04 - Si Bungsu dari Tiga Bersaudara

195 86 113
                                    

Mengingat ini adalah hari Sabtu, dan dua hari lagi ia akan melanjutkan kesehariannya sebagai mahasiswa setelah libur musim dingin usai. Jihoon memutuskan menikmati sisa liburannya untuk berpacaran dengan kasurnya, atau sebutan lainnya tidur seharian.

Memang apa yang harus ia kerjakan? Rumahnya sudah bersih dan rapi sampai ke halaman belakang, makanan sisa semalam masih ada dan tinggal ia panaskan jika lapar nanti. Keluar rumah? Tidak ada pemandangan yang indah selain tetangga-tetangga yang aneh.

Lebih baik Jihoon tidur, mengistirahatkan otaknya setelah semalaman berpikir keras tentang Jeongwoo, Yuri, dan Yohan.

Pindah ke sini mungkin bukan pilihan yang baik. Sejak pindah hidup tenang yang ia jalani selama 21 tahun ini mulai goyah, banyak cerita dan kejadian unik yang mungkin tidak bisa Jihoon lewatkan. Bisa saja Jihoon bersikap tidak perduli dan berpura-pura seolah tidak terjadi apa-apa-seperti Hyunsuk, tapi tidak bisa.

Waktu kecil, ibunya sering berkata, "Jika ada yang butuh pertolongan, tolonglah sebisa mungkin, walaupun dia tidak meminta secara langsung." Dan sejak kecil pula, Jihoon suka memperhatikan perilaku-perilaku manusia yang berbeda-beda, yang menjadikan dunia ini bagaikan sebuah panggung sandiwara dimana ada si Protagonis dan Antagonis yang selalu berkonflik.

Rencananya untuk tidur seharian seperti digagalkan oleh bel yang berbunyi di rumahnya. Awalnya Jihoon berniat pura-pura tidak mendengar, tapi semakin lama bel berbunyi semakin keras dan dipadukan dengan suara ketukan pintu.

"Siapa sih yang datang?!" gerutunya yang dengan terpaksa bangun dari kasur tercintanya. Dalam keadaan setengah sadar Jihoon turun, dan bel yang berbunyi semakin keras membuat Jihoon yang nyawanya belum terkumpul penuh kesal setengah mati. "Sabar bego!"

Siapa sih? Kalau itu Yoonbin siap-siap saja Jihoon akan menghadiahinya lemparan sepatu.

Matanya menyipit saat Jihoon membuka pintu, menampakkan seorang bocah, ah bukan bocah, tapi pria yang tinggi badannya mirip bocah SMP. Yap! Itu peri 13 cm! Seketika Jihoon tersadar 100% saat map yang didekap Jinhwan terbang dan mendarat keras di atas kepalanya. "Jangan suka ngomong kasar sembarangan!"

Jihoon mengelus kepalanya bekas pendaratan map milik kakaknya tersebut. "Maklumin, orang bangun tidur suka ngelindur. Lagian ngapain datang pagi-pagi?"

Jinhwan menggeser tubuh Jihoon dari depan pintu yang menghalanginya untuk masuk. "Ini udah jam dua belas Jihoon, pagi darimana coba? Tidur seharian itu nggak sehat, badan kamu bisa sakit-sakitan. Jangan bilang juga kamu bergadang semalaman, main game? Atau nonton drama?" omel Jinhwan. Jihoon hanya mendengarkan dan mengekori Jinhwan dari belakang, sesekali ia menguap karena rasa kantuk yang masih ada.

"Mandi sana!" Jinhwan melempar bantal sofa dan tepat mengenai bokong Jihoon.

"Iya iya. Baru datang udah nyerocos," cibir Jihoon yang sudah menuju ke atas untuk melaksanakan perintah pria pendek yang mulutnya hampir persis seperti ibunya.

Tidak sampai 25 menit, Jihoon turun dengan pakaian santai dan lebih segar setelah selesai mandi. Tidak mendapati kehadiran Jinhwan di ruang tamu, Jihoon menuju dapur dan disambut dengan makanan yang sudah tertata rapi di meja makan.

"Banyak banget makanannya," ucap Jihoon melihat banyak makanan-makanan yang tersusun di atas meja, Jihoon tidak yakin makanan itu bisa habis oleh mereka berdua.

"Nanti Chaeyoung mau datang juga." Tidak lama Jinhwan berkata, bel berbunyi lagi. "Itu pasti Chaeyoung, bukain sana."

Jihoon malah mengangkat ayam goreng yang barusan ia ambil dan makan, terpaksa Jinhwan meninggalkan kegiatannya yang sedang menyiapkan alat makan untuk membuka pintu.

EQUANIMITY | TREASUREWhere stories live. Discover now