14

19.5K 2.3K 86
                                    

▪︎▪︎▪︎

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

▪︎
▪︎
▪︎

Tara saat ini sedang berada di balkon kamarnya dengan ditemani segelas hot chocolate dan sepiring cake rasa cokelat.

Tara memejamkan mata menikmati sensasi tiupan angin menerpa wajah cantiknya.

Diambilnya ponsel yang berada di meja bundar  lalu memasang earphone ke telinganya dan mulai mendengarkan musik.

Namun ketenangan itu tidak bertahan lama karena suara dobrakan keras berasal dari pintu kamar miliknya. Dan itu pelakunya Selatan.

Tara melepas earphone lalu menatap Selatan yang saat ini sudah berdiri di hadapannya.

"Ayo ikut gw ke bandara."

"Ngapain?"

"Ngeronda."

"Hah, beneran?" Tara menatap polos ke arah Selatan.

"Ya enggak lah bego."

"Kita disuruh jemput bang Galang." lanjut Selatan yang sedang mengambilkan hoodie putih dan celana panjang untuk Tara.

Dilemparnya hoodie itu kearah Tara, "cepet dipake, gw tunggu."

"Kenapa nggak sendiri aja?"

Selatan mendecakan bibir mendengar ucapan Tara, "gausah banyak bacot. Cepet 5 menit!"

Tara menipiskan bibir kemudian pergi menuju kamar mandi menganti pakaian, nggak mungkin juga ia ganti dihadapan Selatan.

°°°

"Bang Galang mana?"

Kedua saudara kembar itu terlihat seperti anak hilang karena celingak-celinguk menatap sekeliling area bandara yang masih di padati orang.

"Dia lagi di toilet." ucap Selatan setelah menatap chat dari abang sulungnya.

Tara mengangguk, didudukan badan di lantai dengan bersandar tembok tanpa megindahkan tatapan aneh dari orang-orang yang berlalu lalang di bandara. Dia sudah mengantuk jadi masa bodo, seharusnya jam segini sudah tidur atau masih menonton drakor dengan khidmat di atas kasur empuknya.

"Selatan?"

"Lama lo!" Selatan menatap abangnya itu tajam karena dibuat menunggu lama. Padahal sudah menyuruh cepat-cepat dijemput giliran sudah dijemput dirinya malah entah kemana.

Tanpa mengindahkan ucapan adik lelakinya, cowo berprawakan kekar itu menatap adik perempuannya yang sudah tidur di lantai bandara dengan bantalan hoodie.

"Kenapa nggak digendong aja." Galang menatap Selatan sambil berusaha membopong tubuh kecil Tara.

"Berat."

Galang merotasikan mata mendengar jawaban adiknya, padahal tubuh Tara ini termasuk sangat ringan.

"Yaudah, lo dorong koper gw." Tanpa menunggu balasan Selatan, Galang berjalan duluan  dengan Tara digendongannya.

°°°

Tara berjalan santai dikoridor sembari bersiul, hari ini dia telat lagi karena terbangun kesiangan, dan tidak ada orang berniat membangunkan dirinya.

Karena telat dan jam sudah menunjuk pukul delapan kurang, Tara memilih pergi ke rooftop untuk membolos. Menapaki tangga menuju rooftop hingga sampai di pintu besi lalu dibukanya pintu itu dan udara segar meyambut kedatangan Tara.

Dilangkahkan kaki jenjang berkaos kaki panjang itu menuju pagar pembatas lalu duduk bersender di kursi kayu yang sudah terlihat rapuh namun masih bisa diduduki, memejamkan mata sejenak untuk menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpa wajah.

"Ngapain lo kesini." suara dingin berkesan berat itu membuat Tara membuka matanya.

"Ngadem." balas Tara.

Pemuda itu diam kemudian duduk disebelah Tara. "Lo siapa sebenarnya?" selidik pemuda berambut gondrong itu seraya menatap lekat wajah Tara yang kembali memejamkan mata.

Tara terkekeh mendengar ucapan pemuda disampingnya, "Lo gila ya? Gw Tara lah." Tara sedikit gugup tapi ia tutupi dengan kekehan.

Pemuda itu mendecakan bibir, mata hitam pekat itu memandang malas kearah Tara. "Lo bukan Tara!"

"Kalau gw bukan Tara terus siapa lagi, huh?"

Pria itu mengedikan bahunya acuh.

"Gak mungkin Tara bisa berubah 180° setelah bangun dari koma." Ucap pria itu kekeh dengan pertanyaan nya.

"Gio denger ya setiap orang bisa berubah terutama gw."

Ya, pria itu Gio sahabat Angkasa.

"Gw tau, tapi gak mungkinkan atau lo transmigrasi?"

Deg

Jantung Tara berdetak cepat. Wajahnya memucat mata bermanik cokelat itu mengedar ke penjuru rooftop agar tidak bersitatap dengan manik hitam milik Gio.

'Ga mungkin 'kan Gio tau rahasianya padahal belum ada yang tau kalau dirinya itu bertransmigrasi' Pikir Tara berkecamuk.

"Gw tau sekarang lo transmigrasi kan." smirk Gio saat melihat wajah Tara yang pucat pasih.

Dirinya sudah memikirkan ini sejak hari pertama Tara bersekolah, banyak perubahan tidak masuk akal yang Tara lakukan.

Nafas Tara tercekat keringat bercucuran di pelipisnya dan badanya sedikit gemetar.

"Gausah gemetar kayak gitu, gw juga sama kayak lo." ucap Gio santai disenderkan punggung nya ke kursi lalu memejamkan matanya.

Tara menoleh cepat ke arah Gio. "Llo?"

Gio mengangguk. "Gw juga gak tau kenapa bisa masuk ke tubuh ini orang." menghela nafas pelan.

"Nasib mempermainkan gw." Gio terkekeh dengan ucapan nya sendiri.

"Gw boleh nanya?"

Gio mengangkat sebelah alisnya.

"Gimana jiwa asli dari tubuh lo ini bisa meninggal." ucap Tara pelan.

Gio mendongak menatap langit biru yang dipenuhi awan, menerawang tentang kematian  jiwa yang ditempatinya. "Gw gatau persis tapi kematiannya ini ada kaitanya sama dia."

Dahi Tara mengernyit. "Dia?" Gio mengangguk mengiyakan.

"Terus jiwa asli dari raga lo ini minta balas dendam tentang kematiannya?" Gio mengangguk lagi.

"Gak cuma itu, dia juga minta tolong sama gw buat jauhin dia dari Angkasa soalnya dia cuma--" ucapan Gio terpotong karena telunjuk Tara menempel dibibirnya.

"Gw tau."

"Mau balas dendam bareng gak?" tawar Tara dengan senyum penuh arti.

Gio menimang ajakan Tara. "Boleh." Balas Gio menatap manik cokelat gadis didepannya yang begitu memikat.

"Utara Freyanika."

"Dio Anggara." mereka berjabat tangan dengan cukup lama namun tiba-tiba.

Brakk

Tbc

See you👋.

UTARA [NEW VERSION]Kde žijí příběhy. Začni objevovat