6.

504 70 9
                                    

Double up!

😶‍🌫️😶‍🌫️😶‍🌫️

"I-Ibu...?"

Rini tersenyum, mengusap kepala Rina. "Tidak. Bukan seperti yang kamu pikirkan. Mungkin semua orang melihat Ibu seperti itu tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi."

Rina menatap ibunya penasaran.

"Saat kuliah semester akhir, Ibu dan ayah kandung kamu menikah, kami juga saling mencintai. Kami bukan anak dari kalangan orang kaya, kami juga menikah hanya disaksikan oleh kedua orangtuanya. Orangtua Ibu sudah tidak ada, saat itu  Ibu tinggal sebatang kara," jelas Rini.

Rina diam menyimak, sambil memikirkan tentang Zifa yang membunuh ayah tirinya.

"Ayah dan Ibu menikah diam-diam bukan karena hal lain, itu murni keinginan kami. Resepsi bisa diadakan nanti setelah kami lulus dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Saat itu kami hidup sederhana, Ibu dan Ayah bekerja paruh waktu sambil kuliah."

"Ibu dan Ayah sepertinya bahagia sekali," ucap Rina ketika melihat binar di mata ibunya saat menceritakan masa lalunya.

"Tentu saja, bahkan Ibu sangat bahagia. Tapi kehabagiann itu hanya bertahan beberapa bulan setelah lulus. Ayah sudah bekerja di kantoran, tapi selalu saja pulang larut malam dan terkadang tidak pulang. Jika pulang pun jarang bicara, dia terlihat frustrasi. Ibu pikir itu hanya karena pekerjaannya. Sampai Ibu ingin bilang sedang hamil saja Ibu tidak bisa."

Rina menggenggam tangan Rini erat ketika raut wajah Rini menjadi sedih.

"Saat usia kandungan Ibu menginjak lima bulan, Ayah belum juga menyadari kalau Ibu hamil, padahal perut Ibu sudah lumayan besar. Mungkin juga karena Ayah tidak pernah menyentuh Ibu sedikit pun. Suatu hari saat Ibu akan keluar rumah, seorang wanita seumuran dengan Ibu datang ke rumah dengan menggandeng anak laki-laki."

Rina mulai menebak-nebak apa yang terjadi selanjutnya.

"Wanita itu bilang dia istri Ayah dan anak laki-laki itu putra Ayah. Mata anak itu mirip dengan Ayah, membuat Ibu langsung percaya. Yang membuat Ibu pergi dari sana, wanita itu mempermalukan Ibu. Dia menyebarkan rumor tentang Ibu yang merebut suaminya di sekitar rumah Ibu. Ayah sempat pulang, saat Ibu menanyakan hal itu, Ayah tidak pernah menjawab sama sekali. Bahkan ayah kamu mengemasi pakaiannya dengan tergesa-gesa sampai tidak sadar jika Ibu memasukkan surat kehamilan Ibu di tasnya, lalu dia meninggalkan Ibu begitu saja, sendirian."

"Ayah...," gumam Rina. Dia menatap Rini yang tidak meneteskan air matanya sama sekali, tetapi raut sedih di wajahnya terlihat sekali.

"Ibu tidak tahan mendengar hinaan dari orang-orang di sekitar Ibu, bahkan saat Ibu bekerja pun orang-orang menjauh dan mencibir Ibu. Mereka mengira Ibu belum menikah dan hamil, menjadi orang ketiga juga. Ibu sempat depresi dan hampir membunuh kamu yang sudah memiliki nyawa, Sayang. Maafkan Ibu."

Jantung Rina berdebar kencang, dia menatap ibunya tidak percaya. Rini memeluk Rina dan menggumamkan kata maaf berkali-kali.

"Sesuatu membuat Ibu sadar. Saat itu kamu lah satu-satunya yang Ibu miliki. Ibu memilih pergi jauh dari sana dan tinggal di Cianjur, tidak lupa meninggalkan surat gugatan cerai untuknya, siapa tahu dia kembali saat Ibu sudah tidak ada. Ibu ingin melupakan masa lalu yang terlalu menyakitkan, yang membuat Ibu depresi dan bisa saja kehilangan kamu, harta berharga Ibu satu-satunya."

"Ja-jadi Ayah sudah menikah saat menikah dengan Ibu?"

"Ibu tidak tahu pasti, tapi melihat usia anak itu yang sudah lumayan besar, sepertinya begitu. Anak itu sudah berumur lima tahun. Kemungkinan besar ayahmu menikah saat SMA."

Balanced Hate and Love ⭕Where stories live. Discover now