BESTARI ASMAROKA

57 7 0
                                    

"Mirza kemana si lama banget, padahal bentar lagi mulai loh rapatnya. Ga mungkin kan kita mencontohkan yang kurang etis ke adik tingkat." Ollan mulai kesal mengingat rapat yang sebentar lagi mulai.

"Sabar Lan," Aran mulai berjalan ke ketua klub yang menjabat sekarang. "Do, kamu udah ngasih pengumuman di grup kan?"

"Sudah Kak, udah di kasih pengumuman dari 30 menit yang lalu." Aldo menunjukkan bukti chatnya di grup. Maklum, Aran jarang sekali membuka telephonenya. Jadi kalau ada hal penting biasanya langsung telepon bukan chat.

"Kamu udah siapin semua kebutuhan rapat sama hal-hal yang harus disampaikan?" Aldo mengangguk, "Sudah kak, nih." Aran membaca apa saja yang sudah disiapkan dan menganggukan kepalanya. "Ya, udah aku cari Mirza dulu yaa, takut ketiduran dia di masjid." Aldo mengizinkan Aran untuk mencari Mirza. "Gua ikut Ran, sekalian ke toilet. Aku izin juga ya, Do."

Aran dan Ollan kini berjalan menuju ke masjid sekolahnya. Beruntungnya ruang klub dan masjid hanya dipisahkan oleh parkiran saja walaupun parkirannya begitu luas. Ollan yang tidak sengaja melihat ke arah parkiran melihat Fiony masuk ke mobil. Sontak Ollan langsung memukul kepala Aran. "Ran, tengoklah itu, Fiony bukan si?" Aran hanya mengusap kepalanya yang di pukul Ollan dan mengelus dadanya, 'sabar, sabar Ran, temen lu emang kaga beradab' ucapnya dalam hati.

Aran mengikuti perintah Ollan dan benar saja itu Fiony kekasihnya. Aran sedikit bingung melihat mobil yang ditumpangi Fiony tidak familiar. "Iya itu Fiony, itu mobil Freya atau Yori bukan?" Ollan menggelengkan kepalanya saja.

"Apa itu artinya? gue bukan cenayang yang paham maksudnya." Ollan menunjukkan senyuman tanpa dosanya. "Bukan, kan gua bilang tadi kalau Freya sama Yori ada keperluan. Wah beneran si ini Ran kalau Fiony itu main belakang sama lu."

"Kita ga bisa langsung berasumsi seperti itu tanpa bukti yang kuat, udahlah kuy kita cari si curut itu." Aran mencoba untuk tidak menuduh Fiony sebelum semuanya jelas. "Okey, tunggu saja ya nanti, gua yakin kalau Fiony main belakang."

"Petak umpet browhh?" Aran tertawa dan berlari meninggalkan Ollan yang masih berusaha untuk menyakinkan Aran.

Perasaan seseorang tidak ada yang tahu meskipun keliatan biasa saja tapi kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalam dirinya. Suatu hal yang mungkin saja tidak dapat atau sulit diungkapkan. Aran harus memahaminya, kalau pun itu benar adanya, pasti ada alasan yang membuat Fiony memiliki kedekatan lebih dengan laki-laki lain. Aran harus memahami itu semua. Bukan saatnya untuk mengatakan siapa yang menyakiti atau tersakiti, siapa yang benar atau salah. Hal tersebut tentu tidak akan pernah ada karena dunia memang memiliki berjuta misteri yang harus dipahami dan dijalankan dengan rapi.

Aran dan Ollan tidak habis pikir dengan apa yang mereka lihat. Mirza dengan santainya sedang menggoda adik tingkat mereka, tentu hal tersebut mengundang tensi Ollan menjadi tinggi. Bagaimana tidak? Mereka adalah senior di organisasi yang mengutamakan kedisiplinan. "Temen lu, Ran!"

"Temen lu juga xob!" seru Aran sedikit menaikan nada bicaranya.

"Tujuan lu kesini buat ibadah atau mencari mangsa wahai manusia yang terkutuk," manusia memang sering melupakan tujuan utama dalam melakukan sesuatu dan mengutamakan hal yang baru saja ditemuinya.

Mirza menunjukkan tampang tanpa dosanya, "Ya, gimana ya Lan, hidup itu butuh bumbu yang membuat kehidupan kita menjadi lebih nikmat. Ayo kita rapat menengok program-program organisasi yang akan datang."

Mirza menarik kedua tangan sahabatnya dan mulai berjalan. Namun, dia berhenti berjalan, "Sampai jumpa lagi ya," Aran langsung menarik tangan Mirza yang masih menyempatkan waktu untuk menggodanya lagi.

"Lan, bukannya lu mau ke toilet tadi?"

"Kaga jadi kebelet gua, gara-gara liat Mirza yang kaya cabe-cabean."

NISKALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang