Chapter 0.1

548 26 1
                                    

Siapa sih yang tidak kenal Dewantara Jayandra? Jawaban tidak ada. Bahkan sampai satpam dan tukang kebun sekolah saja mengenalinya. Sosok laki-laki manis dengan senyuman yang mungkin tidak absen dari wajahnya yang tak kalah manis juga. Tapi nyatanya, sifatnya tak semanis senyum manis yang dia lemparkan selama ini.

Tidak akan ada yang menyangka, di balik sosok manis seorang Dewantara, ada sisi gelap yang membuat darah siapapun membeku. Sosok laki-laki dengan darah dingin yang tidak akan membiarkan siapapun lengah dari benda-benda di tangannya. Dengan senyuman manis yang membuat beberapa akan merinding melihatnya. Ya tapi bukan orang-orang di sekelilingnya.

Semua itu tertutup rapat oleh senyuman dan perkataan manis dan juga baiknya. Tak ada yang menyangka ada sesuatu yaitu kehidupan gelap seorang Dewa yang selama ini tersenyum cerah ke arah mereka. Atau, lebih tepatnya menyeringai ke arah mereka?
















Pagi ini matahari bersinar terang. Dewa, laki-laki itu mengigit bibir bawahnya sedikit sebelum berjalan masuk ke arah sekolahnya. Cukup pagi dia sampai ke sekolah, daripada hari biasanya. Karena dia kemarin sempat pulang ke rumahnya yang letaknya lumayan jauh dari sekolah. Dan itu cukup menyebalkan sampai membuatnya harus berangkat sepagi ini.

"Pagi Dewa!"

"Pagi" Balas Dewa sambil tersenyum ke teman sebangkunya.

"Tumben lo dah berangkat pagi-pagi gini?"

"Pulang ke rumah bokap, jadi ya kudu bangun pagi"

Hesa, laki-laki yang sudah menjadi teman sebangku Dewa dari kelas satu itu mengangguk paham. Pantas saja. Jarang sekali melihat seorang Dewa sudah ada di kelas sepagi ini kecuali setelah pulang dari rumahnya.

"Pelajaran pertama matematika. Astaga napa senin pagi pelajarannya jelek banget sih?!"

Juna, laki-laki yang baru saja datang itu langsung tiduran di meja.

"Jangan tidur, abis ini ada upacara"

"Paling tuh anak ijin ke uks terus bilang sakit perut" Sahut seseorang yang baru saja datang.

"Heh!!"

Juna melemparkan satu buku ke Rian yang baru saja hendak duduk di tempatnya.

"Oh ini alesannya. Pantes gue sering banget liat lo di awal upacara doang, pas amanat udah ngilang"

Hesa tersenyum setelah mendengar itu. Setelah setahun yang lalu dia menjabat sebagai ketua osis, dan dia baru mengetahui hal ini setelah pelepasan jabatan.

"Mampus kedoknya ketauan mantan ketos" Ucap Dewa sambil tertawa.

Juna mendengus, "Bangsat emang Adrian"

Rian tertawa, sampai hampir oleng dan jatuh dari kursinya. Tapi untung saja Erza datang tepat waktu dan menahan laki-laki itu.

"Tadi gak usah ditahan. Biarin aja jatoh, kesel gue sama tuh bocah" Dengus Juna.

Erza yang baru datang hanya bisa mengejapkan matanya. Bingung.

"Ini pada kenapa dah?"

"Kedok bolos upacara versi Juna ketauan" Jawab Hesa santai.

Erza langsung tertawa, "Mampus abis ini gak bisa tidur di uks lagi pas upacara"

"Punya temen gak punya ati semua dah!" Dengus Juna langsung menutupi wajahnya dengan tas.

Dewa tertawa. Diam-diam menyembunyikan senyum miringnya karena perkataan Juna tadi.










"Pagi Dewantara!"

MIRROR | Jay ✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora