7. PAPA DAN LUKA YANG DICIPTAKANNYA

44.4K 3.4K 74
                                    

Jangan lupa vote dan follow akun ini, ya...

———

Kukira aku adalah pangeran dari ayah seorang raja. Namun, ternyata bukan, aku hanyalah seorang perwira yang tak dianggap ada

-Ari

Mahasiswi calon istriku—

"Ma, menurut mama arti dari kebohongan apa, sih?"

Ari tiba-tiba bertanya perihal kebohongan. Entah ingin mendengar definisi dari Desara atau hanya sekedar mencari pembenaran bahwa yang ia lakukan pada Shaula demi kebaikan mereka benar. Ari egois, ia rela berbohong agar Shaula tidak terluka.

Desara mengusap lembut dan sesekali memainkan rambut Ari yang kini lelaki itu berbaring dipangkuannya.

"Kebohongan? Menurut mama, kebohongan itu sebuah alasan untuk menolak kebenaran. Kenapa? Karena, suatu kebenaran meski semenyakitkan apa pun memang harus tetap di katakan," jelasnya.

"Tapi, kalau berbohong demi kebaikan gimana, ma?"

Desara mencuil hidung Ari gemes. "Nggak ada berbohong demi kebaikan. Bohong, ya tetap salah dan itu tidak patut untuk dibenarkan," sanggahnya.

Ari mengangguk-angguk paham. Tetapi, Ari akan tetap berbohong. Dasar, bukan hanya Shaula yang keras kepala, namun Ari juga.

"PAPA!!!"

Teriakan dari arah luar kamar Desara terdengar begitu jelas. Suara Achava menggelegar memanggil kata, Papa.

Seketika Ari menegang, berdiam beberapa saat dan akhirnya intruksi Desara memberhentikan lamunannya.

"Sayang, ayo temui papa," ajak Desara.

Ari bangun dari pangkuan mama-nya. Namun, menggeleng untuk bertemu dengan papa-nya.

"Hei, udah 24 tahun. Sekarang Ari sudah besar dan mungkin juga papa akan mengerti Ari. Ari juga sudah menjadi dosen di usia yang begitu muda. Papa pasti bangga," kata Desara sembari mengmabil wajah anaknya dan membawanya ke dalam dekapan hangat seorang ibu.

Dengan perasaan tidak yakin Ari mengangguk di pelukan Desara. Setetah melepaskan pelukan itu Ari kemudian mengikuti Desara yang sudah melangkah lebih dulu keluar kamar.

Ari berdiri tegak di hadapan Alfred—papanya— dengan senyuman tipis yang diusahakan untuk mengembang.

Lelaki itu mengulurkan tangan, berniat untuk menyalami tangan kanan Alfred, tetapi, papanya itu langsung menepis dengan kasar tangan Ari.

"Jangan pernah sentuh saya!" tekan Alfred marah.

"Papa kenapa sekarang berubah? Eh, bukan, bukannya dari dulu sudah berubah, ya?" tutur Ari lirih, senyuman hambar lagi-lagi diperlihatkan.

Rahang Alfred mengeras. "Kamu bukan anak saya, jangan panggil saya papa! Hubungan kita putus setelah kamu memutuskan untuk menjadi seorang muslim. Anak pembangkang seperti kamu tidak patut untuk menjadi anak dari siapa pun."

"Apa keegoisan papa membuat papa berlaku seperti ini ke Ari? Apa Ari salah mengmabil langkah dengan pilihan Ari?"

Ari lelah, lelah dengan masalah antara ia dan papanya. Yang kata orang kuat, ternyata Ari mempunyai sisi lemah yaitu jika berkaitan dengan papanya. Bahu terhebat yang dulu pernah menggendongnya kini semakin sulit untuk ditaklukkan.

Mahasiswi Calon Istriku (End)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora