ILHAM CEMBURU

15 1 0
                                    

Ilham kembali ke tempat semula ketika mereka menikmati es krim bersama. Pandangannya masih mengedar mencari keberadaan Tiana dan Dafa. Tiba-tiba seseorang memegang pundaknya. Ilham kira itu Tiana. Ilham tersenyum sambil berbalik.

"Kamu ke mana aja sih Tiana—"

Siska tersenyum. "Hellow! Gue Siska, bukan Tiana."

"Elo. Ngapain lo di sini?"

"Emang harus punya alasan gue ada di sini? Ini tempat umum kali, Ham."

"Ya terus ngapain lo nyamperin gue?" tanya Ilham malas.

"Lo cari Tiana dan Dafa, ya?" tebak Siska tersenyum miring.

"Kok lo tau?" Ilham mengernyit curiga.

"Lebih baik lo duduk istirahat deh. Karena Sepan udah ketemu sama Tiana dan Dafa. Lo tau mereka lagi ngapain?"

"Apa?" tanya Ilham.

Siska menunjuk ke arah komedi putar. Ilham mengikuti arah tunjuk Siska. Dapat Ilham lihat Sepan sedang bertawa lepas naik komedi putar bersama Tiana dan Dafa. Seketika rahang Ilham mengeras, menatap ke arah sana dengan tatapan sulit diartikan. Namun Siska menangkap satu hal, Ilham tidak suka melihat itu.

"Gue tau lo suka sama Tiana."

Ilham beralih menatap Siska.

"Lo tau kan gue juga suka sama Sepan?"

"Maksud lo apaan?"

"Gue mau kita kerja sama. Lo harus gencar deketin Tiana dan gue usaha buat Tiana benci sama Sepan. Gimana?" tanya Siska tersenyum.

Ilham berdecih. "Lo pikir gue selicik itu? Gue Ilham. Nggak bakal ngelakuin hal pengecut kayak gitu sama temen!"

"Oho. Santai, Man. Gue nggak nyuruh lo melukai Sepan atau menyakitinya. Gue cuma nyuruh lo deketin Tiana. Dan gue berusaha buat Tiana nggak bakal suka sama Sepan tanpa melukai mereka. Ayolah, Ham. Nggak usah sok suci. Ini perihal rasa di hati. Kita nggak bakal ngelukain siapapun. Gue tau Sepan nggak ada perasaan sama Tiana. Jadi sebelum perasaan mereka muncul, kita harus melakukan pencegahan dong. Lo mau lihat orang yang lo suka malah jadian sama teman lo sendiri? Yakin nggak sakit hati dan tetap berteman dengan baik sama Sepan?"

Omongan Siska berhasil merasuki Ilham. Ilham kembali menatap Sepan dan Tiana yang tertawa lepas. Rasa cemburunya kian menguar saja. Apalagi pada Sepan yang jelas-jelas bilang tak suka dengan Tiana. Tapi apa-apaan senyuman dan tawa Sepan itu. Ilham jelas tak bisa membendung rasa kesalnya.

"Apa yang harus gue lakuin?" tanya Ilham tanpa mengalihkan pandangannya pada Sepan dan Tiana.

Siska tersenyum puas. "Gampang. Lo jemput Tiana besok ke rumahnya. Gue udah tahu di mana rumah Tiana. Ya lo bisa beralasan nggak sengaja lihat Tiana masuk ke dalam rumahnya kek jadi tahu rumah Tiana. Dengan begitu, lo udah selangkah lebih maju. Pokoknya lo harus deketin Tiana terus. Sisanya, biar gue yang urus."

"Oke. Gue pulang duluan," sahut Ilham pergi meningalkan Siska.

Tak lama Deren, Aldo, dan Kevin muncul sambil membawa camilan di tangan mereka. Rupanya mereka sangat bersenang-senang sampai lupa keadaan teman mereka yang berada di ambang permasalahan serius.

"Eh, ada Nona Siska. Ngapain, Non?" tanya Deren main-main.

"Ck, bukan urusan lo!"

"Eh, lihat Ilham, nggak?" tanya Kevin.

"Ilham udah pulang duluan. Itu semua gara-gara cewek murahan kayak Tiana yang malah asyik main sama Tiana dan adeknya. Lo pada mana sadar diri. Teman apaan tuh!" cerca Siska sebelum melangkah pergi dari sana.

