O6 | Password

706 82 51
                                    


᠃ ⚘᠂ SURVIVE FROM HIM᠂ ⚘᠃


"Kak Heraa!"

"Oh...?" Belum sempat tubuhnya masuk sepenuhnya ke dalam rumahnya sendiri. Pekikan girang menggema di seluruh penjuru hall utama rumahnya. Ia tersenyum kecil saat melihat gadis mungil manis berlari ke arahnya. Tas jinjing ia serahkan pada pelayanan yang kebetulan lewat, membuka lebar tangannya menyambut sepupunya ke dalam pelukan. "Hana!"

"Kakak! Aku rindu!" Hera terkekeh pelan, ia mengusak pucuk surai adik sepupunya itu. Tersenyum tenang dengan tatapan hangat. Gadis mungil yang memiliki marga yang sama dengan Hera mengintip kecil ke belakang. Mencicit pelan bertanya pada Hera. "Kakak," panggilnya berbisik, jemari lentiknya menunjuk pemuda di belakang Hera, "itu siapa?"

Hera mengerti, ia menguraikan pelukan hangatnya, tersenyum dan memperkenalkan sahabatnya pada sepupunya. "Ini sahabatku, Kai. Dan Kai ini sepupuku, Hana." Tangannya menunjuk sopan masing-masing insan. Keduanya yang diperkenalkan mengangguk-ngangguk paham. Tidak ada perkenalan lebih lanjut, sama-sama tidak tertarik untuk mengenal lebih lanjut. "Ngomong-ngomong, kenapa ke mari? Sejak kapan?"

"Sejak pagi tadi saat kakak sekolah! Kata papa-" Kalimat Hana terputus begitu seorang pria menghampiri dan menyela. "Hera sudah pulang rupanya, pantas saja Hana berlarian tadi." Ucap pria itu dengan senyuman yang sangat mirip dengan senyuman Ayah Hera. Hera mengangguk singkat, "Iya, biasa memang pulang jam segini, paman."

"Ah, begitu ya." Paman dari Hera dan ayah dari Hana itu ikut mengangguk. Dilihatnya pemuda di belakang Hera. "Temanmu ikut juga?"

"Ya, dia sudah menginap di sini selama beberapa hari. Menemaniku hehe." Cengiran Hera lempar. Sudah lima hari Kai menginap di rumah megah mewahnya. Sebenarnya merasa tidak enak pada keluarga Benneth itu sendiri karena telah menculik Kai tapi ia merasa rumahnya terlalu sepi. Lara hatinya belum pulih, waktu masih mengizinkannya untuk merasakan kesedihan. Lagi pula sudah biasa Kai menginap. "Baru seminggu kau sudah mengajak pemuda untuk menginap bersama?" Senyuman Hera luntur. Menatap tidak mengerti pamannya sendiri. "Maaf? Tapi Kai sahabatku, Paman. Dia sudah sering menginap di sini."

"Kau ini seorang gadis, Hera. Tidak ada yang tahu isi pikiran laki-laki."

Sedikit tersinggung, Hera mengeratkan kepalan tangannya. Ia tidak berani menoleh ke arah sahabatnya. Yang pasti ia merasa sangat bersalah saat ini. "Paman, bukannya ingin melawan nasihat paman, hanya saja... Hera yakin sedari kecil Paman sudah diajari tata krama terhadap tamu." Ucapnya tenang namun rasa sebal terselip jelas di antara kalimatnya. Hatinya bersorak menang saat pria tua di hadapannya tergelak. "Maafkan, Paman. Paman hanya khawatir denganmu, Hera."

"....Tidak apa..."

"Baiklah, Tuan...." Paman menatap pemuda blasteran tersebut. Peka akan gerik Paman, Kai menjawab, "Benneth, eum." Kai ragu untuk memanggil keluarga Hera dengan kata 'Paman'. Terlebih lagi tadi ia sempat dibicarakan yang tidak baik meskipun ucapan pria tua itu tidak ada salahnya. "Panggil saja paman. Baiklah, Tuan Benneth, saya ada perlu dengan ponakan saya ini. Jika kau tidak keberatan silahkan tunggu di sini bersama Hana."

Kai mengangguk cepat sebagai tanggapan, memberi gerik mempersilahkan. "Ya, tentu. Saya akan menunggu di sini saja." Jawabnya sopan. Tidak lupa dengan senyuman tampan tipisnya. Hera memberi isyarat kepada Hana untuk tetap menemani Kai meskipun ia tahu Kai sudah menganggap rumahnya seperti rumah sendiri. Bagaimanapun juga Kai tamunya di sini.

Tungkainya berjalan elegan mengikuti paman dari belakang, menelusuri rumah besar dengan lantai marmer terbaik di dunia. Sampai tibalah ia di suatu ruangan, ruangan kerja Ayahnya. Dengan santai ia duduk di sofa yang tersedia, menunggu kalimat seperti apa yang hendak Pamannya ucapkan. Para pelayan rumah mulai menyeduhkan teh hangat beraroma rileks kepada keduanya dan keluar setelah urusannya selesai. Meninggalkan Hera dan Pamannya.

[✔] S͏u͏r͏v͏i͏v͏e͏ F͏r͏o͏m͏ H͏i͏m͏ | YeonjunOù les histoires vivent. Découvrez maintenant