25. Step Two

2.8K 332 21
                                    

Vote dulu ya 🤫 2419 word

***

Aku dan Seun berjanji untuk bertemu di gerai sebuah mall. Ketika aku tiba, Seun sudah berada di dalam gerai tersebut. Dia terlihat sedang memilih celana untuk dirinya.

Di tengah keramaian sebenarnya aku enggan untuk mendekat dan menyapanya. Aku masih takut bila tidak diakui.  Aku melihat sekertaris Seun terlihat sibuk dengan teleponnya. Mendekati sekertaris Seun mungkin adalah jalan terbaik.

Aku melambai singkat pada sekertaris Seun yang sedang bertelepon di pojok gerai. Sekertaris itu menunjuk Seun yang sedang berdiri membelakangiku. Aku hanya mengangguk seolah mengerti. Padahal aku tidak berniat mendekati Seun.

"Oke, nanti saya sampaikan ke Pak Seun," ujarnya. Sekertaris itu mematikan panggilan dan menatapku.

"Hai," sapaku. Dia tersenyum sopan padaku kemudian berjalan mendekati Seun. Aku mengekor di belakangnya.

"Pak, mereka bersedia," ujarnya.

"Bagus," balas Seun sembari menatapku. Setelah itu sekertarisnya beranjak pergi dari hadapan kami. Aku sebenarnya ingin ikut pergi bersamanya, namun melihat pandangan Seun padaku, aku mengurungkan niatku itu.

"Hai," sapaku. Seun melirikku sekilas kemudian kembali melihat-lihat kameja untuknya.

Dia tidak memperdulikan kehadiranku seperti kemarin-kemarin. Kami bagai orang asing yang tiba-tiba bersama. Aku mulai bingung untuk bersikap seperi apa. Aku harus mulai memilih dari mana.

Seun berjalan ke sudut pakaian yang berbeda. Aku mengikutinya secara otomatis. Kami sampai pada gerai yang dipenuhi baju wanita.

"Lo bisa pilih sendiri kan?"

"Bisa," jawabku. Aku mulai mencari beberapa baju. Dia setia menunggu di belakangku.

"Lo istirahat aja atau lanjutin nyari kameja, gue bisa nyari sendiri," pintaku. Seun menatap padaku.

"Gue kasih waktu lima menit buat milih," ujarnya. Aku mengangguk mengiyakan. Selepas Seun pergi aku segera mencari baju terbaik versiku.

Dari beberapa baju yang kupilih, aku hanya mencoba tiga baju yang kurasa menarik. Pilihanku jatuh pada sebuah dress berwarna cream yang tidak mencolok dan terlihat cocok untuk acara apa pun.

"Gue milih ini," ujarku.

"Hm." Seun menjawab tanpa melihatku sama sekali. Aku mengedarkan pandangan 
ke sekitarku. Gerai ini cukup ramai.

"Gue balik duluan ya," bisikku sedikit menjaga jarak darinya.

"Temenin gue makan."

"Oke." Aku menuju kasir untuk membayar diikuti oleh Seun.

Seun mengajakku ke restoran favorit keluarganya yang berada di lantai tiga mall ini. Restoran yang masih menyisahkan luka di hatiku akibat kejadian tidak mengenakkan beberapa bulan lalu.

Begitu masuk restoran mataku langsung tertuju pada sebuah sudut di balik tembok di mana aku bersembunyi sambil menggendong Christian. Kala itu aku mendengar penolakan yang jelas dari Seun terhadap diriku. Aku terdiam sejenak.

"Ayo," ajaknya. Seun mengajakku duduk di tempat yang lumayan jauh dari tempat yang pernah menjadi pusat rasa sakitku.

"Kenapa lo ngajakin makan di sini?" tanyaku.

"Ini restoran andalan keluarga. Makanan favorit gue," jelas Seun.

"Lo gak ada maksud lain kan?" tanyaku bersungguh-sungguh.

Bad PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang