ARAN

189 16 4
                                    

Kehidupan merupakan sebuah anugerah yang indah bagi setiap manusia. Sepatutnya seperti itu. Namun kadang Tuhan memberikan berbagai bab di kehidupan seseorang untuk menemukan arti hidup itu sendiri. Manusia terkadang mengeluh, menyalahkan keadaan, bahkan orang lain di sekitarnya jika kehidupannya tidak berjalan dengan keinginan. Lantas apakah masih ada manusia yang masih menikmati duka itu sendiri? Ya, tentu masih ada. Salah satu dari sekian manusia itu adalah Aran. Aran Alvarendra Jibran, nama yang indah seperti parasnya tapi belum tentu kehidupannya. Sosok laki-laki yang kini duduk di bangku SMA swasta di Ibu kota begitu menikmati semua yang datang di kehidupannya.

Aran menuruni tangga rumahnya menikmati setiap anak tangga yang ia pijak. Suasana pagi yang cukup cerah sisa hujan menjadi berkat tersendiri baginya. Setidaknya udaranya menjadi segar dari biasanya karena campuran tanah yang basah karena hujan. Kedua orang tua Aran sudah siap di meja makan dan tinggal menunggu Aran, putra satu-satunya yang dimiliki. Orang tua Aran tentu ingin memiliki anak lagi, namun Tuhan tidak mengizinkannya. Shani, Bunda Aran, terpaksa harus mengangkat rahimnya karena suatu penyakit. Shani sangat terpukul akan hal itu bahkan dia sempat depresi. Namun semuanya kembali normal setelah Boby, Ayah Aran, berusaha untuk mengembalikan Shani seperti semula.

"Selamat pagi Ayah, Bunda." Aran mencium pipi Bundanya yang paling dia sayang tentunya. Shani hanya tersenyum melihat sifat manja anak semata wayangnya.

"Bagaimana dengan Ayah, Ran?" Boby sedikit cemburu karena Aran langsung duduk.

"Ayah kan udah dapat dari Bunda." Jawab Aran santai dan langsung memakan roti yang sudah disediakan Shani. "Astaga siapa yang ngajarin kamu, pasti kamu ya?" tunjuk Shani tepat di depan muka Boby.

"Enak aja, Eh Aran berdoa dulu baru makan." Aran hanya tersenyum tanpa dosa dan mereka mulai mengepalkan tangan di depan dada. Setelah mengucapkan syukur dan terima kasih ke Tuhan, mereka makan dengan lahap tanpa ada suara. Ya, Boby mengajarkan keluarganya untuk tidak mengobrol saat makan kecuali hal penting.

"Kamu hari ini berangkat naik apa, Ran?" Aran mengelap bekas makannya dan mengambil tasnya. "Mobil Yah, soalnya Fiony minta jemput." Boby dan Shani hanya mengangguk mendengar jawaban putranya. "Jangan lupa berdoa, Tuhan memberkati kamu." Aran mengangguk dan berjalan ke garasi. Boby sangat melindungi putranya dia tidak sembarangan membelikan mobil untuk Aran. Model bukan utama tapi kualitas mobil itu sendiri dan fungsinya. Jadi jangan heran jika Aran lebih mementingkan fungsi dan kualitas barang yang dia punya bukan karena keinginan semata.

Seperti yang orang lihat, kehidupan Aran terasa sempurna. Mempunyai keluarga yang harmonis, harta yang cukup, dan pasangan yang dapat dikatakan memiliki paras yang memikat banyak orang. Fiony adalah perempuan yang bisa dibilang hampir sempurna, bahkan Aran beruntung dapat menjadikan Fiony sebagai kekasihnya. Kini Aran sudah berada di depan rumah Fiony untuk menjemputnya. Sebagai seorang laki-laki yang dimana seperti Ayahnya bilang, dia harus meminta izin kepada orang tua Fiony. Aran mengetuk rumah Fiony.

"Nak Aran, silahkan masuk."

"Bi, Papihnya Fiony ada?" Bibi Ani menganggukan kepalanya dan menyuruh Aran masuk ke dalam rumah.

"Shalom, selamat pagi Om, Tante." Aran mencium tangan Papih dan Mamihnya Fiony yang sedang menikmati kopi di taman.

"Shalom Aran, sini duduk dulu."

"Om, Aran ingin meminta izin buat jemput Fiony om tapi kemungkinan besar Aran tidak mengantarkan Fiony pulang karena Fiony yang minta." Gracio tersenyum tidak habis pikir dengan Aran yang tidak pernah berubah sifatnya semenjak 3 tahun yang lalu.Ya, awal Aran dengan beraninya meminta Fiony menjadi kekasihnya dari kelas 1 SMA.

"Kenapa Fiony minta ga dianter?"

"Semalem bilang kalau dia mau ada kerja kelompok sama Freya dan Yori." Gracio hanya mengangguk dan meminum kopinya.

"Ran, kamu ga berubah ya sama sekali, selalu minta izin dulu kalau mau bawa Fiony." Ucap Anin sambil ketawa. Aran tersenyum dengan tenang mendengar ucapan Maminya Fiony. "Aran selalu diajarkan sama Ayah dan Bunda, terutama Ayah, kalau apa yang kita miliki entah itu kekasih atau teman, bukanlah milik kita. Pertama, mereka milik diri mereka sendiri, kedua mereka milik Tuhan, ketiga, mereka milik orang tuanya. Jadi sudah sepatutnya Aran harus meminta izin terlebih dahulu ke orang tuanya." jawab Aran dengan tenang dan sedikit tertawa karena mengingat Ayahnya yang tidak pernah berhenti buat mengingatkannya.

"Om bangga sama keberanian kamu Ran, sabar ya bentar lagi Fiony turun." Aran hanya mengaggukan kepalanya.

"Oh iya Ran, ini kan bentar lagi kelulusan, kamu berniat lanjut kuliah dimana?" tanya Anin. "Aran disuruhnya di Inggris sama Ayah, Bunda tapi liat nanti aja baiknya gimana soalnya Aran inginnya di Swiss karena suasananya." Jawab Aran dan tepat setelahnya, Fiony sudah berada di antara Aran dan kedua orang tuanya.

"Lagi ngomongin apa si serius banget," Gracio langsung menjahili anak pertamanya ini. "Masa depan kalian, udah sana berangkat kasian Aran nunggu sampai jamuran." Fiony memutar bola matanya malas. "Lebay banget Papih."

"Iya udah Om, Tante, kami berangkat sekolah dulu ya takut telat." Aran dan Fiony menyalami tangan keduanya dan beranjak dari rumah Fiony. 

NISKALAWhere stories live. Discover now