7. Ayah

6 7 0
                                    

"Yena!"

Yena refleks memelankan langkahnya saat mendengar suara familiar memanggilnya.

Ia terdiam kaku di trotoar dengan pandangan kosong, seseorang yang meneriaki nama Yena tadi perlahan mendekat membuat Yena buru-buru menyadarkan dirinya.

"Kenapa bolos?" Pertanyaan itu lolos dari bibir tipis Ayah Yena.

"Ayah ngapain disini?" Tanya Yena sambil tersenyum.

Ayah Yena menaikkan satu alisnya mendengar pertanyaan Yena, ia perlahan menuntun Yena ke kursi yang berada di ujung trotoar.

"Jujur sama Ayah, kamu kenapa?" Tanya Ayah Yena, lagi.

Yena memejamkan matanya sesaat, lalu membukanya kasar, "Yena nggak papa, Yah. Yena pengen aja bolos sekali-kali." Elaknya.

Ayah Yena menatap Yena intens, tak lama sudut bibirnya tertarik membentuk seringai kecil.

"Udah pinter bohong, ya?"

Yena mengangkat kepalanya kaget, "Maksud Ayah?"

"Hmmm ... Yena, masih mau pura-pura juga?" Ayah Yena berdiri dari duduknya sambil mengangkat jari telunjuk ke dagu, seolah-olah berfikir. Tak lama setelah itu menatap Yena tajam membuat siempunya menunduk ketakutan.

Wajar saja Yena takut, karena selama belasan tahun hidup bersama Ayah, Yena sangat jarang di marahi. Paling-paling hanya dinasehati saja. Pernah dulu saat Yena masih kecil merobek-robek kertas yang menurut Ayah Yena sangat berharga, karena itu merupakan salah satu peninggalan Ibunya, tapi Ayah Yena tidak pernah marah, hanya saja mendiami Yena selama hampir seminggu. Menurut Yena itu wajar, karena dulu ia memang sangat nakal.

"Siapa yang ngajarin kamu kayak gitu?! Kamu masih SMA Yena! Kamu masih sekolah! Bisa nggak? Sekolah aja yang pinter, banggain Ayah sama Bunda, terus sukses kedepannya, nggak buat masalah terus kaya gini!" Nada bicara Ayah Yena naik satu oktaf, membuat perhatian orang yang berlalu lalang teralihkan.

Ayah Yena tak peduli, fokusnya masih tetap ke Yena yang diam menunduk dengan badan sedikit bergetar ketakutan.

"Maafin Yena, Yah ..." Kata Yena sesenggukan, gagal sudah pertahanan nya agar tidak menangis. Nyatanya hati Yena lembut. Walau Yena 'sedikit' slengean jika dibandingkan dengan anak SMA pada umumnya.

"Buktiin! Jangan maaf-maaf doang!"

Yena langsung mengangguk cepat mendengar bentakan dari Ayahnya.

Melihat itu Ayah Yena melangkahkan kakinya meninggalkan Yena yang masih menunduk ketakutan di tempatnya.

Bibir nya tertarik membentuk senyuman miring, lalu diambilnya hp yang sedari tadi ada dikantong celana kerjanya, "Yena ... Kamu masih polos, tapi sok-sok an buat skenario nggak jelas kayak gini." Katanya sambil sibuk mengotak atik benda pipih itu.

Nyatanya Yena terlalu bodoh untuk main-main seperti ini.

*****

30 Jul, 2021

Dah, ngantuk.

Ajarin nulis panjang dong ...

Secret StalkerWhere stories live. Discover now