astadasa

1.5K 386 193
                                    

Mentari ayun temayun bergerak turun. Tinggalkan gradasi memanjakan mata tatkala netra pandangi rupa. Kurva yang terukir pada paras begitu indah. Membuat candu sekaligus menoreh luka. Kadang bertanya, apakah puan adalah obat sang tuan? Apakah laksmi diciptakan untuk membuat nyaman si lelaki?

Tidak.

Sungguh tidak cocok mengibaratkannya sebagai obat. Sebab rasa sakit kadang berasal dari dia yang dimaksud. Kadang juga berikan bahagia, seolah diri tengah diajak terbang ke antariksa. Namun setelahnya dihempaskan kembali dari langit. Dengan begitu kasar serta tanpa ampun. Menjatuhkannya dari ribuan kilo di atas permukaan laut.

"Ada apa menemuiku?"

(Name) tidak dapat berbohong bila sesungguhnya dia merasa senang. Shuji adalah orang yang dicinta—pria yang ia inginkan. Tak peduli bagaimana semesta akan bergerak. Akan dusta bila dia berkata tidak—seandainya tuan di hadapan bertanya apakah (Name) rindu.

Sang adam terdiam sesaat. Biarkan angin mengacak surainya. Menari liar tatkala jingga membutakan mata. Menyesatkan—tidak tahu harus berbelok kemana dalam hutan berkabut. Tidak ada jalan pulang untuk ini. Shuji sendiri tahu akan hal itu.

Ia ingin berharap.

Ia ingin kembali.

Ia masih mencintainya.

"Aku ingin kamu."

Dia tidak berbohong. Shuji pun benar-benar ingin melihat wajahnya. Memperhatikan setiap inci durja yang dipuja. Mengukirnya dengan begitu jelas dalam ingatan. Tidak puas apabila hanya melihat dari jauh.

"Hah?"

"Maksudku, hanya ingin memanggilmu."

Adiratna lantas membulatkan mata. Setelah memecahkan beragam macam teka-teki sialan itu, Shuji sungguh hanya ingin menemuinya?

Shuji lantas mendengus.

"Toh Kisaki akan membunuhmu. Jadi sebelum itu, berhubung kita pernah kenal, aku ingin bertemu barang sejenak. Hitung-hitung agar tidak bosan."

Ingin rasanya dia memukul mulut sendiri. Bagaimana bisa mengatakan hal seperti itu tanpa berikir dua kali?

Namun setelahnya, Shuji mengulurkan tangan.

Kurva tipis terukir pada wajah. Ciptakan keelokkan tanpa batas. Kalahkan lembayung senja. Bersanding dengan ayunya swastamita. Membutakan mata. Serta mematik lagi api yang telah padam.

"Ayo pergi."

Tangan terulur tanpa sadar. Menerima ajakan sang pangeran tatkala putri diajak turun dari kereta kudanya. Tidak peduli dengan ketaksaan dalam kalimat.

Ini Shuji.

Ini dia yang kamu cintai.

Jadi, untuk kali ini.

Bolehkah mereka egois?

Bolehkan mereka kembali?

Seperti sedia kala, dengan sesal yang hantui kepala. Meski sesungguhnya tubuh sudah penuh dengan luka.

Apakah bisa?

Apakah semesta mengizinkan?

•••

"Shu, apa kamu masih mencintaiku?"

Adiratna bertanya tatkala lengan melingkar di pinggangnya. Merengkuh erat tanpa izin. Dengan lancang.

Ini salah. Ini tidak benar. Seharusnya puan menyingkirkan lengan yang merengkuh. Seharusnya dia menolak pelukan ini. Namun mengapa daksanya enggan menurut? Pula, mengapa hatinya yang bekerja? Bila begini, tidak ada yang akan berubah. Dan (Name) akan kembali jatuh.

𝐂𝐀𝐍𝐃𝐀𝐋𝐀! hanmaWhere stories live. Discover now