16 4 0
                                    

🍓 HAPPY READING 🍓

JANGAN LUPA VOTE AND COMENT

***

Budi yang tidak asing dengan suara gadis itu menoleh, "Eh, Nadya?"

"Kak Budi?"

"Wah, wah, wah ... kayaknya kita emang jodoh, ya. Tante Diana, boleh nggak saya meminang anak tante yang cantik ini?"

Nadya melotot kaget. Apa-apaan ucapan Budi barusan?

Diana tertawa,"Jadi, yang kamu maksud lagi PDKT sama adik kelas itu, kamu lagi PDKT sama Nadya?" lalu melirik Nadya sambal tersenyum.

Budi bertepuk tangan sambil tersenyum, "Wah ... Tante Diana pintar." Budi kemudian mengangguk.

"Ehekm ... yang punya gebetan," goda Diana pada Nadya.

"Ih, Bunda apa-apaan, sih. Dia nggak serius ngomong gitu." Nadya mengembungkan pipinya kesal.

"Siapa yang nggak serius?" tanya Budi. Cowok tampan itu meletakkan tangan kanannya di dada. "Saya atas nama Rovio Budi Arrofanya, mengaku bahwa saya benar-benar mencintai Nadya Dwi Aurora dengan sepenuh hati. Saya tidak peduli, dia berasal dari keluarga apa. Dan saya akan selalu membahagiakan dia dan menjaga dia dengan seluruh jiwa raga saya," ucap Budi bersungguh-sungguh seperti seorang prajurit.

Diana menatap Budi dengan kagum, berbeda sekali dengan Nadya. Gadis yang mengikat rambutnya itu melihat Budi dengan jijik.

"Ck! Membahagiakan dan menjaga dengan seluruh jiwa raga? ucapan laki-laki hanya manis diawal saja," batin Nadya.

"Budi, tante percaya sama kamu," ucap Diana lembut.

"Really?! Jadi lampu green, dong!! Yeyy!!" Budi bersorak gembira. "Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hari ini saya dapat lampu hijau dari calon menantu. Ya Allah ... semoga ini awal yang baik. Aamiin ... ." Budi mengusap wajahnya setelah berdoa.

Nadya melongo bukan main.

"Oh iya, tante jual nasi goreng, 'kan?" tanya Budi.

"Oooh ... kamu lihat warung yang di depan itu, ya? Iya, tante jual nasi goreng."

"Kalau gitu, nasi gorengnya saya borong. Minyak-minyak sampai kualinya juga," ucap Budi semangat.

"Aduuh ... maaf loh. Nasi gorengnya udah habis." Diana menggaruk belakang lehernya. Dia merasa tidak enak pada Budi.

"Apa?! Tiiiidaaaaakkkk ... ." Budi berteriak dramatis.

Budi berlari menghampiri Diana, lalu memegang kaki wanita itu. "Wahai calon ibu mertuaku. Tolong buatkan saya nasi goreng lagi. Satu porsi juga nggak apa-apa," ucap Budi setengah merengek.

"Eeh ... jangan gini Budi ... ." Diana berusaha melepaskan kakinya dari tangan Budi.

Nadya tidak tau harus melakukan apa. "Nih, cowok repotin banget, sih."

"Huwaa ... kalau saya nggak pulang bawa nasi goreng, adik saya yang manis dan imut itu bakal diusir dari rumah sama Bunda ... ."

"Hah? Masa adek lo bakal diusir, sih?" Nadya tidak percaya dengan ucapan Budi.

"Emm ... soalnya Miko makan ikan kesayangan Bunda," jawab Budi. Dia kembali menatap Diana sambil memohon. "Nasib Miko ada ditangan tante. Pliss ... bantuin saya yang calon menantu tante ini."

Diana menghela napas. "Baiklah. Ayo perdiri, nggak enak kalau dilihat orang," ucap Diana lembut.

"Serius?" Budi berdiri. "Terima kasih. Terima kasih banyak, tante." Budi menghapus air matanya yang sedikit keluar.

Nadya Ayo PacaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang