula—" Ucapannya terpotong saat Ari tiba-tiba membuka suara.

"Shaula, bisa bicara sebentar? Kamu ikut saya." Ari berdiri, mengangkat buku-buku tebal untuk referensi pembelajaran dan menentengnya di tangan sebelah kiri. Lalu, melangkah pergi keluar.

Shaula mendengus kesal. Lagi-lagi terganggu oleh bapak Arinya itu.

"Ula nggak bisa. Lihat, kan, pak Ari ada yang mau dibahas sama Ula. InsyaAllah lain kali pasti Ula ikut. Dah... Assalamu'alaikum."  Shaula mengambil tasnya cepat, kemudian bergegas mengejar Ari yang sudah menghilang dari ambang pintu.

Raut wajah kedua temannya yang semula bahagia kini berubah datar. Shaula, selalu saja ada urusan di setiap harinya.

Shaula celingukan mencari ke mana arah Ari berjalan. Dosennya itu menyuruh Shaula untuk mengikutinya, namun, ke mana perginya?

"Pak Ari kebiasaan, menyuruh mahasiswi ikut tapi malah pergi duluan," gumam Shaula. 

"Saya di sini!" balas Ari menjawab gumaman Shaula. Ia berdiri tepat di belakang gadis itu.

Shaula membalikkan badan menghadap Ari. Di tangan lelaki itu tidak ada lagi buku-buku tebal yang tadi dibawanya. Secepat itu kah meletakan buku tersebut di ruangannya.

"Ayo, ikut saya," perintah Ari. Ia memutar badan dan melangkah maju.

"Saya nggak mau ikut pak Ari," tolak Shaula mentah-mentah.

Ari seketika menghentikan langkahnya yang baru dimulai. Ia kembali berbalik badan ke arah Shaula.

"Ikut saya, Shaula. Ada yang mau saya bicarakan, dan... ini penting," kata Ari sedikit memaksa.

Shaula tetap menggeleng kuat, enggan berbicara dan membahas masalah tunangan dengan dosennya itu. Namun, dosen muda satu itu pasti akan terus memaksa sampai Shaula mau. Ini masalah penting dan harus dibicarakan dengan jelas.

"Shaula..." Ari memelankan suaranya. "Jika kita terus di sini, banyak mahasiswa lain yang melihat kita berduaan. Kamu mau kita digosipkan yang tidak-tidak? Saya nggak bisa tarik tangan kamu karena kita bukan mahram. Jadi, saya mohon kamu ikut saya."

Shaula tetap kepala batu. Tidak peduli meski ada mahasiswa lain yang menyaksikan pertengkaran mereka.

Ari membuang napas berat. Calon istri yang sangat keras kepala. Lelaki itu mengambil paksa tas ransel Shaula.

Mahasiswi Calon Istriku (End)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant