8

189 15 0
                                    

Sesampainya di rumah Ena langsung masuk ke kamarnya untuk mengganti pakaiannya dan langsung masuk ke kamar. Ia lebih suka menghabiskan waktunya di kamar dibandingkan di luar ruangan.

Saat itu pula Ita datang sendirian menuju kamar Ena dengan muka menahan amarah.

"Ena silahkan kamu keluar dari kamar!" Suruh Ita dengan muka sinisnya.

"Untuk apa Ka Ita? Ena salah apa lagi. Ena juga sudah menjauhi Angkasa. Apa kurang puas Ka? Dulu Kakak udah ngerebut Alen dari aku sampai Alen pergi ninggalin aku sendirian. Apakah Kaka tidak capek menggangu kehidupanku? Bahkan Papa udah Kaka rebut. Ena hanya diam aja. Apa itu semua tidak cukup?" tanya Ena beruntun dengan air mata mengalir di pelupuk pipi.

"Ena juga manusia Ka, bukan robot yang bisa Kaka kendalikan ataupun benda mati yang bisa Kaka sakiti. Ena juga haus kasih sayang. Walaupun dulu mama dan papa menyayangi Ena sekarang 'kan papa udah benci Ena. Ena capek Ka berantem terus sama Kaka. Sesekali Ena diam dengan harapan Kaka bisa maafin Ena. Tapi semua percuma saja. Ena capek Ka. Kalau Ena bisa memilih Ena lebih baik yang menggantikan mama dulu supaya Ka Ita bisa bahagia. Tapi apalah daya Ena Ka. Semua udah takdir." Air mata semakin deras tapi ia menangis tanpa suara karena sudah terbiasa begitu.

"Tapi Kaka ga bisa maafin kamu sampai kapanpun. Ka Ita bakal hancurin hidup Ena dengan segala cara. Biar Ena tahu rasanya seakan hidup sebatang kara. Dan dendam Kaka terbalaskan." Ita menghela napas berat. "Satu hal lagi Kaka ga akan ngebiarin kamu hidup bahagia dengan Angkasa. Kaka akan rebut Angkasa dengan cara apapun. Ingat itu."

"Tapi apakah itu salah Ena jika ada laki-laki yang mau mendekati Ena? Padahal Ena sudah menjauhi dia. Bahkan sebelum diminta." Terang Ena dengan suara terisak-isak.

"Bukan salah kamu. Tapi tetap saja itu tidak boleh. Mau kamu ngelakuin apapun sama Kaka bantuin bahkan sampai menyerahkan semua hal yang kamu punya untuk Kaka rasa benci Kaka tidak akan bisa terhapus."

"Kalau kamu ngga terlahir di dunia ini dan aku ngga punya saudara kembar kandung kayak kamu pasti papa dan mama bisa hidup bahagia bersama Ita tanpa adanya Ena yang hanya hidup sebagai benalu. Karena kamu dari kecil mama ga sayang sama Ita. Pasti yang disayang kamu. Apa-apa Ena apa-apa Ena. Dulu Kaka bisa diam tapi sekarang nggak bisa. Perbuatan kamu susah sangat parah. Ingat ya Ena mama meninggal gara-gara kamu. Gara-gara kamu sakit-sakitan dan gara-gara phobia kamu itu." Ita mendorong tubuh Ena sampai akhirnya tersungkur di lantai.

"Ka Ita maafin Ena. Maafin Ena Ka, tolong maafin Ena. Ena janji ngga akan nyusahin Kaka lagi. Ena janji ga akan ngerepotin papa lagi. Tapi tolong jangan benci Ena. Kaka boleh marah sama Ena. Kaka boleh buly Ena ataupun yang lain. Tapi please jangan benci Ena." Ena memohon pada Ita dengan menelungkupkan kedua tangannya.

"Sudah Kaka bilang Ka Ita ngga bakal maafin kamu. Kamu jahat banget dari luarnya sok polos tapi aslinya jahat. Gara-gara kamu 10 tahun yang lalu Kaka tidak mempunyai teman. Bahkan saat Ita sakit mama lebih peduliin kamu dibandingkan Ita. Bahkan gara-gara kamu juga papa jadi ikutan ga sayang sama Ita. Semua yang Kaka lakukan itu tidak setimpal dengan perbuatan kamu. Ingat itu!" Ita meninggalkan Ena sendirian di depan kamarnya.



Arrhenphobia [END]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon