Awal Pertemuan

278 15 4
                                    

Triing

Bunyi lonceng itu terdengar berutal, kala segerombol siswa SMA memasuki kafe dengan pakaian seragam lengkap dengan tas tersampir di punggung mereka. Kelima siswa itu duduk di salah satu meja paling ujung dekat kaca.Tiana Febby, seorang pelayan kafe itu berjalan mendekati mereka dengan membawa daftar menu.

"Silakan pesanannya!"

Cowok dengan perawakan tinggi, kulit kuning langsat, rambut sedikit panjang, menatap Tiana intens. Ia memandang Tiana dari bawah hingga ke atas. Senyum menyeringai begitu saja terbit di bibirnya.

"Lo cantik. Tapi gak ada bedanya sama aspal jalanan kalau ekspresi lo datar kek gitu. Ahahah ...." Sebuah pujian, hinaan, disusul oleh tawa puas. Itu semua meluncur dengan mulus di mulut Sepan Oktavian Lee.

"Ahahaha. Parah lo, Sep!" ucap cowok dengan rambut sedikit ikal itu ikut tertawa.

"Becanda kalian gak tahu tempat apa? Jangan mulai deh," tegur cowok dengan rambut rapi dan kacamata hitam yang bertengger manis di depan matanya. Ia tersenyum ramah pada Tiana yang hanya diam mendengar olokan Sepan." Udah, Mbak. Jangan dengerin kata-kata laknat mereka. Tolong bawakan pesanan kami apa aja yang paling enak di kafe ini. Untuk kami berlima"

"Baik, Kak. Mohon ditunggu." Tiana kembali ke meja bar di mana ia akan menyampaikan pesanan orang.

Cowok yang membela Tiana itu bernama Ilham Firnanda. Cowok berkepribadian hangat dan tegas. Hanya dia yang cukup baik dari grup mereka.

"Kalau becanda jangan asal lo, Sep. Kenal juga enggak " ujar Ilham.

"Yaelah, Ham. Kayak gak kenal Sepan aja. Kalau bully orang udah gak ada akhlaknya. Ahaha ...," celetuk Deren, cowok berkumis tipis di samping Sepan.

"Gak tenang hidup dia kalau gak nyampah tuh mulut," sambung Kevin geleng-geleng. Cowok ini masih setia berkaca dari tadi. Hal yang ia perhatikan setiap waktu adalah rambut bentukkan jambul ayam miliknya.

Tak lama, Tiana datang bersama pelayan lainnya membawa pesanan mereka. Dengan hati-hati Tiana menaruh setiap pesanan mereka. Sepan menatap Tiana, kemudian berdecih.

"Eh, lo bisa senyum gak? Gue mau lihat dong," ujar Sepan santai. Menatap Tiana  yang menatapnya datar.

"Saya permisi dulu," ucap Tiana berbalik badan, tapi lekas lengannya dicekal oleh Sepan.

"Tunggu dulu dong. Lo belum turutin mau gue."

Tiana menghempaskan tangan Sepan dengan kasar. Raut wajah kesalnya malah membuat Sepan tertawa meremehkan. Kevin dan Deren ikut terkekeh kecil.

"Tolong jaga kesopanan kamu!" ucap Tiana, lalu pergi begitu saja.

"Ahaha. Dasar cewek kentang! digodain cowok ganteng malah marah. Ketahuan lama gak laku tuh," cibir Sepan.

"Lagian elu pegang orang sembarangan. Ya pasti marah dia," celetuk Aldo.

"Diem lo, curut. Gue cuma mau kenalan doang sebenarnya, eh dia malah baper gitu. Galak kok sama cowok ganteng. Gak elit," sahut Sepan lalu menyeruput capucino miliknya.

Tiana menaruh napan di atas meja bar dengan sedikit kasar. Chaca—si penjaga kasir sedikit terperanjat karena kelakuan temannya itu.

"Kamu kenapa, Na? Muka kamu ditekuk gitu," tegur Chaca.

"Tuh ada pelanggan rese di depan. Main hina sama pegang tangan tanpa permisi. Gak ada akhlak sama sekali."

"Cowok ya?"

"Iya."

"Ganteng gak? Biasanya ganteng sih kalau modelan Badboy gitu," celetuk Chaha cengengesan.

"Tau ah. Aku ke toilet dulu, ya. Sakit perut nih liat muka dia." Tiana melepas apron yang ia pakai, lalu pergi menuju toilet.



Jam menunjukkan pukul 8 malam. Tiana baru saja keluar dari kafe tempat ia bekerja paruh waktu. Tiana mengenakan baju kasual dengan celana jeans sobek berwarna biru. Jarak rumah dan Kafe memang terbilang dekat, membuat Tiana memilih hanya berjalan kaki pulang ke rumahnya.

Saat di perempatan jalan, Tiana melihat preman yang sering memalak orang sedang melakukan aksinya. Tiana yang amat sangat benci kekerasan berniat membantu cowok dengan motor Ninja yang sedang di ganggu mereka.

"Jangan sok belagu lo! Lo sendirian, kami berlima. Lebih baik siniin semua duit lo kalau mau selamat!" bentak pria dengan kulit hitam dan jabis tebal.

"Gak akan! Enak aja lo-lo pada mau malak gue. Lo pikir cari duit gampang? Kerja dong kalau mau dapat duit!" balas cowok yang di bajak dengan lantang. Alhasil mereka geram dan menarik paksa cowok itu turun dari motornya.

"Apaan sih nih. Jangan jadi pengecut ya main keroyokan!"

"Banyak ngomong lo, bocah!"

Bugh

Bugh

Perlawanan terjadi, namun sudah pasti cowok itu kalah melawan lima orang. Tiana yang tampak bimbang, akhirnya memutuskan untuk membantu.

"Woy! Berhenti!" teriak Tiana. Atensi mereka semua tertuju pada Tiana. Termasuk korban yang kini menyeka darah dari sudut bibirnya.

"Ngapain lagi lo, Na? Mending lo gak usah ikut campur dah. Lo anak perempuan, jangan main sama kita," sahut salah satu diantara mereka.

"Minggir gak! Nih wajah ganteng gue jadi lebam gara-gara makhluk jelek kayak kalian!" cerca cowok itu bersuara.

"Dasar bocah mulut gak ada akhlak. Mau gue beri lagi lo?"

Cowok itu menendang selangkangan preman di hadapannya, dengan secepat kilat ia berlari ke arah Tiana dan berlindung di belakangnya. Preman itu mendekat, Tiana sudah bersiap membalas serangan mereka. Ketua preman itu hendak menyerang, namun ditahan oleh salah satu anak buahnya.

"Mending kita cabut aja deh, Bos. Emang Bos lupa kalau Tiana itu anak bang Damar. Kalau tahu kita melawan anaknya, bisa kena damprat kita." Sang ketua preman itu mengangguk, lalu berjalan menuju motor mereka dan pergi dari sana.

Tiana bederhem untuk menegur seseorang yang di balik punggungnya. Cowok itu segera berpindah ke depan Tiana. Sebelum cowok itu buka suara, ia baru menyadari siapa gadis di hadapannya. Pelayan yang ia maki waktu di kafe tadi siang.

"E-elu ...."

"Jangan modal mulut nyampah doang kalau fisik lemah," ujar Tiana dengan nada datar, lalu ia pergi begitu saja. Sepan hanya terdiam beberapa saat, sebelum mengejar Tiana yang berjalan dengan santai.

"Eh, tunggu!"

Tiana dengan malas menghentikan langkahnya, ia menatap jengah Sepan di hadapannya.

"Lo pasti dendam karena gue hina 'kan? Sampai lo sewa preman buat balas apa yang gue lakuin ke elo. Emang orang munafik modelan kayak elo gak usah aja sok bantuin gue tadi!" tuduh Sepan dengan segala hinaanya.

Tiana berdecih. "Aku emang kesal sama kamu. Tadi gak akan melakukan hal sampah yang hanya akan di lakukan oleh orang pengecut," sahut Tiana menatap tajam.

"Alah. Mana sih penjahat yang gak mau ngaku. Buktinya aja salah satu penjahat itu sebut ujung nama lo. Berarti dia kenal sama lo. Kenapa gak ngaku aja sih. Yang lo lakuin ini lebih sampah dari mulut gue!" cerca Sepan tak mau kalah.

"Sampah gak akan merasa dirinya sampah. Minggir!" Tiana menabrak bahu Sepan sebelum meninggalkan Sepan yang berkacak pinggang. Sepan meludah ke samping sambil menatap punggung Tiana yang berjalan menjauh.

"Siap-siap hidup lo gue ubah kayak neraka, Cewek aspal!"

-Bersambung-

Septiana [COMPLETED]Where stories live. Discover now