Aldo menggeleng. "Wah, parah si Sepan nggak ingat teman sendiri. Mana asyik sama cewek. Sungguh terlalu," ujarnya sambil menatap ke arah Sepan yang membantu Tiana dan Dafa turun dari komedi putar.

"Mereka udah kayak orang pacaran, ya? Mana bawa satu anak lagi. Keluarga bahagia," celetuk Deren.

Lalu Kevin menoyor kepala Deren. "Keluarga bahagia pala lo! Tuh Ilham apa kabar? Kayaknya tuh anak cemburu sama mereka. Gue udah duga dari awal kayaknya Ilham suka sama Tiana."

"Bener tuh. Pemikiran gue juga sama kayak gitu," celetuk Aldo.

"Nggak bener nih. Masa depan K. Cogan bakal diambang kehancuran kalau kayak gini caranya," ujar Deren lagi.

Sepan, Tiana, dan Dafa menghampiri Deren, Aldo, dan Kevin. Air muka mereka masih menyiratkan kebahagiaan sedari tadi. Mereka tidak tahu ada satu orang yang pergi dan tersakiti.

"Baru nongol kalian bertiga." Sepan menegur begitu sampai.

"Elu kali yang keasyikan sampai temen satu pulang pasti nggak tau," sahut Aldo.

"Maksud lo?" tanya Sepan mengernyit. Sepan baru sadar setelah mengedarkan pandangannya. "Oh iya. Ilham mana?"

"Nah tuh dia. Kalian kan tadi sama dia, kok bisa cuma bertiga sih yang tadi asyik main?" timpal Deren.

"Tadi tuh gue sama Ilham sama-sama cari Tiana dan Adek gue yang tiba-tiba hilang. Eh, gue temuin mereka di toilet. Karena Dafa mau naik komedi putar, ya udah gue ngikut aja," sahut Sepan menjelaskan.

Dafa menarik celana Sepan. "Kak, pulang. Dafa ngantuk."

"Iya, Dek. Eh, berhubung Ilham udah pulang duluan, mending kita pulang juga. Nanti gue tanyain Ilham deh kenapa dia pulang nggak pamit," ucap Sepan.

"Ya udah ayok. Gue jadi laper," sahut Kevin.

"Bukannya lo tadi udah makan banyak, Nyet?" komentar Deren.

"Kan tadi udah dibuang di toilet. Ya gue laper lagi," sahut Kevin.

"Lu gendut gue tendang dari geng," celetuk Sepan.

"Bener tuh." Aldo menimpali.

***

Sepan menghentikan mobilnya di depan rumah Tiana. Tiana sudah berjasa membuat adiknya bahagia, jadi Sepan menawarkan diri untuk mengantar Tiana pulang. Untuk menghemat biaya, tentu Tiana tidak menolak.

"Makasih udah anterin. Aku turun sekarang," ucap Tiana bersiap untuk membuka mobil. Namun Sepan berujar padanya.

"Makasih."

Tiana menoleh, sedikit tersenyum pada Sepan yang menatap datar ke arah depan.

"Sama-sama."

"Lo—"

Tiana kembali menoleh pada Sepan. Sepan yang gugup berkedip beberapa kali sambil berusaha menatap Tiana.

"Apa, Sepan?"

"Sekali-sekali main ke rumah gue. Temenin Dafa. Dia nggak punya temen."

"Boleh aja sih. Nanti kalau aku ada waktu luang, ya. Soalnya kamu kan tau aku kerja paruh waktu di kafe," sahut Tiana.

"Oh. Oke. Turun gih," sahut Sepan masih mempertahankan egonya.

Tiana menghela napas sebentar sebelum membuka pintu mobil. Ia kembali menutup mobil tersebut dan Sepan langsung melajukan mobilnya.

"Aku tau kamu orang baik, Sepan. Aku cuma perlu waktu buat kamu menyadari semuanya. Bahwa apa yang kamu lakukan selama ini salah dan pada akhirnya menyiksa perasaan kamu sendiri."

Tiana memasuki halaman rumahnya. Berjalan santai menuju rumah yang sederhana itu. Tanpa ia sadari, Sepan tidak benar-benar pergi jauh dari sana. Sepan memutar balik haluan dan kembali ke depan rumah Tiana. Memperhatikan Tiana yang mulai memasuki rumah dan mengunci pintu.

Maafin gue, Na. Gue masih aja gengsi, padahal hati gue mulai jatuh sama pesona lo. Maafin gue yang nantinya egois buat dapetin cinta lo. Maafin gue, Na.


-Bersambung-

Septiana [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang