Chapter 2.3

68 14 0
                                    

Dewa diam-diam keluar dari ruang belakang. Dia memastikan orang yang mengikutinya tadi, masih berada di dalam studion. Keadaan luar studion cukup ramai dipenuhi oleh para suporter yang keluar. Ini cukup memudahkan Dewa menemukan keberadaan mobil dari ketua tim lawan.

Dewa masih mengingat dengan jelas, bentuk serta plat mobil milik ketua lawan tadi. Hanya sekitar lima menit setelah memastikan tidak ada satu pun yang mencurigainya, dia diam-diam menempelkan satu pelacak kecil di bagian bawah mobil. Setelah itu, Dewa berjalan santai kembali ke dalam studion.

Dewa berjalan santai melewati pintu utama. Seseorang di sana sampai terkejut karena melihatnya dari luar. Dewa tersenyum miring. Dia memilih menghampiri teman-temannya yang lain dan mengajak foto bersama sebelum pulang ke rumah masing-masing.














Dewa berjalan keluar bersama teman-temannya. Juan tadi harus pulang duluan karena ada urusan. Juna juga terpaksa harus menelepon supirnya untuk membawanya pulang, karena keadaan kakinya cukup parah. Kiki yang awal tadi pergi bersama Arsel, ya berakhir dengan Arsel juga. Dewa yang membantu laki-laki itu berjalan ke arah mobil Arsel.

"Hati-hati! Jalanan depan agak gelap!"

Arsel mengangguk, "Duluan abang-abang!!"

Dewa melambaikan tangan, diselingi kepergian mobil Arsel. Sekarang tinggal mereka bertiga. Dewa mengode Hesa dan Rian agar pergi duluan. Tetapi Hesa menolak. Dewa tau laki-laki itu menyadari sesuatu.

"Gue ngerasa kita dari tadi diawasin" ucap Hesa sambil melihat sekitar.

Dewa menghela napas, "Kebanyakan nonton film nih.. gada apa-apa! Udah sana!"

"Gue gak ngerasain apa-apa. Udah ayo Hes!"

Rian langsung menarik Hesa ke arah motor mereka masing-masing. Dewa pun masuk ke mobil setelah di rasa mereka mulai menjauhi lokasi. Dia bisa melihat satu motor di belakang juga bersiap-siap pergi bermain-main dengannya. Dewa tertawa. Seperti akan ada corak baru dalam Jersey penuh keringatnya ini.








Dewa menjalankan mobil mengitar, melewati area yang benar-benar sepi. Dewa tau beberapa lokasi di kota, salah satunya tempat paling sepi ini. Dia tidak mematikan mesin saat memberhentikan mobilnya. Melihat motor di belakangnya ikut berhenti, Dewa tersenyum. Dia memakai sarung tangannya, dan menyembunyikan benda kesayangannya di belakang punggung.

Dewa turun pelan-pelan melewati semak-semak, saat orang itu juga turun dan mendekati mobilnya. Suara pecahan kaca membuat helaan napas Dewa semakin terdengar. Orang itu memecahkan kaca mobil kesayangannya. Dewa geram. Dia langsung memukul kepala orang itu dengan batu dan menancapkan pisaunya, tepat di perut sebelah kiri. Membuat jeritan dari sang pemilik.

Ruang sepi ini, seperti berada dalam ruang gema jeritan. Dewa memutar pisaunya, dan semakin membuat gambaran besar di sana. Cairan pekat semakin membanjir rerumputan dan juga pinggiran aspal. Dewa tersenyum saat tidak lagi merasakan deru napas dari korbannya itu.

Dewa tersenyum. Memastikan keadaan masih sepi dan menarik mayat itu ke balik semak-semak. Dewa menutup cairan pekat itu dengan tanah. Dia juga sempat menaburkan beberapa kelopak mawar putih di atas rumput basah. Dewa melihat tangannya yang penuh darah, dengan jerseynya yang hampir semua bagian terkena cipratan darah. Ini benar-benar merepotkan.




















Dewa melihat layar ponselnya yang menunjukkan tempat yang ramai. Dewa menghela napas. Dia tau posisi orang itu berada di sebuah club di pinggiran kota. Entah apa yang dilakukan orang itu. Yang Dewa tau dari dulu laki-laki itu selalu bermasalah dan membuat dia emosi.

MIRROR | Jay ✓Where stories live. Discover now