5. Kramaday

163 42 12
                                    

***

"Lah, ngapa pada diem?"

Reksa menoleh, menemukan Jeje dan Roni sedan berjalan ke arahnya yang kini bersandar di kap mobil milk Galang. Tepat di sebelah kirinya ada Ardi yang sedang asik meneguk sekaleng soda, kemudian si empunya mobil yang sibuk memainkan ponsel dengan silinder putih berasap di tautan bibirnya.

Ketiganya menatap kedatangan Jeje dan Roni, kemudian hanya diam saja. Reksa, lelaki bertindik itu menolehkan pandangannya ke pintu masuk GOR Universitas Kramajaya yang berjarak 200 meter di depan sana. Begitu ramai dan berisik. Kombinasi yang tidak begitu disukai Reksa jika boleh jujur.

Entah apa yang merasukinya ingin mengunjungi Kramaday. Padahal festival di kampusnya saja ia tidak memiliki energi untuk datang, sekarang ia justru berdiri tegap di parkiran GOR Kramajaya bahkan setelah sempat bentrok pagi tadi.

Salahkan dirinya yang cukup iseng sampai bisa mendarat di snapgram milk UKM Seni Rupa Kramajaya dan menemukan pacarnya ternyata sedang bertugas menjelaskan karya-karya pameran. Awalnya Reksa tidak ada niat sama sekali kemari, tapi setelah Galang mengajak di groupchat mereka, seketika rasa ingin mengunjungi Arisa detik itu juga membludak. Tanpa memperdulikan tubuhnya yang butuh istirahat, Reksa meminta Galang menjemputnya.

"Kita cuma bakal diem di sini dang?" bingung Roni.

Ketiga lainnya menatap Reksa, menunggu arahan cowok itu. "Sa, lo jadi kagak mau tengokin cewek lo?" tanya Ardi.

Reksa masih menatap ke arah GOR, memikirkan kemungkinan apa saja yang bisa terjadi jika ia memunculkan batang hidungnya disana. Bukannya takut, tapi jika dipikir kembali, kehadirannya bisa saja mengacaukan festival tersebut. la yakin Arisa dan teman-temannya sudah bekerja keras agar acara ini sukses dan Reksa untuk beberapa alasan tidak ingin Arisa bersedih karenanya.

Aneh, sebut si cowok bertampang garang ini terlalu telenovela karena justru mengalami love at the first sight pada Arisa beberapa minggu lalu. Perempuan yang sebenarnya tidak secantik atau seseksi semua perempuan yang mondar mandir dalam hidupnya. Tapi ada sesuatu yang membuat gadis itu tidak bisa pergi dari pikiran Reksa; bagaimana Arisa menatapnya. Ada sesuatu dalam sorot mata Arisa yang mampu membuat Reksa bertekuk lutut—untuk jelasnya, Reksa masih mencoba untuk mencari tahu.

"Yaelah malah bengong," dengus Galang. la menjatuhkan rokoknya di tanah dan menginjaknya dengan ujung sol sepatu guna mematikan sumbu. "Cus lah ayo."

"Lo semua duluan aja deh," ucap Reksa.

"Lah, emang kenapa sih Sa? Ya kali lo takut ketemu Marganda," sergah Ardi.

Reksa memutar matanya malas, jika saja bukan sahabatnya yang berkata seperti itu barusan, sudah bisa dipastikan tonjokannya mendarat sempurna di wajah Ardi. Yang benar saja, seorang Reksa Vano merasa takut?

Melihat Reksa yang tidak memberi tanggapan membuat Galang mengerti kalau ia tidak ingin dipaksa. Lantas akhirnya ia menepuk tangannya guna memperoleh perhatian ketiga temannya yang lain. "Yaudah lah kagak bakal ada juga yang nyulik dia kalo ditinggalin disini. Yuk deh ah, lama."

Galang merangkul Ardi untuk segera ikut bersamanya, kemudian disusul oleh Jeje dan Roni yang saling mengangkat bahu. Reksa hanya menatap keempat temannya yang berjalan penuh percaya diri menuju GOR di depan sana, seakan mereka tidak pernah datang kemari sebulan lalu melakukan penyerangan terhadap salah satu UKM yang cukup disegani disini.

Hah, segan tai kucing.

Tentu saja penyerangan Reksa kemari itu tidak hanya semata-mata karena ingin melumpuhkan Marganda, tapi juga membalaskan dendam salah satu anggota himpunannya yang sampai hari ini masih dirundung ketakutan karena hampir menjadi korban pelecehan oleh anggota UKM Mapala Kramajaya tersebut. Tentu saja Reksa tidak tinggal diam, sebagai tameng nomor satu di Pradana, urusan tonjok menonjok yang dilatar belakangi oleh balas dendam serahkan saja pada Reksa.

REKSA | seulminOnde histórias criam vida. Descubra agora